4 Kind

Cahaya lampu jalanan mulai menerangi kota, kendaraan masih tetap berlalu lalang tak mengenal waktu. Malam ini Kei sangat bahagia sebab idol kesukaannya melakukan siaran langsung di instagram. Ia berguling - guling tidak jelas selama 14 menit persis orang gila. Ketika siarannya selesai ia menuju ke dapur untuk mengambil minum, tenggorokan terasa kering sehabis teriak melihat idol tercinta. Pras yang sedang duduk santai di sofa menggerutu kesal akibat kalah dalam permainan online. Kei menggelengkan kepala melihat tingkah laku bar - bar Delviano Prasuthyon. Ketika hendak kembali ke kamar, seseorang mengetuk pintu sambil memanggil nama Kei.

"Iya sebentar" Kei bergegas ke pintu utama dan melihat siapa yang datang. Ternyata itu sahabat karib semasa duduk di bangku SMP, Tristan dan Audrin. Mereka membawa satu box pizza beserta cola dan kentang. Kei tersenyum bahagia, kebetulan juga ia belum makan malam. Adik Kei yang semula duduk di sofa langsung mendekat tersenyum berharap.

"Giliran makan aja langsung exited" Kei menggeleng pasrah melihat tingkah laku abstark Pras. Tristan dan Audrin sangat senang dengan momen seperti ini.

Papa dan Mama Kei sedang pergi keluar membeli Kipas angin, karena kipas angin dirumah Kei sudah tidak berfungsi. Jadi mereka bisa mengobrol sepuasnya, tidak ada obrolan berat hanya curhatan satu sama lain di sekolah masing - masing. Tristan, Audrin, dan Kei sekolah di tempat yang berbeda, mereka sudah berjanji melalui surat perpisahan dengan kalimat penyemangat ciri khas masing - masing.

Kei menceritakan sedikit kendala tentang cacian fisik yang ia alami di sekolah kepada Audrin dan Tristan. Mereka menanggapi dengan memberikan nasehat ampuh seperti biasa, tapi Kei tidak menceritakan peristiwa kelam yang ia alami. Kei terlalu malu sebab ia lupa dengan dirinya di masa lalu, sosok periang tak gentar oleh cacian.

"Kei dengerin gue, cantik itu relatif, semua orang bisa cantik dengan caranya sendiri. So menurut gue dan Tristan kecantikan lo cuman bisa dilihat sama orang - orang tertentu. Karena kupu - kupu gabisa liat sayapnya sendiri. Dan lo punya keistimewaan yang orang lain gapunya. Stay percaya diri Kei, lo istimewa"

Anggukan setuju ditunjukkan terhadap nasehat penyemangat dari Audrin, papa dan mama baru saja pulang dari membeli kipas. Waktu juga sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, Tristan dan Audrin pamit pulang sebab besok harus sekolah. Rumah kembali sepi, Kei berjalan lunglai menuju kamar, jika saja perkataan Audrin benar maka Kei pasti sedikit lebih bahagia. Dipandangnya baju cantik yang dikenakan oleh model berpostur ideal. Ingin sekali rasanya menjadi cantik sepertinya, Kei melihat pantulan diri di kaca kemudian begidik ngeri.

Dihempaskan tubuh besar keatas kasur sambil memandang langit – langit hampa. Kei berharap agar hari esok berjalan lebih mulus dari hari sebelumnya. Siap tidak siap ia harus mampu melewati segala rintangan.

"Dandelion memang bunga putih rapuh, namun keberanian serta ketangguhannya tidak dapat tertandingi oleh apapun"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Perpustakaan siang ini ramai tidak seperti biasa, penyebabnya adalah kakak kelas tampan super jenius satu sekolah. Dony Oktaviandi, siapa yang tidak kenal dengannya, lelaki dengan postur tubuh ideal idaman para wanita. Dony selalu mendapat peringkat satu selama hidupnya, tidak ada yang bisa mengalahkan tingkat kecerdasan seorang Dony. Untung saja Dony dan Kei berbeda tingkatan, bisa – bisa Kei stress akibat belajar. Kei yang mencoba fokus merasa terganggu dengan suara bising disebelahnya, gadis ini tidak bisa diam saat memperhatikan Dony. Merasa risih, Kei pindah tempat di lantai dua perpustakaan, disana lebih sepi dan tenang tidak seperti di lantai bawah. Bagaimana bisa Dony tidak merasa terganggu dengan fans yang berisik disaat belajar, sungguh ber-IQ tinggi.

