1 This’s Me

Oh, hai.

Selamat datang di duniaku. Dunia yang sama seperti kalian miliki, di mana diri kalian sendiri adalah sang tokoh utama. Itu sudah jelas, karena tidak mungkin kau membiarkan duniamu dijajah oleh orang lain, bukan?

Baiklah, aku tidak ingin mengulur banyak waktu untuk memperkenalkan diriku. Aku masih memiliki segudang hal yang harus kulakukan. Jadi, lebih baik kuperkenalkan diriku sekarang.

Aku adalah seorang gadis cantik.

Tidak-

Ralat. Aku adalah seorang wanita cantik.

Tolong jangan tanyakan aku tentang perbedaan wanita dan gadis. Kalian pasti sudah mengerti tanpa bertanya.

Namaku adalah Jessica Ellsworth. Panggil saja Jessica, namun teman akrabku biasa memanggilku dengan nama Jessy atau Jessa. Kecuali mereka yang membenciku, mereka menyebutku Jessick. Mereka benar-benar brengsek, padahal aku tidak sakit, hanya gila. Mungkin.

Tidak. Aku tidak gila.

Hanya sedikit gila.

Ya, begitulah.

Umurku baru 22 tahun sejak beberapa bulan lalu. Kapan? Haruskah aku memberitahu tanggal lahirku? Kurasa tidak penting.

Baiklah, aku akan memberitahu kalian.

Terlahir pada 23 Juli 1993 di Amerika Serikat, tepatnya California. Itu adalah kota di mana aku dilahirkan dari sepasang pria dan wanita yang biasa kupanggil dengan sebutan 'Dad' dan 'Mom'. Luke Ellsworth dan Grace Poole, orang tuaku menikah karena cinta sejak sekolah menengah atas. Mereka berada dalam ekstrakurikuler yang sama, yaitu drama musikal. Mom bercerita padaku, saat mereka jatuh cinta, itu ketika mereka berada dalam pengerjaan drama akhir tahun di tingkat kedua. Mom menjadi penata rias para tokoh, sedangkan Dad menjadi pengatur cahaya panggung. Tidak romantis seperti Belle dan Si Buruk Rupa ataupun Cinderella dan pangerannya yang entah bernama siapa. Sial, aku lupa masa kecilku.

Aku tumbuh dengan baik dan sehat, tidak ada penyakit yang mengekori hidupku hingga saat ini. Suatu hari aku akan memberikan Mom dan Dad penghargaan untuk itu. Tubuhku yang semampai dengan sepasang kaki jenjang yang indah, serta dada cup D yang kubanggakan ini, aku menjadi wanita cantik yang tidak kalah dengan model di luar sana. Aku berani bersumpah.

Tentu saja setiap wanita harus penuh percaya diri.

Di masa kecilku, aku adalah anak yang baik dan penurut. Senang sekali memakai gaun dan berkhayal aku seorang putri di negeri dongeng. Dad membantuku dengan mengumpulkan segala pakaian dan aksesoris putri Disney. Ia yang paling memanjakanku. Sedangkan Mom, ia lebih menyayangi kebun kecil di halaman depan. Mom selalu melarangku bermain di dekat kebunnya sejak aku tak sengaja membuang air sabun bekasku mencuci sepeda pada tanamannya. Esok harinya, Mom menemukan bunga-bunga dan tomatnya membusuk.

Ketika memasuki dunia perkuliahan, aku pindah ke New York, meninggalkan kedua orang tuaku di California dan menetap di sebuah apartemen yang Dad belikan untukku. Sebenarnya mereka tidak menyetujui keputusanku ini. Namun, aku dengan sangat terpaksa berbohong pada mereka kalau aku mendapat beasiswa di salah satu universitas di New York. Mereka percaya ucapan dustaku tanpa meminta bukti. Padahal dalam kenyataannya, ujian masuk yang kuikuti di sana sangat memuakkan. Tapi, dengan sial beruntungnya aku lolos. Aku berada di peringkat tujuh dari bawah. Oh, shit. Thanks, God. I got my good luck.

