26 Chapter 26

Duar

Hati pak Wijaya bak tersambar petir di siang bolong.

Matanya terbelalak dan terdiam mematung sejenak mendengar pernyataan itu.

Ia tak percaya dengan apa yang barusan di dengarnya.

Selama bertahun-tahun ia telah salah sangka terhadap beberapa orang.

Berpikir bahwa sang pujaan hatinya telah berkhianat dengan menikah bersama mendiang teman akrabnya sendiri.

Padahal kenyataannya tak seperti itu.

Mendiang temannya sangat terlalu baik hati, hingga rela bertanggung jawab atas anak yang di kandung oleh kekasihnya.

Dan waktu itu sang kekasih tak punya pilihan lain lagi. Menunggu kedatangannya akan terasa percuma, sedangkan Perutnya akan terus membesar seiring usia kehamilannya.

...

"Kenapa kau tak cerita kalau kau tengah hamil anakku?!!.. Amelia. !"

"Aku sudah datang ke rumahmu, dan di usir oleh orang tuamu Artha. Hiks.!!"

"Errrrgghh,, aarrggh...!!!"

Emosinya memuncak naik drastis. semua berkas-berkas yang ada di depannya di lempar-lemparkan ke sembarang tempat.

Air matanya mengucur, deru nafasnya memburu cepat.

Wajahnya penuh amarah kekecewaan dan penyesalan atas apa yang telah terjadi bertahun-tahun lamanya.

Hawa panas dan menegangkan menyelimuti ruang.

Bu Amelia masih merengek sesenggukan. Pak Wijaya menahan amarah dan berusaha mengontrol emosi sesaat nya.

"Aku akan menebus semua kesalahanku Amelia."

Perkataannya mulai tenang, memecah kebuntuan di antara mereka.

"Hiks, semuanya telah terlambat Artha. Kau telah mempunyai kehidupan dan keluargamu sendiri"

"Aarrggh, sudah itu adalah urusanku sendiri "

"Tapi, aku tidak mau memperumit keadaan. Biarkan aku dan anak-anakku tenang seperti sedia kala."

"Tenang seperti sedia kala, apa maksudmu?, Jangan bilang kalau kau tidak pernah menganggap kehadiranku di keluargamu.?"

Amelia hanya menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaan itu.

"Ah, sudah kuduga. Tapi baiklah aku harus lebih bersabar mengatasi semua yang telah terjadi."

"Artha, !!" Panggilnya pelan.

"Apa?"

"Apakah benar kau masih mencintaiku?"

"Tentu saja, apa kau masih meragukannya?"

"Aku hanya mohon satu permintaan darimu, jika benar kau masih mencintaiku."

"Apa itu?"

"Tolong jangan usik keluarga kecilku, biarkan Nathan mengetahui bahwa mendiang ayahnya memang telah meninggal"

"Apa maksudmu? Apa kau mendoakan aku supaya cepat mati?"

"Bukan itu, tapi kenyataannya Arman suamiku memang telah meninggal."

Mendengar kabar itu, harapan untuk bisa kembali bersamanya seakan terbuka lebar.

"Oh, aku turut berdukacita atas yang di alami oleh suamimu Amelia."

Namun hatinya berkata lain, bak pucuk dicinta bulan pun tiba. Tak ada lagi penghalang untuk menyatukan kembali hati diantara mereka.

Bu Amel segera membenahi diri, rambut semrawut ia rapihkan. kancing baju yang terbuka ia pasang kembali. Tanpa sepatah katapun ia berlalu dari hadapan sang mantan kekasihnya.

Sembari menyeka pipi yang berurai air mata.

"Ini baru permulaan Amelia, kau akan segera menjadi milikku seutuhnya."

Pak Wijaya segera membereskan ruangannya sendiri yang tercecer berantakan oleh berkas-berkas.

Ia menemukan sebuah surat yang terselip di antara berkas-berkas lainnya.

Lalu ia membukanya,

Ternyata itu adalah surat pengunduran diri dari mantan kekasihnya. Ia segera menyobek kertas itu berkeping-keping.

"Tak akan ku izinkan kau pergi dariku untuk kedua kalinya, Ameliaku."

....

Istrinya telah kembali ke rumah terlebih dulu. Ia tak mau Bastian berpikiran buruk kembali tentang kedua orang tuanya. Ia akan meluangkan waktu bersama anaknya.

"Bastian jangan minum lagi nak,"

Bastian hendak menenggak wine kesukaannya di waktu senja akhir pekan.