Lantai dua perpustakaan lebih didominasi dengan tempat kesenian, banyak kanvas dan cat disana. Ada beberapa siswa yang Kei kenal sedang berlatih menggambar untuk persiapan event kesenian satu hari lagi. Penasaran, Kei mendekati mereka bermaksud untuk melihat hasil lukisannya. Kei bergumam kagum melihat lukisan Kenzo yang sangat segar, pemandangan air terjun dengan taman bunga kecil. Selanjutnya lukisan Yuda, lebih terkesan artistik dengan graffiti burung garuda.

"Gimana Kei, keren? ada peluang menang gak?" Yuda bertanya sekaligus sedikit merayu siapa tau bisa menang di event kali ini.

"Kerennya sih pasti dong, masalah menang itu urusan juri kak, Kei mana faham. Gambar garis lurus aja belepotan" Kei menjawab dengan gurauan, Kenzo yang mendengar ikut tertawa renyah. Ia kembali ke tempat duduknya karena harus menyelesaikan tugas sejarah dan harus dikumpulkan hari ini. Kebetulan saja jam pelajaran bahasa Indonesia kosong selama dua jam karena bu Sunny sedang dinas luar kota. Kei memanfaatkannya sebaik mungkin untuk mengerjakan tugas di perpustakaan agar lebih rileks.

Ditengah - tengah menulis, Kei mendapat sedikit gangguan dari orang paling menyebalkan yang tidak ingin dia temui. Tak ada angin tak ada hujan, Rendy berdiri di depan mejanya sambil mendekatkan wajah miliknya kearah Kei. Tentu saja ia shock akibat kelakuan Rendy, ia sangat malu apalagi ada beberapa fans Rendy disini. Untung saja mereka tidak sadar karena sibuk melihat Dony dilantai bawah, jika mereka tau bisa habis Kei diserbu.

"Hari ini lo pakek liptint, mau pakek apapun juga lo tetep jelek" Setelah mengatakan hal menyakitkan, Rendy duduk dibangku depan Kei sambil melihat kearah tugasnya.

"Tumben lo hari ini pakek sweater? Biar keliatan gemukan ya? Tapi maaf kekurangan gizi beda sama yang gabisa gemuk"

Rendy terdiam sesaat kemudian menatap tenang wanita di hadapannya. Ia mulai tertarik dengan pembicaraan, Kei sangat seru ketika diajak berdebat.

"Seberapa banyak lo nangis disetiap harinya?"

"lebih tepatnya gak sebanyak dosa yang lo punya"

Rendy sedikit tersentak layaknya ditusuk oleh ribuan busur panah, kata – kata Kei lembut namun sangat menyakitkan. Tidak mau kalah, Rendy mengeluarkan jurus terakhir dan ia yakin bisa menang.

"Seberapa banyak lo memperbaiki wajah sampai hampir menyerah dengan sekitar?" smirk Rendy terukir sempurna menandakan bahwa ia sangat percaya diri menang perdebatan dengan Kei.

Kata – kata itu tidak terasa jika begitu menyakitkan, ia memang sudah bersusah payah memperbaiki wajah agar terlihat indah seperti wanita lainnya. Air mata jatuh perlahan membasahi pipi Kei hingga membuat buku tugasnya basah oleh setitik kesedihan. Rendy tersenyum menang melihat lawan tumbang seketika. Saatnya mengeluarkan skak matt terakhir.

"Dasar lemah" Ucapan itu membuat Kei sudah tidak bisa menahan emosinya lagi, tangis berubah menjadi seringaian amarah.

"Lo ga akan pernah tau perjuangan seperti apa yang udah gue lakuin demi memperbaiki diri, jadi manusia gak berguna kayak lo lebih baik diam, karena lo tidak menghasilkan usaha apapun!"

"Tau apa lo soal usaha yang udah gue lakuin? Setidaknya gue bisa diterima publik dengan hasil karya murni keterampilan!"

"Keterampilan? Oh ya asal lo tau ya, siapa yang ngedukung lo dalam hal menggambar? Gaada bodoh. Semua orang cuman liat tampang!"

"JANGAN SEMBARANGAN LO KALAU NGOMONG! MESKIPUN GAADA YANG DUKUNG KETERAMPILAN GUE! SETIDAKNYA GUE BISA BERTAHAN HINGGA SEJAUH INI!"

"LO JUGA GAUSAH SEMBARAAN BEGO! MESKIPUN GAADA YANG MEMANDANG BAKAT DAN PRESTASI GUE, SETIDAKNYA GUE JUGA BISA BERTAHAN SAMPAI SEJAUH INI!"

"JELEK!!"

"BODOH!!"

