webnovel

The First Day [Part A]

Aku terbangun oleh suara yang sangat berisik. Rasanya gendang telingaku ingin pecah. Biasanya ayam yang akan berkokok di pagi hari, tapi-

suara anjing siapa yang menggonggong sepagi ini?! Tidak tahukah ada wanita cantik masih mengantuk sekarang?!

Kututup kepalaku dengan bantal dan menekannya ke telingaku yang bisa saja mengalami gangguan pendengaran setelah ini. Meredam bunyinya agar tidak sampai benar-benar memecahkan gendang telingaku. Tapi, tidak berhasil. Telingaku masih sakit mendengar bunyi sialan itu. Haruskah aku melempar televisiku untuk membungkam mulut berisik itu? Ya, seharusnya memang begitu.

'Krriiiinngggg!'

Suaranya kembali terdengar. Aku mengerang di kasurku, kemudian dengan gusar dan setengah mengantuk aku menegakkan tubuhku secara tak rela.

"Hoaamm~" kuapku dengan mulut terbuka lebar seperti kuda nil.

Menggaruk rambut singaku dengan kesal, kelopak mataku membuka tipis dan mengerjap beberapa kali. Sial, terang sekali ruangan ini.

Rasa kantuk masih memendung di atas kepalaku. Aku tentu masih butuh tidur saat ini. Tubuh kulemparkan kembali ke kasur empuk nan lembut kesayanganku, memeluk boneka beruang putihku dengan penuh mesra. Kelopak mataku terpejam lagi dengan senyum menghiasi wajahku. Aku akan bangun nanti siang saja, lagipula aku tidak memiliki pekerjaan atau agenda saat ini.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Tunggu-

Baru beberapa detik aku hampir kembali pulas, tiba-tiba sepasang mataku terbelalak terbuka. Aku teringat sesuatu, dengan cepat aku menengok ke arah jam weker di atas nakasku. Pukul '09.00 a.m'.

"Sial!"

Aku baru sadar kalau aku sebodoh ini.

Seketika aku melompat dari ranjang, dengan gerakan brutal aku menyambar handuk dan segera memasuki kamar mandi dengan membanting pintu. Maaf, pagiku terlalu berisik karena aku tidak dapat santai sekarang.

Menggosok gigi secepat mungkin, mungkin gusiku akan berdarah nanti. Masa bodoh dengan hal itu, itu tidak penting sekarang. Tubuhku yang kuakui indah ini kugosok dengan sabun. Tidak, aku tidak sempat untuk menyabuni tubuhku. Itu membuang waktu. Jadi aku hanya menyabuni kedua tanganku. Sepertinya aku akan mendapat rekor baruku kali ini. Mandi tercepat.

Aku membuka nakas dan mencari sabun pencuci wajahku. Tapi, di mana?

"Oh, masih di kantung belanja," decihku dengan umpatan kekesalan. Handuk putih yang mengantung dalam diam itu kutarik dan kulilitkan secara asal pada tubuhku. Aku berlari keluar kamar mandi menuju dapur. Ya, karena belanjaanku masih di dapur, aku belum sempat memindahkannya.

Setelah aku mendapatkannya, aku berlari kembali ke dalam kamar mandi. Menyelesaikan ritual mandiku yang sempat tertunda.

'Byuurrr...' air segar menyiram tubuhku, mengendurkan otot-otot yang kaku.

"Arrgghhh sial!" sontak aku berteriak kencang. Pasalnya aku tidak ingin rambutku basah, dan sekarang aku secara tidak sengaja menyiramnya. Akan lama untuk mengeringkannya.

Baiklah, sekarang aku ingin menggigit bantal karena gemas.

Setelah ritual mandiku yang sialnya sangat buruk pagi ini. Brengsek. Tak lupa aku berpakaian, tentu saja jika aku tidak ingin berjalan dengan tubuh telanjang. Bisa-bisa aku diculik ke gedung tua oleh bajingan di luar sana.

Cukup, bodoh, segera berpakaian!

Aku membuka lebar kedua pintu lemariku, apa yang akan kita dapatkan di sini, huh?

Long dress, mini dress, pajamas, swimsuit, lingerie...

Tunggu- lingerie?

Oh, ternyata aku menyimpan lingerie merah seksi di dalam kotak baju ini. Aku tercengang. Mungkin akan kupakai nanti.

Baiklah, kembali mencari.

Jeans, jeans, blouse, jumpsuit, kaus, jeans, kemeja, uhh...campur aduk sekali di dalam sini. Ini isi lemariku? aku tidak ingat memiliki lemari ini.

Ya, ini lemariku, aku berbohong.

Sadar jika aku sudah membuang banyak waktu, segera kuambil sebuah kemeja putih dan rok span pendek cokelat. Rok ini memiliki jas sewarna sebagai pasangannya.

Yaa, tidak buruk untuk kukenakan.

Masih beruntung karena hari ini masih tahap wawancara, kupikir aku akan pulang lebih cepat. Oleh karena itu kusanggul saja rambut basahku daripada membiarkannya tergerai dan membasahi jas cokelatku. Wajahku kurias tipis dengan bibir kupoles warna plum, aku menciptakan kesan dewasa dari penampilanku.

