30 Meatloaf Taco [Part A]

Selamat pagi.

Pagi ini aku terbangun dengan suasana hati yang sangat cerah. Langsung membasuh muka dan melesat ke dapur tanpa berniat kembali tidur barang lima menit lagi. Tidak lupa memakai apron merah muda sebagai persiapan.

Aku sudah memikirkannya semalam, setelah bertelepon dengan Adam dan sebelum jatuh tertidur. Mencari-cari referensi menu untuk makan siang hari ini, aku tidak mau memilih asal. Ini harus spesial untuk bosku tercinta.

Jika kalian bertanya apakah aku bisa memasak, aku akan dengan percaya diri menjawab 'Ya, aku bisa memasak'. Ya, meskipun kemampuanku tidak sekelas koki, setidaknya makanan yang kubuat tidak sampai membuat orang yang memakannya mengalami diare. Dad saja berkata kalau masakanku adalah makanan terenak setelah buatan Mom.

Aku mengeluarkan daging giling, kulit tortilla dan kentang dari dalam kulkas, tidak lupa juga dengan bumbu-bumbu dan bahan pelengkap lainnya.

Tidak, aku tidak berniat membuat taco.

Oh, atau memang taco?

Entahlah, ideku adalah membuat meatloaf yang diselimuti tortilla dengan topping mashed potato dan parutan keju. Kupikir tidak buruk, aku juga sudah pernah mencobanya saat natal di tahun lalu. Lisa bahkan menyukainya.

Agar lebih bersemangat dan ramai, aku memutar musik di ponselku. Sengaja kupilih lagu-lagu dengan lirik penuh cinta, itu sangat sesuai dengan isi hatiku saat ini. Penuh bunga-bunga asmara.

Sembari tangan mulai sibuk bergerak, otakku melayang pada kejadian semalam. Kalimatku sendiri yang berkata akan membuatkan Adam makan siang berputar-putar tanpa henti, seolah aku belum bosan.

Ini adalah langkah pertamaku, aku tidak boleh menggagalkan ini.

"Pertama, akan kupastikan kau jatuh cinta dengan makananku, Bos!" monologku dengan semangat api.

Selanjutnya aku lebih fokus pada masakanku. Mamasukkan daging giling yang sudah kubumbui ke dalam loyang persegi panjang sebelum memasukkannya ke dalam oven. Kemudian, sembari menunggunya matang, aku mengupas kulit kentang dan menumbuknya hingga sangat-sangat halus. Kulit tortillanya juga kupanggang sebentar di atas telfon. Begitu semuanya telah matang, aku segera membungkusnya dengan kulit tortilla seperti taco dan menyusunnya di dalam kotak bekal dua susun berwarna putih. Pada kotak terbawah, tersusun apik enam meatloaf taco, dan di kotak atasnya ada salad buah sebagai makanan penutup.

Fyuhh.

Akhirnya selesai juga sesi perang pagiku demi memperjuangkan cinta.

Aku menatap kotak bekal di hadapanku dengan rasa puas dan bangga yang membuncah. Rasanya jadi semakin tidak sabar menunjukkannya pada Adam dan kita akan makan bersama.

Oh, karena sudah terlanjur di dapur, sekalian saja aku membuat segelas susu dan menuang sereal untuk sarapan. Jadi, aku bisa langsung berangkat ke kantor setelah mandi dan bersiap.

Aku selesai dua puluh menit kemudian, itu waktu sarapan sekaligus waktu membersihkan sisa-sisa bahan dan peralatan yang kotor. Aku tidak suka meninggalkan apartemenku dengan keadaan kotor, karena ketika pulang kerja aku terlalu lelah untuk membersihkannya.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi, sudah saatnya aku segera bersiap. Hari ini aku akan memakai blus merah muda dengan rok putih. Pft, sebenarnya ini representasi dari cinta yang mulia.

Hahahahha~!

Waw, sudah lama sejak aku merasa jatuh cinta seperti remaja begini.

Aku memandang pantulan wajahku di cermin. Riasan tipis yang kukenakan tidak dapat menyembunyikan wajah meronaku.

Sial, bagaimana jika nanti aku tidak dapat menahan wajahku memerah di depan Adam. Semalam tidak mungkin bisa terlihat karena melalui telepon, jadi aku masih aman.

Err, kecuali ucapanku yang lancang, hahaha.

