1 Dia, Mario suamiku

Written by : Siska Friestiani

Dear, Husband. I Love You : 2021

Publish Web Novel : 05 Maret 2021

Instagram : Siskahaling

*siskahaling*

"Lo bisa gak sih gak usah ngurusin urusan gue" bentak Rio pada gadis yang saat ini ada di hadapannya. Gadis itu menunduk takut tanpa berani melihat aura menakutkan dari laki-laki yang ada di hadapannya. Tangan gadis itu pun tak tinggal diam ikut meremas-remas ujung bajunya. Kebiasaan gadis ini jika sedang takut maupun gugup.

"Ma- Ma- Maaf Yo"

Suara gadis itu pun terbata-bata karena saking takutnya. Pandangannya buram oleh air mata yang siap menetes jika gadis itu berkedip sekali saja. Namun sebisa mungkin ia tahan karena ia tau Rio tidak suka melihatnya menangis dan itu akan membuat Rio semakin murka nantinya.

"Alyssa Saufika Naraya, gue tegasin sekali lagi sama lo, gue gak pernah minta lo buat ngurusin semua urusan gue. Lo memang istri gue tapi yang harus lo ingat gue gak pernah minta lo yang jadi istri gue. Kalau pun sekarang gue mau itu karena gue masih hormatin orang tua gue."

Alyssa Saufika Naraya atau yang biasa di sapa Ify. Gadis manis pilihan orang tua Mario Raditya Amora untuk menjadi istrinya. Karena dulu orang tua Rio mempunyai hutang budi kepada orang tua Ify. Hingga sekarang saat mereka tau orang tua Ify telah tiada mereka berniat untuk menikahkan Ify dan Rio. Untuk membalas kebaikan kedua orang tua Ify dulu dengan menjaga Ify sekarang.

Ify terisak, cairan bening hangat yang sudah ia tahan sejak tadi menetes di pipi mulus Ify. Kata-kata pedas Rio itu sudah sering bahkan hampir setiap hari dia mendengarnya. Namun setiap itu juga air matanya selalu menetes. Entah kenapa Ify tidak bisa menahan air matanya saat Rio mengucapkan kata-kata itu.

"Nggak usah nangis! Berapa kali gue bilang gue nggak suka air mata lo"

Oh Tuhan. Siapa perempuan yang akan tahan mendengar kata-kata itu jika kata-kata itu keluar dari mulut suaminya sendiri. Bahkan semua perempuan akan menangis jika mendengar itu. Tapi tidak dengan Ify. Gadis itu malah menghapus air matanya lalu tersenyum lembut menatap Rio. Dengan sekuat tenaga ia menahan rasa sakit dan sesak di dadanya. Dan berusaha memasang senyum manis di hadapan suaminya.

"Iya, Yo maaf. Aku gak akan nangis lagi" Ucap Ify berusaha agar tidak kembali menangis dan berusaha memasang wajah cerianya. Seolah memang dirinya benar-benar tidak apa-apa setelah mendapat cacian pedas dari suaminya.

"Drttt.... Drttttt"

Ponsel Rio berdering, membuat Rio langsung segera mengambil ponselnya yang berada di saku celananya. Setelah melihat siapa yang menelfon. Senyum bahagia langsung terpancar di wajah Rio dan tanpa menunggu lama langsung mengusap layar ponselnya untuk menjawab panggilan.

"Hallo sayang" jawab Rio lembut. Sangat berbeda dengan nada bicaranya tadi dengan Ify yang keras dan membentak.

'Andai suara lembut kamu untuk aku Yo'

'Andai panggilan sayang itu untuk aku Yo'

'Andai senyum manis kamu untuk aku Yo'

'Andai cinta kamu buat aku Yo'

Andai, andai, andai dan andai yang dari enam bulan yang lalu Ify ucapkan. Enam bulan? Itu artinya sudah setengah tahun usia pernikahan mereka? Lalu hati Ify terbuat dari apa sebenarnya, sehingga dirinya kuat bertahan mengahapi sikap kasar dan cacian dari Rio? Entahlah.

"Iya, Shill lima belas menit lagi aku sampai sana" ucap Rio dan menutup sambungan telfonnya. Lalu pandangannya beralih ke Ify yang dari tadi masih berdiri di tempatnya, menatapnya dengan pandangan sendu.

"Ka- ka- kamu mau kemana, Yo?" tanya Ify takut-takut. Namun rasa takut itu ia lawan. Tidak perduli jika setelah bertanya ini ia akan mendapatkan cacian lagi dari suaminya.

"Lo selain bikin kesel ternyata lo bego juga ya? Udah berapa kali gue bilang, gak usah ikut campur urusan gue"

Ify kembali menunduk takut. Benar dugaannya kalau ia akan mendapat kata-kata pedas lagi dari Rio. Tapi mau bagaimana lagi? Bukankah ia tadi sudah meyakinkan dirinya sendiri untuk menerima resikonya jika terlalu banyak bertanya kepada Rio?

