7 Chapter 7

Kursi kayu melayang ke arah Bastian, ia melompat memutar badan di udara lalu menendang kursi itu.

"Dagghh"

Lemparan kursi ke arahnya di sambut tendangan indah memutar badan, membuat kursi terpental hancur berantakan.

Bastian melompat di atas meja-meja belajar, ketika pijakan kaki berada di meja terakhir yang berdekatan Nathan, kaki kanan melompat ,Posisi badan menyamping tangan kanan mengepal dekat pinggang, kaki kanan siap menghantam cepat di dada lawan.

"Hiaatt..."

"Brakkk"

Tendangan mengenai sasaran.

Nathan terlempar kebelakang menabrak papan tulis.

Ia segera bangkit, lalu berlari mengambil tolakan untuk melompat,

Tendangan hampir sama yang di lakukan Bastian namun tak terlalu tinggi dan berhasil di hindari Bastian.

Namun untuk selanjutnya, Nathan melakukan tendangan ke dalam mengarah samping leher Bastian sebagai tumpuan untuk mengaitkan sebelah kaki, memberikan tekanan kuat di leher.

Tubuh Bastian sedikit menekan kebawah sesaat lalu kembali tegak, memberikan efek per pada kaki Nathan sehingga tubuhnya bisa melayang berguling-guling di udara sesaat di akhiri tendangan kuat menghantamkan samping muka Bastian.

"Brakk.." giliran tubuh Bastian yang terlempar ke samping menabrak dinding kelas.

Sungguh pertarungan yang luar biasa. Siswa yang lainnya berhasil menangkap momen-momen pertarungan epik  tersebut di ponsel.

Tak perlu menunggu lama, pertarungan sengit ini sudah menyebar ke seluruh pelosok sekolah.

Beberapa guru keluar untuk melerai, di temani satpam sekolah.

Bahkan bapak kepala sekolah kebetulan tengah ada di ruangan kerjanya.

Setelah mendengar kabar bahwa yang terlibat dalam perkelahian di ruang kelas 11c adalah anak pemilik sekolah itu sendiri. Ia agak bingung untuk mengambil tindakan.

Karena satpam penjaga sekolah beserta guru-guru lainnnya tak ada yang berani melerai pertikaian yang terjadi.

"Apa perlu kita melapor ke pihak yang berwenang?" Tanya guru matematika.

"Sepertinya jangan dulu pak."

"Tapi pak saya khawatir dengan tuan muda."

"Bocah itu sudah biasa dengan perkelahian, jadi tak usah khawatir "

"Tapi pak,"

"Ssstt saya tahu apa yang kau khawatirkan, tapi saya lebih mengkhawatirkan reputasi sekolah ini bila sudah berurusan dengan pihak yang berwenang." Pungkas pak tua selalu kepsek di sekolah itu.

Pertarungan semakin sengit,

Kini mereka saling pukul satu sama lain. Bastian yang lumayan ahli dalam hal pukulan berhasil membuat Nathan terpojok, ia melancarkan pukulan bertubi-tubi. Nathan berusaha menghindari pukulan cepat bertubi-tubi ke wajahny, sesekali ia menangkis pukulan itu.

Pukulan bertubi-tubi yang terus di lancarkan Bastian, berbuah hasil beberapa pukulannya mengenai dada dan wajah.

"Bruk. Bruk,"

"Siahh siahh"

Dan "habeuukk" badan Nathan tersungkur mundur sesaat terkena pukulan cepat.

Nathan tak mau kalah darinya, ia kembali melemparkan kursi ke arahnya.

"Brakkk."

Tangan kuat Bastian menangkis lalu mengalihkan laju kursi ke sembarang tempat, ternyata kursi itu mengarah pada jendela kaca.

"Prang" kaca itu pecah seribu kursi terlempar keluar kelas. Para siswa semakin histeris menyaksikan pertarungan.

Nathan mendapat momen untuk membalas, ia berlari kencang lalu melompat untuk menendang, tubuhnya menyamping tendangan pertama berhasil di tangkis, namun tidak dengan tendangan susulan secara bertubi-tubi sambil terlihat sesaat melayang di udara bergerak maju menendang-nendang dada dan perut Bastian.

"Dug dug dug dug,, gubrak" Bastian tersungkur.

Mulut mereka sama-sama mengeluarkan darah.

Luka di badan lebam di mana-mana sudah tak merasa rasakan. Mereka hanya ingin mengalahkan satu sama lain.

Pertempuran masih berlanjut, pukulan di balas pukulan saling mengenai silih berganti. Belum juga keliatan siapa yang akan memenangkan perhelatan hebat ini.

