webnovel

Hari pemotretan (2)

Icha sudah memanggil Gheisha dan Sammy. Mereka akan memulai sesi pemotretan pertama yang bertema olahraga. Gheisha berbaring di atas matras untuk melakukan shit-up. 

Aryk berjongkok di ujung kaki Gheisha. Kedua tangannya memegangi pergelangan kaki gadis itu. Fotographer mengarahkan posisi mereka lalu bersiap mengambil gambar.

"Tahan posisinya!" Fotografer itu menyuruh Gheisha menahan posisi saat ia mengangkat tubuhnya. Wajah Sammy dan Gheisha berdekatan. Jaraknya terlalu dekat bagi gadis itu, sampai-sampai ia harus menahan napas.

"Kau bisa kehabisan napas jika menahan napas saat pemotretan. Dia belum tentu bisa langsung dapat posisi yang bagus. Bisa berkali-kali." Sammy berbisik sambil tersenyum menatap wajah gadis manis di hadapannya.

"Oke. Ganti posisi!" 

Kali ini, Gheisha diarahkan untuk memberikan handuk kecil kepada Sammy. Pria itu berpose memukul samsak tinju. Mereka memiliki chemistry yang baik. Setiap kali mereka beradu pandang, fotografer itu selalu tersenyum. 

Wajah malu-malu gadis itu begitu alami. Sesuai dengan permintaan klien dari majalah Self. Pose terakhir dengan baju olahraga, Gheisha memberikan air mineral dan Sammy menerimanya sambil menyentuh puncak kepala Gheisha.

Deg!

Gadis itu terpaku dengan debaran di dada semakin cepat. Setelah sesi bertema olahraga selesai, mereka diberikan waktu untuk beristirahat. Sesi kedua bertema makan malam romantis. 

Para kru sedang menyiapkan meja dan keperluan lainnya untuk pemotretan kedua. Gheisha mulai gelisah. Jam sudah menunjukkan jam sepuluh dan ia harus bekerja jam sebelas nanti. 

"Maaf, Mbak Icha, saya harus bekerja. Bisakah kita lanjutkan nanti?" tanya Gheisha.

"Mereka sudah selesai menata meja. Sehabis ini saja, ya. Cuma dua pose, kok. Pasti tidak akan lama," bujuk Icha.

Gheisha tidak bisa menolak. Ia mengganti baju olahraga itu dengan gaun berwarna merah maroon. Rambutnya ditata sederhana, wajahnya juga dirias dengan gaya minimalis. Gadis itu memiliki wajah cantik dan imut. Walaupun hanya dirias sedikit, semua yang menatapnya tidak bisa berkedip, termasuk Aryk.

Pria itu memakai setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu senada gaun yang dipakai Gheisha. Mereka berpose saling menyuapi makanan dan berdansa. Seperti yang dikatakan Icha, hanya dua pose dan mereka selesai untuk hari ini.

Gheisha hanya mengganti gaunnya dengan dress yang dipakai dari rumah. Tanpa menghapus make up yang masih menempel di wajahnya, ia segera berlari ke lobby hotel. Ia mengambil ponsel untuk memesan taksi, tapi Aryk segera merebut ponselnya. 

Ia menarik tangan Gheisha ke tempat mobil yang terparkir di depan hotel. Aryk memaksa Gheisha masuk ke mobil, barulah ia memberikan kembali ponsel Gheisha. Gadis itu hanya menggerutu dalam hati.

'Ternyata dia sama menyebalkannya dengan Aryk. Mereka memiliki sifat yang sama, tapi wajah mereka berbeda. Kalau Sammy tidak pakai make up, sepertinya wajah mereka sama. Ah, itu tidak mungkin.'

"Dimana rumahmu?" tanya Aryk. 

"Tidak perlu tahu," jawab Gheisha dengan ketus.

"Besok masih ada dua sesi pemotretan. Jadi, aku ingin menjemput kamu ke rumah. Aku tidak mau kalau kau datang kesiangan," ucap Aryk mencari alasan. 

"Jam berapa? Aku akan datang tepat waktu."

"Ck! Misterius sekali. Kenapa aku tidak boleh tahu rumahmu?"

"Banyak tanya. Aku sudah bilang, kan. Jangan mencampuri urusan pribadiku, karena itu aku bersedia menjadi pasanganmu. Kalau kamu terus memaksa, aku ingin membatalkan kontraknya." Gheisha mulai kesal, dengan sikap Aryk yang suka memaksa.

Pria itu terdiam mendengar ancaman Gheisha. Ia tidak mau kehilangan kesempatan untuk dekat dengan gadis itu. Aryk terpaksa mengalah untuk saat ini.

Aryk memarkir mobilnya di depan minimarket. Gadis itu turun dan menutup pintu mobil dengan kasar. Ia bahkan tidak mengucapkan terima kasih.

