6 Chapter 6

Mobil sedan putih telah terparkir, seorang ibu yang terlihat masih agak muda kisaran 40 tahunan, tapi masih terlihat segar di pandang.

Tas lengan putih seirama dengan setelan blouse di balut blazer batik, tali tasnya berwarna emas menggantung dari bahu ke bawah.

Keluar dari mobilnya, berjalan cepat menuju ruangan tempat sang anak di rawat.

"Nathan di mana adikmu?"

Lengan Nathan menunjuk ke sebuah ruangan rawat inap.

Di ambang pintu ruangan Nathan sempat pamit ke ibunya.

"Mah titip Aluna ya, Nathan harus pergi ke sekolah Aluna mengabarkan kondisinya."

Ibu mengangguk tanda mempersilahkan anaknya pergi.

Itu adalah akal-akalan Nathan semata, tujuan sebenarnya ada untuk menghabisi orang yang tega menyakiti adik kesayangannya.

Berjalan cepat menuju parkiran tempat motornya berada.

Motor jantan besarnya itu siap berlari mengantarkan tuanya sampai tujuan.

Kopling di kiri gas di kanan, berpacu dengan cepat.

"Slep slep slep" menyalip ke kanan-kiri dengan kecepatan di atas 100km/jam melewati berbagai kendaraan di depannya. Seperti lupa letak posisi rem hampir tak pernah di gunakan kecuali lampu merah dan ada sedikit kemacetan.

"Deg deg deg" bunyi mesin motor melambat berhenti di parkiran motor sekolah. Membuka helmnya.

Beberapa gadis seumuran adiknya melirik sosok rupawan, alis tebal tajam seperti samurai berpadu sorot mata coklat kemerahan ketika di terpa sinar di matanya.

"Eh eh liat itu siapa?"

"Iya yah itu siapa ganteng banget"

"Tapi mukanya kayak gak asing "

Maya tengah berjalan menuju kantin, letak ruang kelasnya harus melewati parkiran motor yang berada di belakang ruang kelas lain.

Dilihatnya pula sosok yang baginya tak asing lagi, Aluna telah memberi tahu bahwa kakaknya sedikit mirip dari segi hidung dan mata.

pasti kakaknya Aluna, ya ampun ganteng banget sih. Dengan "pede"nya ia memberanikan diri menyapa.

Sedang siswi lain yang tadi memperhatikan merasa iri padanya, bisa mendekati pria tampan itu lebih dulu.

"Ekhem, ini pasti kakaknya Aluna ya?"

"Eh, iya. Kamu temennya Aluna kan?"

"Aku temen sebangkunya kak, Aluna kenapa gak masuk?"

"Ah kebetulan, bisa tolongin kakak gak?"

Maya tak tahan menatap ketampanan pria di depannya, ingin sekali mencium bibir yang tengah berbicara. Pandangan penuh hasrat tak terkendali melongo memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Nathan.

"Em i.. iya minta apa kak?"

"Aluna sedang di rawat di rumah sakit"

"Hah..!! Kenapa dengannya kak?"

"Badannya demam tinggi, ada bekas lebam dan benjolan di wajahnya. Kira-kira Kamu tau apa yang di alaminya kemarin?"

Maya terdiam sesaat, rautnya berubah sinis setelah memikirkan sesuatu di otaknya.

"Ini pasti akibat ulah kak Bastian."

"Bastian?, Siapa dia"

"Ups" Maya keceplosan menyebutkan namanya. Padahal ia ingat betul permintaan teman sebangkunya ketika mengompres wajah pipi lebam, jangan sampai kakaknya mengetahui hal ini.

"A anu kak, kak Bastian itu senior kita."

Rautnya memerah, aliran darahnya memanas. Tak sabar ia ingin memberi pelajaran pada nama yang di sebutkan teman sebangku adik perempuannya.

"Dimana dia sekarang?"

Maya menggeleng kepala, agak ragu untuk memberitahu.

"Ah, tolong bilang pada gurumu Aluna masih belum bisa masuk sekolah. Oh iya hampir lupa, orang yang kau sebut tinggal di kelas mana.?"

Setelah mengetahui beberapa hal dari Maya mengenai Bastian, ia beranjak meninggalkan parkiran. berjalan cepat menelusuri setiap koridor sekolah mencari ruang kelas yang di tuju.

...