Aku menepuk-nepuk pipiku dengan telapak tangan sebelum menyanggul rendah rambutku. Dalam hati aku berdoa agar aku masih terlihat senormal mungkin ketika berada di dekat Adam. Aku tidak boleh seperti Samantha bodoh.

Oh, dan Luna.

Lupakan, lupakan, Jessy. Kedua nama itu hanya merusak hari indahmu saja.

Melihat tidak ada lagi yang kurang, aku meraih tasku dan meningalkan kamar. Berbelok dulu ke dapur untuk mengambil kotak bekal yang sudah siap dengan apik. Untungnya aku tidak melupakannya barang sedetik dari ingatanku. Tidak lucu kalau aku sampai meninggalkannya, wajahku bisa jatuh di hadapan Adam.

Aku menaiki taksi untuk pergi ke kantor dan tidak ada alasan kenapa aku tidak mengendarai mobilku sendiri yang baik-baik saja. Aku hanya sedang tidak ingin. Kotak bekal di pangkuanku membuatku tidak henti-hentinya tersenyum geli seorang diri. Mungkin si supir sampai terheran-heran melihatku dari cerminnya.

Ini menjadi hari pertama yang membuatku sangat semangat datang ke kantor. Sampai di pintu depan saja aku sudah menyapa orang-orang yang berlalu lalang. Wow, hal yang tidak pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Biasanya aku langsung melewati lobi sambi ke ruanganku, dan hanya menyahut sapaan-sapaan yang lebih dulu dilayangkan padaku.

"Cerah sekali wajahmu, Jessy."

Ketika aku menoleh ke samping, aku melihat Allan sudah menyamai langkahku. Ck, kehadirannya tidak terdeteksi.

"Memang kenapa? Ini tanda kalau aku sedang bersemangat untu bekerja." Sabar, aku tidak boleh terusik.

"Tidak apa-apa. Tapi, terlihat seperti sedang jatuh cinta."

'Blush!' reflek aku menoleh sepenuhnya ke arah Allan dan pria itu menatapku dengan sedikit terkejut.

"Wah, wah, benar, ya, ahahhaha!" tawanya langsung menyita perhatian pekerja lainnya.

"Diam, kau!" cepat-cepat aku menyubit lengannya sebagai bentuk kekesalanku.

"Aw!" Allan meringis sambil menarik lengannya spontan.

"Aku jadi penasaran siapa prianya, hahaha."

Godaan Allan tidak lagi kudengar karena aku memilih mengambil langkah cepat ke arah lift. Ruangan kami yang berbeda lantai menyelamatkanku darinya, jadi aku tidak perlu berlama-lama menahan malu. Untung saja Allan juga tidak bertanya mengenai kotak bekal mencolok yang kubawa.

Di dalam lift aku mengatur napasku, lalu mengerucutkan bibirku sambil merotasikannya ke segala arah. Oh, maksudku agat aku terlihat kembali normal, tapi pantulan dinding lift menyadarkanku ada lima tatapan aneh yang menatap pantulan diriku.

Aku berdecak, dasar sialan.

Bunyi lift di lantai dua puluh tiga membuatku langsung menerobos keluar orang-orang yang berdiri di depanku.

Jam dinding di atas meja resepsionis menunjukkan jam kerja masih tiga puluh menit lagi. Cepat juga aku tiba.

"Wah, apakah ada anak TK yang ingin pergi tamasya?" telingaku menangkap dengan suara yang tak asing. Siapa lagi kalau bukan Lucy Mauren si setan pirang. Dia harus bangga aku bisa mengingat namanya kembali kali ini.

"Mulutmu perlu dijahit agar tidak menimbulkan polusi udara!" itu kalimat balasanku tanpa repot menunggu reaksinya. Aku melanjutkan langkahku ke koridor dan menuju ruang kerjaku. Tempat ternyaman di mana tidak akan ada keributan.

YA! TERKECUALI HARI PERTAMA AKU BEKERJA DAN HARI DI MANA SAM KETAHUAN KALAU DIA ADALAH BOS GADUNGAN.

Aku tidak tahu apakah Bos sudah datang atau belum, jadi kuketuk pintunya dua kali. Namun, karena tak kunjung mendapatkan jawaban, aku langsung masuk saja.

Adam belum datang.

"Fyuhh~" aku menghempaskan tubuh pada kursi kerjaku, kotak bekalnya kuletakkan di depan layar komputer. Bagaimana aku meletakannya, ya...