"Kenapa mah?, Kenapa Mama sok-sokan peduli. Sudah urusi saja suami mama."

"Jangan begitu sayang, dia adalah ayahmu "

"Ayah? Aku tak butuh seorang ayah.!!"

Ibunya meraih botol wine di genggaman anaknya, lalu menaruh di atas meja.

"Sayang, maafkan kami..?"

"Sudahlah mah, tak usah berkata seperti itu lagi. Bastian bosan dengarnya."

"Nak, liat Mama. Mamah sangat sayang kamu nak, sekarang mama akan terus bersamamu nak"

Tangan Mamanya memegangi pipi.

"Heuhh, sudah terlambat. Aku bukan anak kecil lagi mah."

Bastian langsung berlalu meninggalkan Mamanya seorang diri.

"Iya nak, kami telah terlambat dalam menyayangimu. Kami tak bisa hadir di saat kau membutuhkan kasih sayang. Sekali lagi maafkan kami"

Pungkasnya dalam hati sembari menyeka air mata yang sedikit terurai dari celah pinggir matanya.

..

Hari sudah menjelang sore,

Nathan telah bersiap-siap untuk berangkat ke kafe tempat kerjanya.

Aluna tak mau ketinggalan, dari pada ia sendirian di rumah, lebih baik ikut pergi bersama kakaknya.

Mesin Motor besarnya telah di hidupkan. Sang pengendara siap menancap gas dengan seorang penumpang yang tak lain adalah adiknya di belakang.

Tangannya telah melingkari perut sang kakak berpegangan erat.

Dan menindih boneka beruang kesayangannya, supaya boneka itu tertahan oleh tubuhnya dan tak mudah lepas.

"Ngeeng"

Motor itu melaju cepat meninggalkan rumah mereka menuju ke tempat kerjanya Nathan.

Desir angin kencang mempermainkan rambut panjang lurus yang di biarkan tergerai.

Beberapa candaan menemani perjalanan mereka, sesekali mereka tertawa. Dan sesekali pula Aluna memukul pelan bahu kakaknya.

Mereka terlihat bak sepasang sejoli yang tengah di madu cinta nampak bahagia berboncengan di atas motor.

Membuat iri orang-orang yang kebetulan melihat kebersamaan mereka.

Meskipun kenyataannya tak seperti itu.

Mereka hanyalah kakak beradik yang saling menyayangi dan menjaga rasa kekeluargaan di antara mereka.

..

Tak terasa perjalanan mereka telah sampai di tempat tujuan, orang-orang tengah ramai di sana.

Kebahagiaan mereka bak menular pada yang lainnya.

Bagaimana tidak, mereka yang tahu permasalahan yang telah terjadi. Kini melihat keduanya telah akur kembali, membuat semua yang hadir merasa tenang dan permasalahan di antara mereka telah usai.

"Swuiit swuiww.."

Sambutan hangat antusias dari Anton menerima kehadiran mereka.

"Ada yang udah baikan nih,"

"Sstt,, diem lu ton jangan gitu" timpal Budi yang duduk di sebelah Anton.

Nathan hanya tersenyum dan terus berjalan menuju dalam ruangan. Bersama adik perempuannya yang memangku boneka di dadanya.

Namun Aluna tidak mau ikut kedalam, ia lebih memilih untuk duduk sendiri di meja yang masih kosong.

Menengok ke sana kemari akhirnya ia mendapatkan meja yang masih kosong. Lantas ia pun duduk di sana di temani boneka beruang kesayangannya yang di taruh di atas meja.

Kupingnya mengenakan headset bluetooth bundar yang menutupi seluruh daun telinga.

Layar ponselnya menampilkan drama kesukaannya.

Ia pun menikmati tampilan di layar ponselnya dengan segelas coklat hangat yang di buatkan oleh sang kakak.

Sesekali ia merinding melihatnya, terkadang juga senyum-senyum sendiri dan bahkan sampai histeris melihat adegan di layar ponselnya.

Malahan kejadian yang sering di lakukannya ialah menangis.

Pas ditanya kenapa ia menangis, jawabannya ialah film yang di tontonnya begitu mengharukan, sampai-sampai ia tak tahan menahan air matanya saat menonton drama itu.

Orang yang bertanya sampai geleng-geleng kepala, mendengar jawaban konyol darinya.

Di kira menangis kenapa, eh taunya gara-gara drama bisa sampai seperti itu..

.

.

.

.

.

.

.

.

Cilincing 13-07-2022 21:33 pm

avataravatar
Next chapter