6 [Skyrius 03] The Day When He First Slaughter (Part 02)

Brug!!

Robert dan Fiola mendarat di daerah padang rumput dengan selamat. Sebuah kawah selebar tiga meter lebih tercipta di tempat mereka mendarat, sedikit terbakar karena aura hitam yang melindungi kedua orang itu saat jatuh. Tanpa menunggu lama, Robert segera meloncat ke atas rerumputan dan keluar dari lubang sedalam satu meter, kemudian langsung menurunkan Putri Fiola yang terlihat sedikit lemas karena perjalanan tidak lazim yang baru saja dilaluinya.

Kaki mekaniknya yang terbuat dari kayu dan keramik menyentuh rerumputan dengan halus. Rambutnya yang indah bagaikan benang perak berkibar tertiup angin, kain putih yang menutupi dirinya pun ikut berkibar tertiup dan sekilas memperlihatkan sebagian kulit putih dan rapuh miliknya yang penuh luka goresan.

Untuk beberapa alasan, Tuan Putri dari kerajaan yang runtuh itu memasang ekspresi wajah sedih yang amat mendalam, matanya berkaca-kaca dan terlihat menahan tangis. Tatapannya terus mengarah ke utara, tempat Ibukota kerajaan Armenia berada. Mungkin untuk kedepannya kota penuh sejarah itu akan benar-benar menjadi sebuah sejarah belaka nantinya, tetapi sejarah keberadaan kota tersebut akan menjadi hal paling berharga bagi Fiola kelak di mana depan. Sebuah kota yang menjadi tempat tinggalnya selama enam belas tahun lebih, sebuah kota di mana keluarganya meninggal, dan merupakan tempat dirinya dilahirkan.

Sadar akan kesedihan yang ada dalam raut wajah gadis itu, Robert memalingkan wajah dan melihat ke arah rerumputan yang bergoyang tertiup angin. Sorot matanya terlihat kosong dan seakan tidak peduli dengan semua itu.

"Ya, tak heran dia sedih. Kalau tidak salah dengar dari gadis komandan itu ... seluruh keluarganya dibunuh, 'kan? Dan juga, Negeri tempatnya tinggal telah dibumihanguskan. Kalau dia ingin bunuh diri pun aku rasa itu tidak aneh."

Robert kembali melihat ke arah gadis berambut putih keperakan itu, kemudian mengelus kepalanya dari belakang, layaknya kasih sayang ayah pada anaknya. Merasakan hangatnya tangan Robert, Fiola menunduk dan mulai menangis tersedu. Tak bisa menahan kesedihan yang ada, Tuan Putri kerajaan Armenia itu meneteskan air mata dalam keheningan, suaranya seakan terbawa bersama angin di padang rumput tersebut.

Saat mengingat kembali nasib Fiola, Robert sedikit merasa kalau apa yang dideritanya di kehidupan sebelumnya tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan gadis bertubuh mungil tersebut. Itu fakta, pada dasarnya dirinya dulu diberi kesempatan untuk menjadi lebih kuat, tidak seperti Fiola saat ini.

"Ayahanda ... Ibunda ... Kakanda ... Harus bagaimana lagi ... saya harus bagaimana sekarang ...? Apa yang harus saya lakukan sekarnag ....?"

Gadis itu berbalik dan langsung memeluk Robert yang berdiri di belakangnya. Robert sedikit terkejut, tetapi entah mengapa pria itu merasa tidak keberatan akan hal tersebut. Berusaha untuk memahami kesedihan gadis itu, pria tersebut balik memeluknya dan ingin membuat Tuan Putri itu tenang. Ia mulai menangis lepas dalam pelukan Robert, meluapkan semua kesedihannya yang ditahan selama ini pada pria itu.

"Tuan ... saya harus bagaimana ...? Semua yang berharga dalam hidupku ... semuanya telah lenyap ... Ayah saya ... Ibu saya ... Keluarga saya ... semuanya ... semuanya telah lenyap ... saya tak punya alasan lagi untuk hidup di dunia ini. Padahal Anda telah menyelamatkan nyawa ini, tapi ... tapi ...."

Gadis itu tambah memeluk erat tubuh pria itu dan menangis dalam dekapannya. Robert terdiam untuk sesaat, pertanyaan itu juga tidak bisa langsung dijawab Robert. Untuk sekarang, pria tersebut memang tidak memiliki tujuan hidup sama seperti Fiola. Meskipun telah diberi kehidupan kedua, Robert sama sekali belum memikirkan untuk apa dan ke mana arah hidupnya nanti. Saat itu Ia terpikir sesuatu untuk menebus dosa-dosanya di kehidupan sebelumnya. Ia tersenyum gelam dan memeluk Fiola dengan lembut.

"Tidak punya apa-apa lagi ...? Bicara apa kamu ini, bukannya kamu masih punya nyawa untuk menjalani hidup. Kau tahu ... itu sudah lebih dari cukup ...."

Robert mengelus kepala Fiola dan memberinya senyuman hangat yang amat palsu. Perkataan yang pria itu berikan kepadanya itu adalah sebuah kemunafikan. Robert, pria itu pada dasarnya sama sekali tidak menghargai sebuah konsep nyawa seperti kehidupan dan kematian. Setelah merasakan rasa sakit serta penyesalan sebelum mati, Robert hanya berharap tidak membuat kesalahan yang membuatnya menyesal di akhir nantinya. Ia tidak benar-benar menganggap apa yang telah diperbuat di kehidupan sebelumnya itu sepenuhnya kesalahan.