Hari ini aku akan menaiki taksi saja, dan aku berharap nanti akan ada seorang pria yang menawarkan kursi hangat di mobilnya untuk diisi olehku di perjalanan pulang. Semoga saja, berharap itu tidak salah.

Bukan hal sulit untuk kudapatkan taksi, aku hanya tinggal menelpon pihak perusahaan taksi untuk memesan, dan taksi akan menghampiriku layaknya pangeran berkuda putih yang ingin melamarku. Oh, begitu manisnya.

Sepanjang jalan kakiku tremor tanpa sadar, mungkin efek gugup yang tidak bisa kupungkiri. Otakku berusaha mengingat video-video di youtube tentang kiat-kiat bagaimana menghadapi wawancara kerja. Bagaimana penampilan, bahasa tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata dan arrggghhh, banyak sekali yang harus diperhatikan!

Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Secepat kilat aku sampai. Tidak, aku tidak secepat itu. Dua puluh menit perjalanan adalah jarak apartemenku dengan calon kantorku. Gedung yang menjulang tinggi dengan gagahnya di depanku sama seperti dengan pria berseragam di depan sana yang senantiasa menjaga pintu masuk. Otot lengan dan dadanya begitu terpahat indah di tubuhnya. Sungguh maha karya Tuhan.

Tunggu, aku baru saja memuji seorang sekuriti. Tidak apa, bukan larangan.

Baru di depan saja sudah kutemui sekuriti tampan, bagaimana penghuni lainnya?

Sekarang aku harus segera masuk dan menemui HRD.

Di mana ruangannya? Aku tidak tahu.

Aku menegapkan tubuhku, tidak lupa juga dada juga kubusungkan. Seolah menantang seseorang untuk- assudahlah.

Tanganku menyibak sekali rambut wangi berkilauan milikku sebelum mulai melangkahkan kedua kaki seksi ini memasuki gedung. 'Hey, gentlemen, perhatikan aku!' batinku berteriak meminta perhatian. Siapa yang tahu, mungkin nanti akan datang pria bertubuh seksi dengan bulu dada tipis di balik kemeja putihnya menghampiriku, menarikku ke dalam dekapannya dan menghembuskan napasnya di leherku dengan seduktif. Uhh…aku jadi merinding di buatnya.

'Dukk!'

Aku hampir menjerit ketika dengan tidak sengajanya kakiku menendang undakan anak tangga di depan pintu masuk gedung. Syukurlah, aku tidak terjatuh. Sialan memalukan nanti. Mana mungkin baru pertama kali datang sudah mempermalukan diri sendiri.

Aku menengok ke kanan dan kiri bergantian, memastikan tidak ada pasangan mata yang melihat kecerobohanku tadi.

"Fyuh!" aku meniup udara dari mulutku, membuat sedikit poniku bergerak terbang sesaat. Telapak tangan kanan kuletakkan di dada sebelah kiri, mengukur degup jantungku yang bertalu-talu.

Aku tidak gugup. Aku tidak gugup. Aku tidak gugup.

Sial, aku gugup.

Sejujurnya aku belum pernah melakukan wawancara kerja, aku hanya pernah menjual barang-barang bekas di garasi rumah saat liburan. Itu satu-satunya pengalaman kerjaku.

"Mommy, bantulah anak perempuan tersayangmu ini," ratapku akan nasibku setelah ini.

Rasanya aku ingin menyeret Mom untuk menemaniku wawancara hari ini. Jika ada dirinya pasti akan ada kekuatan entah dari mana yang membuatku menjadi berani dan bersahaja.

Bersahaja? Ya, seperti itu bisa.

Beberapa kali aku mengembuskan napas gusar. Tidak biasanya aku seperti ini. Bunyi hentakan heels yang kupakai terdengar cukup keras memasuki gedung, lihat saja semuanya menatapku bak seorang model dengan lampu sorot yang menjadikanku sorot utama.

Tunggu, kenapa aku tidak menjadi model saja? Tubuhku seksi, wajahku cantik, penampilanku secara keseluruhan pun menawan.

Ok, Jessy, cepat menuju resepsionis dan lupakan mengenai model dan kawan-kawannya.

"Huhh…" akan kupastikan ini embusan napasku yang terakhir.

Tidak, aku lupa kalau aku tidak boleh mati lebih dulu sebelum cerita ini tamat.

"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" astaga! Suara siapa itu?

Oh, orang resepsionis.

"Ehkem!" aku menegakkan tubuhku yang sebelumnya tampak kuyu seperti gembel yang baru saja diusir dari emperan toko.

"Saya pelamar kerja di sini, bolehkah kau tunjukkan di mana ruang HRD?" tanyaku dengan senyuman super manis andalanku. Aku harus menciptakan kesan manis, baik dan kalem.

"Ah, Nona bisa naik ke lantai dua melalui lift di sana," wanita resepsionis itu menunjuk pada lift yang berada di sebelah kiriku.

"Nanti di atas, sebelah kiri pintu lift ada koridor, dan pintu pertama di sana ruangan HRD," wah, wanita ini memiliki ingatan yang bagus.

"Terima kasih~" tak lupa aku memberikan senyuman semanis mungkin sebelum pergi menuju lift.

.

.

.

.

.

- To be continue -

Terima kasih untuk siapapun yang sudah mampir^^

KuroyukiRyucreators' thoughts
Next chapter