Berbicara mengenai dunia perkuliahan, aku teringat dengan masa-masa awal nakalku. Aku tidak lagi mengenakan gaun putri-putri Disney ataupun berkhayal menjadi seorang putri di kerajaan fiksi. Pergaulanku semakin bebas karena tidak ada Mom dan Dad yang mengawasi. Aku mulai mencoba meminum minuman keras, pergi ke kelab malam, mengikuti berbagai acara balap liar, berpakaian seksi, dan berbagai kenakalan lainnya. Semua kulakukan untuk menghindari stres. Bayangkan saja tugas kuliahmu yang menumpuk bak gunung sampah. Persetan dengan tugas. Aku lulus setelah lima tahun bertahan. Dewi Fortuna ternyata masih bergelayut manja di punggungku.

Selama tiga bulan setelah kelulusan kuliahku, aku memutuskan untuk berhibernasi. Tidur sepanjang hari, berbelanja dengan uang kiriman orang tuaku, menonton film-film yang terlewat selama pekan sibukku yang dengan kurang ajarnya tersita oleh banyak tugas dan pengerjaan skripsi, dan juga dengan nakalnya aku kembali bermain-main ke kelab malam. Meneguk bergelas-gelas alkohol, hingga meliukkan tubuhku di bawah kerlip lampu disko. Intinya selama tiga bulan itu, aku benar-benar memanjakan diriku sendiri.

Selepas dengan itu semua, Mom memintaku tinggal kembali di California.

Aku menolak. Aku sudah terlanjur cinta dengan kota ini dan gemerlapnya.

Tetapi, Mom tetap memaksaku untuk pulang, karena tidak ada lagi yang kulakukan di New York. Bahkan ia berniat akan menjemputku paksa jika aku menolak pulang.

Kembali aku berbohong.

Mom, maafkan putri cantikmu ini. Aku berjanji akan membawa banyak uang setelah aku bosan dari New York dan merindukan California.

Aku mengatakan kalau ada sebuah perusahaan ternama mengundangku untuk bekerja dalam perusahaannya. Awalnya Mom bersikeras memintaku menolak undangan itu. Ia juga berniat mencarikanku pekerjaan yang tidak kalah bergengsi jika aku mau pulang ke rumah.

Jika Mom kukuh dengan keinginannya, aku juga tidak akan kalah. Kami ibu dan anak, tidak mengherankan jika sama-sama keras kepala. Aku mengeluarkan semua jurus merayuku, berharap Mom luluh. Aku juga menghubungi Dad untuk melancarkan aksiku. Dad salah satu yang dapat meluluhkan Mom.

Pada akhirnya, setelah ribuan rayuan manis berkedok dusta itu membuahkan hasil. Mom membiarkan aku tetap di New York, tetapi ia masih bersikeras ingin aku datang ke California. Ia rindu putri tunggal cantiknya, katanya. Bertanya-tanya sudah setinggi apa aku sekarang, berapa berat badanku, dan apakah aku memiliki kantung mata atau tidak.

Tidak ingin membuatnya sedih, aku menyanggupi keinginannya untuk pulang ke California. Mengunjungi Mom dan Dad yang kusayang.

Seminggu kemudian, aku kembali ke New York dengan beralasan bahwa perusahaan yang kumaksud saat itu memintaku untuk datang. Dengan tidak rela Mom mengizinkan aku kembali ke New York, meninggalkannya dengan berderai air mata.

Berbekal pendidikan bisnis dari kuliahku selama lima tahun, aku mengajukan diri sebagai asisten di sebuah perusahaan yang bisa terbilang cukup terkemuka. Kali ini sungguhan. Aku tidak tahu mengapa aku bisa memutuskan untuk melamar pekerjaan di perusahaan itu. Aku tidak berpikir sebelum mengirimkan lembar dokumen yang diperlukan untuk melamar kerja. Bodoh sekali.

Aku baru merasakan kegugupan setelah lembar dokumen melamar kerjaku diterima. Diterima sepuluh hari setelah aku melamar kerja. Aku tidak mengerti apakah mereka bodoh karena menerimaku dengan mudah tanpa pertimbangan matang. Yang pasti, Dewi Fortuna pasti masih bergelayut manja di punggungku, mengikuti kemana pun, di mana pun dan kapan pun aku berada.

Seseorang yang mengaku sebagai HRD perusahaan menghubungiku untuk sesi wawancara. Ia memintaku datang ke sana lusa nanti. Oh, aku harus bersiap-siap untuk ini!

.

.

.

.

.

- To be continue -

avataravatar
Next chapter