"Asalkan kamu masih hidup, itu sudah cukup untuk memulai hal yang baru .... Mungkin ini terdengar angkuh atau semacamnya, tapi ... hidup itu selalu dipenuhi oleh awal dan akhir ... jika ada yang berakhir, itu berarti ada awal untuk sesuatu ...."

Putri Fiola mendongak ke atas dan melihat wajah pria yang tersenyum dengan tulus di mata gadis itu. Perkataan kali ini bukanlah sebuah kebohongan, Robert benar-benar berpikir demikian. Tetapi ada satu hal yang berbeda baginya, di mata Robert awal dan akhir adalah dua hal tidak terlalu berbeda. Bagi pria itu awal, ataupun akhir bukanlah suatu hal yang terlalu penting. Yang penting adalah bagaimana cara menjalaninya.

"Ta-Tapi ... saya ...!"

"Tak perlu terburu-buru." Robert kembali memeluk Fiola. "Cukup jalani saja ...," lanjutnya dengan suara lembut yang membuat rasa tenang pada diri Fiola. Mendengar perkataan itu, entah mengapa Fiola merasa bahwa dirinya bisa mempercayai pria yang telah menyelamatkannya itu. Hatinya diluluhkan, dan tenggelam dalam hangatnya dekapan Robert. Tetapi Fiola salah sangka, itu bukanlah rasa percaya yang murni seperti yang Ia kira. Hal yang ada pada diri gadis itu pada dasarnya adalah karena salah satu Berkah yang dimiliki Robert.

Selama beberapa menit, mereka saling berpelukan sampai gadis itu benar-benar tenang dan berhenti meneteskan ari mata. Saat dirinya telah merasa baikkan, Fiola melepaskan pelukannya dan mengambil tiga langkah ke belakang, kemudian menatap Robert dengan penuh harapan.

"Na-Nama saya Fiola Resterus ... kalau boleh, bisakah Anda memberitahu saya nama Anda ...?"

Saat melihat gadis itu bertanya dengan wajah dengan mata memerah dan masih sedikit berlinang air mata, sesuatu perasaan aneh seakan ada yang menyentuh hati Robert. Ekspresi itu sedikit mengingat dirinya dengan anak perempuannya, sorot mata dan sifat memaksakan diri Fiola sangat mirip dengan Fiala. Entah itu hanya permainan takdir, nama mereka yang hampir sama membuat Robert melihat sosok anaknya dalam gadis berambut putih keperakan yang ada di hadapannya.

"Mirip, sangat mirip .... sifatnya itu .... Walaupun tubuhnya kecil, gadis ini kuat sekali ya, sungguh. Mungkin lebih kuat dari diriku."

Robert tersenyum kecil, lalu menjawab pertanyaannya dengan suara ringan dan ramah, "Hem, namaku William Robert ... salam kenal, Fiola."

Disaat mereka bertukar senyum, angin kencang bertiup kencang ke arah mereka. Mengikuti rumput ilalang yang ikut terbang tertiup angin, Robert mendongak ke atas dan melihat langit biru yang cerah. Saat itulah Ia baru sadar masalah serius yang sebenarnya.

"Eng, ngomong-omong ... ini di mana?" pikir Robert.

"Ada apa, Tuan Robert?" tanya Fiola.

"Tidak ... hanya saja ... ini di mana?"

"Eh?! Tuan meloncat tanpa tahu akan pergi ke mana?"

"Yah...." Robert memalingkan wajahnya dan sedikit merasa bersalah.

"Hem, jika di sana arah kita datang adalah utara, berarti kita berada di selatan ... Eng, melihat jarak loncatan tadi ... mungkin ini daerah Kerajaan Urue atau Republik Sriana ...."

Mendengar nama-nama yang asing tersebut, Robert mulai terlihat kebingungan.

"Ada apa, Tuan Robert?" tanya Fiola.

"Tidak ... sebenarnya ...."

Setelah itu Robert menjelaskan bahwa Ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang dunia ini, dan Ia sama sekali tidak tahu menahu tentang segala sesuatu yang terjadi di benua tempat mereka berada. Fiola sempat ragu, tetapi saat melihat raut wajah Robert yang sama sekali tidak berdusta, pada akhirnya Ia tidak punya pilihan selain percaya.

"Sungguh ...? Padahal Anda sebelumnya ... dengan berani menyusup dan menyelamatkanku .... Bahkan sampai-sampai ...."

"Jujur saja itu hanya terbawa suasana," jawab Robert dengan cepat. Ekspresi datar pria itu membuat Fiola kebingungan, dan Ia merasa depresi akan nasib mereka nanti ke depannya.

"Bagaimana ini ...? Prajurit kekaisaran Vandal bisa saja akan segera datang dan menangkap kita ...!" ucap Fiola.

"Yah, tenang saja ... nanti juga beres. Saat situasi seperti ini, tenang adalah hal yang terpenting. Tapi ya, pertama-tama sebaiknya kita ke kota atau desa terdekat untuk mencari pakaian, terutama untukmu. Sebagai seorang pria sehat jasmani rohani, rasanya membiarkan kamu terus seperti itu agak menyakitkan."

Mendengar perkataannya tersebut, Fiola melihat tubuhnya sendiri. Tuan Putri berambut perak itu baru sadar kalau dirinya selama ini tidak mengenakan pakaian, dan tubuhnya hanya ditutupi oleh selembar kain putih yang bahkan tidak bisa menutupinya kulitnya secara penuh. Wajah gadis itu memerah seketika, dan Ia langsung berjongkok sambil berusaha menutupi tubuh dengan kain.

"Maaf, aku melihatnya," ucap Robert dengan santai.

avataravatar
Next chapter