22 Bab 22. Berbeda Dari Wanita Lainnya

"Kita berakhir, aku tidak mau bertemu denganmu lagi." Bisa dilihat bulir bening tidak berhenti membanjiri kedua pipinya.

Setelah mengatakan semua itu, Anna menarik tangan Devan menuju pintu, keluar dari sana.

Meninggalkan seorang Brian yang berdiri mematung di tempat.

Bahkan Anna tidak menoleh sedikitpun dan sudah keluar dari sana.

Hatinya hancur, ia tidak bisa berada di tempat ini lebih lama lagi. Anna ingin pulang.

Gadis itu terus berjalan dengan tangan Devan berada dalam genggamannya tanpa ia sadari.

Diperlakukan seperti itu oleh Anna, salah satu alisnya terangkat.

"Anna, kamu mau ke mana?" tanya Devan setelah mereka berdua berjalan menjauh dari toilet.

Seketika Anna berbalik dan menatap tajam ke arah pria itu. "Kenapa? Kamu ingin aku kembali ke pesta itu?"

"Tidak, Devan. Aku ingin pulang, aku capek. Aku tidak ingin berada di sini lagi," ucap Anna sesenggukan, salah satu tangannya mengusap air mata yang sepertinya menolak untuk berhenti keluar

"Jika masih ingin tinggal di sini, itu terserah kamu, tapi tidak denganku," tambahnya lagi.

Mendengar itu, Devan mengangkat tangannya yang masih berada dalam genggaman Anna sembari menaikkan salah satu alisnya.

"Ah ya, ma-maaf," ucap Anna segera melepas kan tangan pria itu. "Aku pergi, dan ku harap setelah malam ini, aku tidak bertemu denganmu lagi," tambahnya lagi kemudian membalikkan badan, berjalan menjauh dari Devan.

"Tunggu!" ucap Devan.

Namun, Anna tidak menggubris pria itu dan terus melangkah, tetesan bening terus membasahi pipinya. Rasanya saat ini, ia ingin menghilang saja.

"Anna, tunggu!" teriak Devan sekali lagi, segera menyusul gadis itu, menarik lengannya dan berhasil membuat langkah Anna berhenti.

"Jangan menghalangiku, Devan. Kita berdua hanyalah orang asing, jangan terus memaksaku untuk menuruti semua keinginanmu," ucap Anna tidak terima. Nada suaranya sedikit meninggi.

"Kamu mau kemana?" tanya Devan mengulangi, terdengar sangat santai dan tidak memperdulikan semua hal yang diucapkan gadis itu.

"Aku sudah bilang, aku mau pulang."

"Tapi jalan keluarnya di sana," ucap Devan sembari menunjuk ke arah belakangnya tanpa membalikkan tubuhnya.

Seketika Anna mematung di tempat, malu? Tentu saja. Lagi-lagi Devan membuat gadis itu merasa malu dengan tindakannya sendiri.

Gadis itu tidak merespon, dan dengan wajah kaku ia segera beranjak, memutar arah, melewati keberadaan Devan tanpa sepatah katapun.

Sementara di sisi lain, tanpa sadar Devan menyunggingkan senyum samar, namun hanya beberapa detik kemudian kembali menormalkan ekspresinya ketika menyadari apa yang baru saja dilakukannya. Berdehem sejenak lalu menyusul Anna.

Gadis itu berjalan dengan langkah sangat cepat, tentu saja Devan berusaha menyamainya. Pria itu menebak, jika saja Anna tidak mengenakan high heels, mungkin gadis itu sudah berlari saat ini.

Namun, tiba-tiba Anna menghentikan langkahnya membuat Devan yang berjalan di belakang ikut melakukan hal yang sama.

"Apa lagi yang akan dilakukan gadis itu?" kening Devan berkerut.

Dan ternyata apa yang ada di pikirannya beberapa detik yang lalu baru saja terjadi.

Dari posisinya, Devan bisa melihat Anna melepas high heelsnya dan memilih bertelanjang kaki. Berjalan semakin cepat dan kini bahkan sudah berlari kecil.

"Eh?"

Devan tak habis pikir, bagaimana bisa ada wanita yang tidak memiliki perasaan malu seperti itu? Ketika semua wanita yang selalu ia temui berlomba-lomba untuk tampil cantik dan sempurna, Anna malah bersikap sebaliknya. Ya, meskipun ia tahu bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja, namun bukan berarti ia harus mengabaikan penampilannya bukan?

Gadis itu bahkan tak memperdulikan tatapan orang-orang disekitarnya, mencopot sepatunya sembarangan dan memilih untuk bertelanjang kaki.

Sudut bibir Devan kembali terangkat samar. "Menarik."

.

.

.

Langkah Anna sudah sangat dekat dengan lift, tiba-tiba tubuhnya terangkat dan berhasil membuat gadis itu terperanjat.

"Jangan menolak," ucap Devan. Ya, pria itu menggendong Anna dengan gaya ala bridal style.

"Lantai sangat dingin, aku tidak mau kamu sakit hanya karena mengikutiku ke sini," ucap Devan segera ketika melihat Anna ingin bersuara.

"Kamu memaksaku," ujar Anna, sesekali masih terdengar suara sesenggukan.

"Terserah kamu saja," balas Devan segera memasuki lift yang baru saja terbuka.

avataravatar
Next chapter