Brakk!

Aryk terlonjak karena suara pintu mobil yang dibanting oleh Gheisha. "Hei! Tidak mau berterima kasih padaku?" Aryk menggoda gadis itu. 

Gheisha bersikap masa bodoh dan terus melangkah masuk ke minimarket. Hari itu, Yani seharian menggoda Gheisha. Melihat wajah sahabatnya yang cemberut, Yani justru semakin semangat menggodanya.

***

"Ghe! Mau ganti baju dimana?" tanya Yani.

Sejak memergoki mobil Sammy, Yani menyarankan Gheisha untuk tidak mengganti penampilannya menjadi Dandelion di dalam minimarket. Ia khawatir jika penyamaran Gheisha akan ketahuan.

"Di taman yang ada di belokan klub malam saja, Yan. Oh, iya, hari ini dia masih mengawasi tidak?" Gheisha mengedarkan pandangannya ke depan minimarket. Tidak ada mobil Sammy, tapi ada sebuah sepeda motor yang familiar.

"Tidak ada mobil Sammy. Kamu aman," jawab Yani.

"Sepertinya tidak, Yan. Kamu lihat motor di seberang jalan!" tunjuk Gheisha.

"Eh … itu …. Motornya Aryk, ya?"

"Iya. Bagaimana caranya mengelabui dia," ucap Gheisha kebingungan. Ia tidak mau bolos kerja. Cita-citanya masih perlu diwujudkan.

"Johan. Lebih baik kamu telepon Johan untuk menjemput kamu di toilet umum di taman. Saat Johan datang, aku akan menghampiri Aryk dan mengalihkan perhatiannya," usul Yani.

"Cemerlang sekali idemu. Aku kirim pesan dulu pada Johan. Kalau dia sudah membaca pesannya, kita berangkat."

Sambil menunggu, mereka membersihkan lantai. Sesekali, Gheisha menoleh ke tempat Aryk berdiri. Setiap kali Gheisha menoleh, Aryk berpaling ke tempat lain. Ia tidak sadar jika keberadaannya sudah diketahui oleh kedua gadis itu.

Saat Johan membalas pesannya, Gheisha dan Yani pun menutup minimarket. Mereka pergi ke toilet, tempat mereka janjian bertemu dengan Johan. Tiba di sana, Gheisha segera masuk ke toilet.

Johan bersembunyi di dalam toilet pria. Gheisha selesai berganti penampilan, ia mengirim pesan pada Yani dan Jogan. Pertunjukkan pun dimulai.

Yani berlari menghampiri Aryk, membuat pria itu tidak sempat bersembunyi. Ia tertangkap basah oleh Yani. Aryk berpura-pura memanggil Yani dengan nama Dande.

"Dande! Kamu sedang apa di sini?" tanya Aryk dengan wajah tegang.

'Dia pikir aku tidak tahu, ya. Mau bermain-main dengan sahabatku? Baik, aku layani kamu.' Yani menyusun rencana untuk Aryk.

"Iya. Aku mau mengantarkan temanku pulang. Kamu sendiri, kenapa ada di sini?"

"Tadi, tidak sengaja melihat kamu. Aku mengejar kamu dan temanmu," jawab Aryk.

"Oh, kebetulan kalau begitu. Temanku bilang, dia akan menunggu pacarnya di sini. Kalau begitu, kamu traktir aku makan, ya? Aku lapar," ucap Yani. Ia memasang senyum paling manis.

"Tapi, kasihan sama teman kamu kalau dia ditinggal," kilah Aryk. Ia ingin tahu, apakah Gheisha adalah orang yang dicarinya, DJ Dandelion yang sangat misterius.

"Tidak apa-apa. Dia kan sedang menunggu pacarnya. Ayo, kita makan malam," ucap Yani sambil menyuruh Aryk naik ke motornya. Yani juga sudah naik di motor maticnya. Ia menunggu Aryk menjalankan motornya. Mereka pergi bersama meninggalkan taman itu.

Setelah merasa aman, Gheisha keluar dari dalam toilet umum. Ia memanggil Johan. "Jo! Ayo pergi!"

Johan keluar dan segera menjalankan motornya. Ia mengantarkan Gheisha ke klub malam. Johan juga mengatakan akan menjemputnya nanti.

"Hati-hati di jalan." 

"Iya. Jo, pulang dulu. Nanti, Jo akan menjemput Kakak. Selamat bekerja, Kak." 

Gheisha melambaikan tangan. Ia melenggang masuk dengan senyum puas. Aryk berhasil dikelabui. Namun, Gheisha yakin, Aryk tidak akan pernah menyerah sebelum berhasil menagih hutang taruhan mereka.

====BERSAMBUNG====

Next chapter