Sang ibu duduk di samping Anak perempuan yang tengah tertidur lelap memegangi pergelangan hangatnya.

Aluna sudah mendapatkan perawatan medis, benjolan dan lebamnya sudah mengempis dan di tutupi kain perban. Ia hanya butuh istirahat beberapa waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya.

Dokter yang menanganinya muncul setelah membuka pintu. Dokter itu berparas anggun dengan kulit coklat exotic khasnya. Tatapan lembut sayu menenangkan di poros mata bening hitam kontras putih.

Terlihat masih terlalu muda untuk menjadi seorang dokter.

Mendekati ibunya,

"Permisi nyonya,"

"Oh iya dok, bagaimana kondisi putri saya?

"Kami sudah menangani untunglah"jagoan" anda datang tepat pada waktunya dan Kondisinya sudah membaik. Besok pagi sudah bisa kembali ke rumah.

"Terimakasih dok, untunglah anak saya cepat-cepat di tangani dokter, sekali lagi saya ucapkan terimakasih."

"Itu sudah jadi tugas kami nyonya, baiklah saya tinggal dulu ada pasien lain yang harus saya tangani." Pungkasnya melempar senyum sembari berlalu.

..

Di sebuah ruang kelas yang berisik para penghuni membicarakan berbagai macam hal.

Bastian duduk santai memanjangkan kaki di atas meja menatap langit dari jendela kelas.

Tak memperdulikan hiruk-pikuk di sekitar.

..

Brakkk

Tiba-tiba pintu terbuka kasar menabrak dinding belakang pintu.

Semuanya tercengang, seorang pria memiliki paras yang hampir mirip dengan wanita yang terlibat pertengkaran di lapangan kemarin.

Berdiri di depan kelas, menjadi pusat perhatian. Semua mata tertuju padanya.

Reno mencermati pria yang berdiri di depan, seperti mengenal orang itu.

Tidak mungkin, matanya terbelalak. apa kah itu si Nathan ketua gangster "Shanks" yang sangat di takuti. Apa tujuan ia kesini? Gawat ini bener-bener gawat.

"Mana yang namanya Bastian?"

Bastian tertegun namanya di sebut. Beranjak dari duduk santainya berdiri tegak menyilang tangan di dada.

Menoleh ke depan pria yang barusan menyebut dirinya.

"Hey apakah kita punya masalah?"

"Oh kau rupanya, banci pengecut yang menyakiti adikku"

Haa, semua tertegun mendengar hinaan sang kakak yang berani merendahkan sang penguasa di sekolah. Ini akan sangat menarik dan akan menjadi perhelatan hebat di ruang kelas.

Hinaan itu menyulut api emosi dalam benaknya. Sinar mata bengis saling bertatapan adu kuat.

Reno membisiki daun telinga sahabatnya,

''sebaiknya jangan, di adalah ketua dari gangster "Shanks""

"Tutup mulutmu jangan ganggu aku"

Menoleh Reno yang sudah memperingatkan dirinya agar tak meladeni hinaan Nathan.

Mana mungkin singa yang bangun dari tidurnya karena gangguan akan membiarkan si pengganggu begitu saja.

Keadaan semakin rumit tak terkendali, persoalan yang di awali ketidaksengajaan berubah menjadi urusan yang sangat serius, Jauh di luar dugaan.

Nathan sudah tak sabar menahan amarah yang semakin meluap semenjak tahu orang yang menyakiti adiknya kini tengah saling berhadapan.

Begitu pun Bastian, amarahnya sudah di ujung kepalan tangan kuatnya.

Sebagian murid di dalam kelas beranjak  menghindari perkelahian yang akan segera tersaji ruang kelasnya, sebagian lainnya tetap di dalam ruang namun tak ada yang berani mencegah mereka.

Di luar Ruangan kelas tersebut sudah sesak di penuhi para siswa yang akan melihat perhelatan hebat yang akan segera tersaji langsung di depan mata.

Beberapa sudah siap dengan kamera ponselnya untuk merekam.

"Minggir-minggir aku mau lewat,

"Ehhh, apa sih sempit tau, . Eh ada apa ada apa ini ada apa " riuh gaduh para siswa yang mengintip dari jendela.

Nathan mengangkat sebuah kursi,

Brakk

.

.

.

.

Cilincing 24-06-2022 14:04

avataravatar
Next chapter