"Setidaknya kamu makan dulu, Yo sebelum kamu pergi" saran Ify. Sedikit berharap masakannya tidak sia-sia lagi untuk hari ini seperti hari-hari sebelumnya yang sedikit pun Rio tidak menyentuh masakannya. Namun walaupun begitu, Ify tidak pernah lelah untuk memasak setiap hari dan di peruntukan buat Rio. Walaupun nyatanya Rio tidak pernah sekalipun menyentuh masakannya.

"Gak perlu" tanpa ada kata penjelas lagi, Rio langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Ify yang masih berdiri diam dari tadi di tempatnya.

Ify menarik udara sebanyak-banyaknya. Dan menghembuskan kembali secara perlahan. Ify langsung terduduk lemas di lantai saat Rio sudah pergi dan menghilang dari pandangannya. Ify kembali menangis. Menumpahkan rasa sesaknya yang dari tadi sudah menyesakkan di dadanya. Haruskah sesakit ini mencintai? Inilah yang membuat Ify masih bertahan bersama Rio. Karena Ify sangat mencintai Rio. Bahkan Ify tidak memperdulikan perasaan dan dirinya sendiri karena ia terlalu mencintai Rio. Dan semua ini Ify lakukan juga untuk membalas kebaikan kedua orang tua Rio yang sudah mau merawatnya setelah kedua orang tuanya meninggal.

"Aku gak minta kamu balas cinta aku, Yo. Aku Cuma mau kamu bersikap sedikit lebih baik ke aku. Setidaknya aku dapat senyum manis kamu di pagi hari, itu sudah cukup, Yo" lirih Ify yang sudah terduduk lemas di lantai dan kedua tangannya ia gunakan untuk menyanggah berat tubuhnya.

"Drrrttt... Drrrtttt"

Ify merasakan getaran di ponselnya. Dengan sedikit malas Ify mencoba mengambil HP di kantong celana yang ia kenakan. Setelah berhasil mendapatkan benda kecil itu. Ify sedikit terkejut saat tertera 'Mama Manda' di ponselnya. Ify menghapus air matanya. Menarik nafas panjang dan menghembuskan kembali secara perlahan. Setelah Ify rasa semua sudah lebih baik, Ify menggeser icon hijau untuk menjawab panggilan.

"Hallo, Ma" jawab Ify dengan nada ceria seperti biasa. Walau nada itu tidak sesuai dengan suasana hati dan perasaannya saat ini.

"Hallo sayang. Apa kabar?" balas dan tanya Manda di sebrang sana. Ify tersenyum mendengar betapa lembutnya suara Mama mertuanya ini yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri. Itulah yang membuatnya masih terus bertahan saat ini. Bukan hanya sekedar dirinya sangat mencintai Rio. Namun ia juga sudah berjanji kepada dirinya sendiri dan Manda untuk menjaga Rio.

"Ify, baik kok Ma. Mama sendiri bagaimana?"

"Mama juga baik-baik aja kok sayang. Oh iya bagaimana hubungan kamu sama Rio?" Ify kembali ingin menangis saat Manda menanyakan soal hubungannya dengan Rio. Rasa sesak kembali hadir saat ia harus kembali berbohong mengenai hubungannya dengan Rio.

"Rio sama Ify baik-baik aja kok, Ma. Bahkan tadi Rio barusan pulang karena mau makan siang bareng Ify di rumah." Ify menatap ke atas langit-langit dan menggigit bibirnya untuk menahan air matanya agar tidak jatuh dan menahan isakannya. Ini entah sudah kali keberapanya Ify berbohong kepada seseorang yang sudah ia anggap seperti Ibu kandungnya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak ingin membuat Manda sedih jika tau hubungan dirinya dan Rio yang sebenarnya.

"Syukur deh kalau gitu. Mama seneng dengarnya"

"Mama gak usah khawatir ya. Rio sama Ify baik-baik kok. Mama yang penting jaga kesehatan disana. Nanti kalau Rio udah ada waktu. Ify sama Rio bakalan main kesana" Ify memejamkan matanya. Berharap apa yang dia ucapkan tadi akan menjadi kenyataan.

"Iya sayang. Mama tunggu kalian berkunjung kerumah. Pintu rumah juga selalu terbuka lebar untuk kalian berdua"

"Do'ain aja Ma" lirih Ify hampir tak terdengar

"Ya udah Mama tutup ya, Fy" izin Manda

"Iya Ma" jawab Ify. Ify pun sudah ingin menutup sambungan telefon dengan Manda. Ia tidak ingin menambah rasa bersalahnya lagi kerena sudah terlalu sering berbohong. Bagaimana jika suatu saat Manda tau bagaimana yang sebenarnya hubungannya dengan Rio. Pasti beliau akan kecewa dan sangat sedih. Dan Ify tidak mau itu terjadi.

"Maafin, Ify Ma"

***

avataravatar
Next chapter