4 J A N G G A L

Setelah menghidupkan seluruh lampu Meyess masuk ke dalam kamar orang tuanya tanpa menutup pintu kamar itu kembali. Menyalakan televisi dengan kartun spongebob sebagai kartun yang paling dia suka setelah dora, dan rudy tabuti.

Gadis itu duduk bersila di atas ranjang besar berwarna putih itu. Sesekali dia tertawa karena tingkah lucu spongebob, dan patrik, meskipun itu tingkah aneh yang baru dia sadari setelah bertahun-tahun lamanya, tapi Meyes tetap suka dengan mereka berdua, dan dia juga sedikit menyukai tingkah laku squidward yang memang sesuai dengan kehidupan nyata.

Udara yang tadinya terasa dingin berganti menjadi panas, dan tidak nyaman. Meyes memperhatikan sekitarnya yang tidak aneh, kipasnya menyala dengan benar, pintu yang terbuka lebar, dan jendela kamar ini pun belum di tutup. Entah apa yang membuatnya menjadi gerah, dan membutuhkan angin yang lebih besar, yang jelas ini adalah keadaan teraneh yang dia rasakan.

Kartun yang Meyes tonton tak lagi menyenangkan, suasana tak enak ini membuatnya menghela panjang. Namun, tiba-tiba suara aneh yang terdengar begitu lirih menyita perhatiannya. Kedua alisnya bertaut dalam, Meyes mencoba untuk memasang telinganya, mencoba untuk mendengarkan suara lirih itu dengan sangat fokus.

Tak ada yang bisa dia dengarkan, televisi dia matikan. Suaranya terdengar jelas sekarang, suara tangisan dari seorang wanita. Penuh dengan isakan, dan tarikan napas yang membut Meyes semakin bingung.

Meyes mematung, suara isakan yang tadinya lumayan terdengar dengan jelas itu berubah menjadi lirih. Dia ingat dengan salah satu novel horor yang pernah dia baca, katanya jika suara seseorang tengah menangis di malam atau ketika maghrib, dan terdengar begitu lirih, maka sosok itu sedang di dekatnya, dan jika terdengar begitu jelas, sosok itu masih terlalu jauh.

Meyes merasa panik, jantungnya  berdegub lebih cepat dari biasanya. Ini perasaan aneh yang pertama kali dia rasakan. Meyes masih tidak bisa mengerti dengan suara tangisan ini, apakah ini benar-benar kuntilanak atau manusia? Jika kuntilanak mungkin benar karena hanya dia manusia yang ada di dalam rumah ini.

Ketegangan mulai dia rasakan. Meyes tidak berani untuk melakukan apa-apa, bahkan hanya untuk beranjak dari tempatnya pun dia tidak berani, yang bisa dia lakukan hanya memperhatikan sekitarnya dengan bola mata. Menelan salivahnya dengan susah payah sambil merapalkan doa yang sangat dia percaya untuk mengusir hantu.

Kedua matanya terpejam sesaat, berdoa kepada Tuhan agar makhluk itu segera pergi, dan tidak mengeluarkan suara anehnya lagi.

Serius, mendengarkan isak tangis tanpa ada wujud itu terasa menakutkan. Meyes tidak suka dengan ini, dan jika boleh meminta untuk yang kedua, dan terakhir kalinya, dia ingin untuk tidak menjadi indigo lagi. Sudah cukup untuk perasaan campur aduknya malam ini, cukup untuk hari ini saja.

Pasalnya  selama ini dia tidak pernah merasa setegang ini, dan jika Meyes benar-benar telah bisa mendengar atau melihat sosok yang di katakan hantu itu, dia tidak mau! Tidak mau lagi, dia takut karena hampir setiap hari Meyes ada di rumah tanpa ada saudaranya yang menemani.

Suara pagar terbuka terdengar begitu jelas, dan anehnya suara orang menangis itu menghilang dengan tiba-tiba. Meyes tidak peduli, dia segera beranjak, dan menoleh ke arah pintu keluar. Tubuhnya kembali membeku dengan bibir yang terbuka sedikit.