Kenzo dan Yuda yang melihat pertengakaran luar biasa antara kedua kubu mulai mencoba melerai. Bahkan penjaga perpustakaan juga ikut melerai, Kei dan Rendy seketika menjadi bahan tontonan heboh para murid di perpustakaan.

"AWAS AJA LO YA! LO KIRA GUE TAKUT SAMA COWOK KREMPENG KAYA LO?"

"LO KIRA GUE GABAKAL KUAT APA LAWAN CEWEK BESAR KAYA LO?!!"

"Astaga salah apa gue sampe harus ngelerai orang macem begini" pasrah Kenzo yang lelah dengan kelakuan mereka.

Alhasil mereka berdua dibawa ke gedung olahraga untuk menjalani hukuman membersihkan aula sebersih mungkin. Tempat itu sehabis digunakan untuk arena basket kelas 12 yang menyisakan sampah para penonton. Kei dan Rendy diberi alat kebersihan masing - masing sambil diawasi oleh pak Setiawan. Beliau menonton proses hukuman Kei dan Rendy sambil menggelengkan kepala, pusing dengan sifat keras kepala mereka. Bahkan sempat - sempatnya Kei dan Rendy adu cekcok saat akan membersihkan area penonton, mereka bertengkar akibat memilih area yang mana. Pak Setiawan hanya bisa menonton keributan sambil memakan popcorn layaknya menyaksikan film di bioskop. Sungguh pemandangan yang indah.

Pulang sekolah Kei dan Rendy harus menulis permintaan maaf dikertas karena telah membuat keributan di perpustakaan. Jadi mereka berdua menulis surat tersebut di ruang BK, pak Setiawan sedang pergi ke ruang guru sebentar untuk meletakkan dokumen siswa di meja kepala sekolah. Tinggal Kei dan Rendy yang ada di dalam ruangan, keduanya fokus menyelesaikan surat permintaan maaf tersebut agar cepat pulang. Kei menghentikan kegiatan menulisnya sejenak lalu merebahkan kepalanya dimeja dengan tumpuan tangan.

"Capek"

"Gue juga capek" Rendy ikut berhenti menulis serta merebahkan kepala seperti Kei.

Posisi mereka berdua saling berhadapan, Rendy menatap wajah Kei yang sedang menutup mata dengan dalam. Dia memang bukan sembarangan wanita seperti diluar sana, unik, menyebalkan, tangguh, serta pemberani. Malu jika Rendy harus mengakui satu hal tentang Kei, ia cantik dengan caranya sendiri. Kei membuka mata lalu terkejut karena muka Rendy terlalu dekat.

"MESUM LO YA!!"

"GUE KALAU MESUM JUGA LIAT ORANGNYA BEGO! MANA MUNGKIN MAU SAMA LO!"

"Pergi jauh – jauh, capek gue lama – lama deket lo!"

"Gue lebih capek!"

Kei cepat - cepat menyelesaikan permintaan maaf itu lalu bergegas ke perpustakaan untuk menyerahkan suratnya. Saat membuka pintu ruang BK teman - temannya terjatuh akibat menguping. Kei tak habis pikir langsung bergegas ke perpustakaan, ia juga sudah muak berada di sekitar Rendy. Mood Kei semula baik menjadi sangat buruk karena lelaki pengganggu selalu hadir di kehidupan.

Kei tidak bisa langsung pulang sebab harus melaksanakan piket menyirami kebun di halaman belakang dekat ruang OSIS. Alhasil Nita pamit pulang terlebih dahulu, meyisakan Kei yang harus piket dan Ina yang ikut ekstra multimedia. Sekolah terasa sunyi namun damai tanpa suara gunjingan manusia penganggu. Sebuah suara bedeham keras mengejutkan Kei, ternyata Januar.

"Kok belum pulang?" Kei menanyai Januar sebab hari ini tidak ada acara bakti sosial atau les musik di sekolah.

"Gabut, pengen liat mbak jago nyiram bunga"

"Adanya lu yang gue siram"

"Hehehe becanda, gue habis dari lab computer, ada ekstra TKJ"

"Sejak kapan lo ikut TKJ?"

"Sejak ku melihatmu~"

Kei habis kesabaran langsung menyiram Januar tanpa ampun, bisa – bisanya bersenda gurau di hari yang lelah ini. Januar duduk di kursi taman bersantai dengan pandangan menatap langit biru secerah harapan.

"Langitnya cerah banget hari ini tapi sayang..."

"Kenapa?" Januar memasang muka cemberut ketika Kei tidak menjawab perkataan sesuai keinginan.