Kalau kuletakkan di atas meja akan terlihat mencolok dan mengganggu, padahal sedang waktu kerja dan bisa-bisanya kotak bekal sudah ada di atas meja.

Lalu, kalau kusembunyikan, Adam tidak akan tahu kalau aku benar menepati janjiku semalam. Hmm... tapi, ini bisa menjadi kejutan untuknya.

Oke, kuletakkan di salah satu laci yang masih menyisakan ruang. Bersamaan dengan itu, terdengar suara pintu dibuka.

"Selamat pagi, Jessy."

Adam muncul lengkap dengan senyum tipisnya. Hari ini ia memakai kemeja biru muda dan dasi biru tua bergaris putih.

Wajahnya begitu segar dan enak dipandang.

"Jessy?"

Aku terkesiap saat masih dalam posisi setengah memiringkan tubuhku ke kanan. Buru-buru aku menutup lagi dan menegakkan tubuhku.

"Selamat pagi, Tuan," balasku yang dengan bodohnya terlambat untuk merespon. Ck, bodoh.

Adam melepas jas hitamnya dan menggantungnya pada punggung kursi sebelum ia duduk menempatkan diri. Dengan jemarinya ia sedikit mengendurkan dasi yang melingkar di kerahnya.

Aku tidak berniat terus mengintipnya, tapi aku juga tidak bisa melewatkannya.

"Bagaimana tidurmu semalam, Jessy?"

Ia sangat ramah untuk ukuran bos dari perusahaan besar, ini membuatku bertanya-tanya apakah banyak bos seperti dirinya.

"Sangat baik dan sangat nyenyak," senyum lebarku tidak bisa kutahan!

"Kupikir kau tidak berbohong karena wajahmu tidak menunjukkan rasa lelah berlebih."

Apa Adam memperhatikanku?!

Aaaaa! rasanya aku ingin teriak sekarang juga.

"Itu benar, Tuan. Suasana hati saya membaik saat menjelang tidur," dan itu karenamu Bos. Akan lebih baik jika setiap malam kau melakukan itu, meneleponku. Pasti kualitas tidurku tidak akan buruk dan mimpi indah yang akan selalu muncul menemaniku hingga pagi.

"Senang mendengarnya, Jessy. Selamat bekerja untuk hari ini."

Ini pertama kalinya Adam berkata seperti itu sebelum waktu bekerja. Benar-benar vitamin penyemangat.

"Terima kasih, Bos." Jari-jemariku meremas rok di balik meja, merasa gemas dengan sikap manis Bos pagi ini. Semoga sikap manisnya itu hanya untukku, dan satu-satunya yang boleh melihatnya di sini hanyalah aku. Amin!

"Bagaimana agenda pertama hari ini dimulai, Jessy?" Adam melemparkan tanya mengenai pekerjaannya pagi ini.

Aku segera mengeluarkan buku agendanya dari tas, mengecek acara apa sebagai pemulai hari.

"Pembahasan proposal yang diajukan pihak perusahaan Dollhouse di jam sepuluh nanti."

Aku cukup tahu mengenai Dollhouse, itu perusahaan boneka yang yang merajai pasarnya. Terkenal seantero negara bagian di Amerika.

"Oh, pembukaan cabang Asia. Kukira mereka jadi memundurkannya di akhir tahun." Adam menimpali, sedangkan aku yang tidak begitu tahu menahu hanya menatapnya.

Aku belum pernah mendengar lebih mengenai isi proposalnya. Ini agenda yang sudah ada ketika aku memegang buku ini. Mungkin asisten lamanya sudah lebih dulu menulisnya.

"Apakah Blue Pasific yang akan menangani konstruksinya?"

Bodoh sekali pertanyaanku.

"Ini sudah ketiga kalinya kami bekerja sama. Dua sebelumnya di Amerika Utara, dan kali ini di Asia. Dari rencana yang kudengar di bulan lalu, mereka akan memilih Korea Selatan."

Hmm... jika Blue Pasific menyetujui proyek ini, Adam pasti akan menetap di Korea Selatan untuk kepentingan proyek ini.

Hehehehe, berarti aku juga akan pergi bersamanya.

"Rencana yang menarik..."

"Ya, kenapa, Jessy?"

Sial, aku menggumam cukup keras ternyata.

.

.

.

.

.

- To be continue -

avataravatar
Next chapter