Sosok gadis yang mungkin memiliki umur yang sama dengannya tengah duduk di gazebo yang berada tepat di depan kamar orang tuanya. Gadis itu memiliki rambut hitam panjang yang menutupi seluruh wajahnya. Gaun putih lusuh yang dia kenakan terdapat banyak darah dengan lumpur yang bercampur menjadi satu.

Meyes menelan salivahnya, dia beralih melihat ke arah bawah. Lagi-lagi dia tidak bisa berteriak karena terkejut, sosok itu tidak memiliki kaki. Gaunnya menggantung, tapi terlihat seperti asap, kedua tangannya dia letakkan di atas paha.

"Mey?"

Suara itu membuatnya menoleh, tapi Meyes kembali menoleh ke arah gazebo. Gadis misterius tidak lagi terlihat, entah pergi ke mana, dan apa maksudnya untuk datang secara tiba-tiba, tapi Meyez tidak peduli. Berlari keluar untuk menghampiri ibunya yang baru saja datang.

"Mah, dari mana aja?" tanya Meyess seraya membantu ibunya membawa barang belanjaan.

"Dari rumah om danu, kamu udah makan?"

"Belum."

"Bagus! Mama udah beli lalapan ayam, sama sate, kita makan bareng-bareng ya!"

***

Setelah makan malam bersama, dan menggosok giginya di dalam toilet dapur. Meyes segera kembali ke kamarnya, menutup rapat pintu kamarnya, dan berlari untuk duduk di tengah-tengah ranjangnya. Kedua kakinya dia simpan di dalam selimut. Wajahnya yang memang pucat tidak membuat membuat kedua orang tuanya bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, padahal ada kejadian yang tidak masuk akal.

Gadis itu menatap jendela kamarnya dengan tatapan datar. Detik berikutnya dia menggeleng dengan keras, memegang kepalanya dengan kedua tangan, dan berkata, "Itu tadi kunti bukan sih? Astaga! Gue gak mau jadi indigo!"

Gadis itu menghela samar, menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Dia masih tidak percaya tentang kejadian barusan, masih tidak bisa di masukkan ke dalam kepalanya untuk di muat ke dalam otak.

Meyes membuka selimutnya, berlari keluar menuju kamar ibunya tadi. Gadis itu masuk, dan duduk di samping wanita paruh baya yang sedang menikmati acara tvnya.

"Mama?" panggilnya dengan lesu.

Wanita itu hanya bergumam, dan melihat Meyes sekilas.

"Ma, di keluarga kita ada yang indigo gak sih? Papa, Mama, atau siapa gitu? Bude atau pakde mungkin?" tanya Meyes.

Kening ibu meyes bertaut, mencoba untuk berpikir, dan berkata, "Dulu kakek kamu sih yang bisa kaya gitu."

"Kakek yang mana? Dari Mama atau dari papa?"

"Papa, seinget mama waktu itu papa pernah sawan gara-gara main di kali deket rumah yang ada orang gilanya itu. Pas papa sawan selama tiga hari, kakek yang beresin," jelasnya.

Meyes mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, "Berarti papa ada keturunan juga? Bisa sampai delapan puluh persen gak Ma?"

"Gak tau, tapi papa dulu suka puasa muti sih setiap malam jumat legi gitu. Terus mandiin kris peninggalan kakek pakai bunga gitu. Emang kenapa sih?" Wanita itu menatap putrinya dengan kening bertaut dalam.

"Mey tadi denger orang nangis di sana," ucap Meyess menunjuk ke arah jendela kamar.

"Kamu kecapean mungkin. Gak ada suara aneh yang kamu bilang itu, mama selalu di sini, gak pernah denger apa-apa."

"Mama, mey serius. Tadi mey juga liat orang duduk di gazebo depan rumah. Duduk diem di sana sambil nunduk, pake gaun putih yang kotor gitu, sumpah Ma, mey gak bohong!" ucap Meyes dengan tatapan seriusnya.

"Kamu kecapean, mendingan kamu sekarang masuk kamar, cuci muka, cuci tangan sama kaki, terus tidur!"

"Mama," rengek Meyes.

"Mey, besok kamu harus sekolah, ayo tidur!"

avataravatar
Next chapter