"Kok jawabnya gitu! Yang bener dong..." Januar berdiri sambil menggoyang – goyangkan pundaknya membuat Kei jijik dan langsung menonyor kepala sekuat tenaga.

"Jijik tau gak! Udah ah gue mau pulang"

Kei bergegas menuju halte takut ketinggalan bus selanjutnya disusul Januar yang menggerutu kesal akibat perilakunya tidak di pedulikan sama sekali oleh Kei. Januar terus mengikuti Kei di setiap perjalanan, tidak tau juga motif apa yang sedang ia inginkan. Di halte Kei duduk sangat berjauhan dari Januar, sang lelaki aneh itu kebingungan akhirnya duduk mendekat. Tidak disangka jika Kei memberi isyarat menjaga jarak sambil merentangkan tangan kirinya.

"Ini kita lagi sosial distancing?"

"Iya"

Muka cemberut khas Januar kembali terpasang sambil menggerutu tidak jelas. Kei hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah laku random lelaki aneh di sampingnya. Langkah ringan penuh kegembiraan tengah mengiringi Ina berjalan menuju ke halte. Saat mata Ina bertemu dengan sosok Kei ia amat bahagia, namun ketika melihat sosok Januar senyum Ina mendadak berubah menjadi amarah. Januar yang ketakutan langsung bersembunyi dibalik tubuh Kei, tentu saja itu hal itu membuatnya kebingungan.

"HEH SINI LO KAMPRET!! LO KAN YANG NGERETAS KOMPUTER ANAK MULTIMEDIA PAKEK TULISAN CINTA BUAT GUE!! BIKIN MALU AJA LO JUNAIDI!! DUA HARI LALU UDAH BIKIN RIBUT SAMPE TALI SEPATU GUE LEPAS, SEKARANG ULAH LAGI LO!! SINI LO KAMPRET!! MINGGIR KEI, BIAR GUE BEJEK – BEJEK MUKANYA! GABISA GOMBAL LAGI MAMPUS LO BUAYA DARAT!!"

"Tolongin gue Kei!! Gue khilaf!! Salah sasaran gombal!! Ampun!"

Pertikaian mereka terus berlanjut hingga bis berhenti tepat di depan mata, dengan sigap Kei langsung melarikan diri bergegas masuk ke dalam bis. Januarpun ikut bergerak cepat agar tidak terkena jambakan maut dari tangan seorang Ina. Mereka masuk kedalam bis masih sempat beradu cekcok lalu menerima tatapan tajam dari Kei. Keduanya mendadak terdiam sambil menatap kearah jendela bis yang terbuka. Pemberhentian kali ini Ina pamit turun terlebih dahulu karena harus mampir ke toko buku membeli novel favoritnya. Kini tersisa Kei dan Januar saling berdiam diri satu sama lain, Kei terus saja menatap langit cerah membuat Januar semakin penasaran akan dirinya.

Bis berhenti, Kei berdiri dan hendak berpamitan kepada Januar. Ternyata lelaki itu juga ikut turun membuat Kei semakin kebingungan.

"Kok lo ikut turun?"

"Gue pengen mampir ke café deket sini"

"Café? Baru buka?"

"Iya, biasa. Menjelajah cafe tuh seru apalagi gue kan pecinta kopi, kalau mencintaimu tunggu aja"

"Udah sana pergi gausah balik gue rela kok"

Januar tertawa hingga terbahak – bahak, ia mengusap rambut Kei lembut sambil terenyum hangat. Kei langsung menepis tangan Januar, ia sedikit heran akan sikap lelaki aneh satu ini. Januar memang selalu bersikap baik terhadapnya sedari duduk di bangku kelas X, namun ia lebih sering berbuat kebaikan semenjak duduk di kelas XI.

"Bentar, tingkah laku lo aneh banget beberapa hari ini. Ada apaan?"

"Udah satu tahun kita jarang ngobrol sampe becanda kayak tadi, gue nyesel gak ngajak lo temenan dari dulu. Gue emang mau bilang tapi gue takut kalau lo semakin dibully sekitar"

"Makasih udah mau peduli sama gue, lagipula gue udah nganggep lo teman sejak awal. Tanpa lo mungkin gue bener – bener lebih terpuruk dari sekarang"

"Lo istimewa Kei, bahkan orang seperti gue iri sama lo. So, gue berhutang budi"

"Buat?"

"Secara tidak langsung sumber memotivasi kau salurkan di dalam aura kehidupan, sinar itu menerangi kegelapan dalam hidupku, jadi kebaikan akan selalu dibalas oleh kebaikan"

avataravatar
Next chapter