Pihak sekolah sengaja telah membubarkan para murid lebih awal. Dan berpesan agar permasalahan ini jangan sampai tersebar kemana-mana. Bahkan sempat menyita beberapa ponsel milik siswa yang telah merekam pertarungan mereka untuk di hapus.

...

Setelah empat jam terlelap karena pengaruh obat penenang yang di berikan dokter, Aluna perlahan membuka mata. Samar-samar terlihat lampu putih terang di ruangannya.

Ibunya tertunduk memegangi pergelangan tertidur di kursi samping ranjang.

"Mamah" suara agak serak pelan memanggil ibunya yang setengah badan telungkup di samping kasur.

Sang Ibu mulai tersadar dari kantuknya, menegakkan badan

"Aluna , kamu sudah siuman nak?"

"Iya buk, kenapa aku ada di sini mah?"

"Kamu sakit sayangku, badan kamu demam tinggi. Untung saja kakakmu segera membawamu ke sini."

Dilihatnya sekeliling ruangan yang beraroma obat.

"Aku di rumah sakit ya?"

"Iya anakku"

"Mana kak Nathan?"

"Tadi ia pergi ke sekola untuk ngasih kabar ke guru kalau kamu sedang sakit nak"

Aluna merenung sejenak memikirkan kakaknya.

Berusaha mengangkat punggung untuk bisa duduk di atas ranjang.

Tapi badannya masih lemah.

"Jangan di paksakan untuk bangun, kondisimu belum sepenuhnya pulih"

"Tapi mah Aluna khawatir sama kak Nathan, takut ia melakukan hal yang di luar dugaan."

"Di luar dugaan? Maksud kamu?"

"Iya, Aluna takut kakak berbuat ulah di sekolah."

"Memangnya apa yang terjadi sebenarnya, coba ceritakan semuanya!!"

Lalu Aluna menceritakan semua kejadian yang dialaminya. Dari tak sengaja terkena pukulan hingga wajahnya membentur tiang listrik.

"Ya ampun kasian banget kamu nak, maafin Mama ya nak, selalu sibuk sama urusan mama sendiri. Sampai tak tau kamu mengalami hal itu.,"

"Gak apa-apa kok mah Aluna juga ngertiin Mama"

Di usaplah bagian kepala belakang putri tercintanya, tak lupa mengecup keningnya pula.

"Mah Aluna boleh pulang sekarang kan?"

"Kata dokter sebaiknya besok aja nak"

"Tapi mah Aluna bosen di sini terus, lagi pula kak Nathan juga masih belum pulang juga, Aluna khawatir banget."

Betul juga apa yang di ucapkan putrinya, ngapain aja Nathan di sekolah sampai jam segini masih belum pulang.

Hari sudah menjelang sore.

"Mah, Aluna pengen nyusul kak Nathan mah"

"Hmmm, baiklah kita pergi sama-sama ke sekolah. Mama mau minta ijin dokter ya buat bisa bawa pulang kamu sore ini."

"Makasih mah" Aluna tersenyum lesu di bibir keringnya.

Mereka segera mengemasi barang-barang miliknya tak jadi untuk menginap walau satu malam di rumah sakit.

Mobil melaju sedang menuju sekolah. Beberapa menit sekitar dua puluh menit kemudian mereka tiba.

Seusana hening telah menyelimuti isi keseluruhan ruang kelas. Hanya nampak satpam penjaga sekolah yang terlelap di sore hari waktu kedatangan mereka.

Mana mungkin Nathan masih di sini, sudah sepi dan hening.

Tapi mereka mencoba untuk masuk ke ruang sekolah lebih dalam. Mereka mendapati sebuah ruang kelas yang di depannya terdapat satu kursi dalam tidak dalam posisi semestinya melainkan tidur menyamping.

Jendela di atasnya pecah tak beraturan, kaca berserakan di bawah lantai.

"Ayo mah kita ke sana saja"

"Jangan nak, takutnya di dalam kelas itu ada maling ia masuk lewat kaca jendela yang pecah itu"

"Tapi kan mah pintunya terbuka, buat apa sampai memecahkan jendela."

Mereka akhirnya menuju ruang kelas yang nampak janggal tersebut. Dari pintu kejauhan terlihat ada sosok yang tengah terkapar.

Semakin dekat mereka ke ruang kelas itu.

Tubuh yang tengah terkapar mulai terlihat jelas. Mereka masuk merangsak ke dalam.

Alangkah kagetnya si ibu melihat dua badan yang telah terkapar di penuhi luka dan lebam-lebam di sekujur tubuh.

Langkahnya semakin dekat, wajah keduanya semakin jelas.

"Nathan...!!!"

.

.

.

.

.

Cilincing 25-06-2022 04:29 am

avataravatar
Next chapter