11 Chapter 11

Pukul 22:15 pm, di ruang tempat Nathan di rawat.

Mereka telah lama berbincang membahas perkelahian di sekolah adiknya.

"Jadi lu nekat ke sekolah sendiri?"

bagas Tercengang mendengar ulah temannya.

"Ngapain rame-rame?"

"Lu bisa aja mati di keroyok sama satu sekolahan men"

"Ha ha ha, lebih baik gue mati dari pada ngeliat adek gue terluka "

"Gue salut sama lu Than, lu bener-bener kakak yang bertanggung jawab "

Timpal Bagas.

"Oh iya rel, tadi gue lupa ngasih tau.

"Apaan gas?"

"Tadi sampai Nathan menyela pembicaraan lu"

"Ohhhh.. emang ibu lu Than ga tau soal gangster?"

Nathan agak malas dengan pernyataan itu. Bagas pun menjelaskan pada Farel, bahwa ibunya jangan sampai tau menahu soal gangster.

Bahkan Aluna pun menyembunyikan rahasia ini dari ibunya.

"Oh, sorry ya gue gak tau. Maaf ya Than."

Klek

Terdengar Pintu di buka oleh perawat,

"Permisi, maaf mas mengganggu"

"Iya mbak silahkan masuk "

"Jam besuk nya sudah habis, silahkan satu orang saja yang boleh menemani pasien "

"Oh begitu ya sus,"

"Iya, tolong juga yang di luar di persilahkan membubarkan diri"

Pinta suster sebelum meninggalkan mereka.

"Siapa nih yang mau di sini?"

"Gimana kalau gue aja " Farel mengajukan diri.

Sebenarnya Farel ada niatan lain semenjak bertemu dengan adiknya Nathan.

Yaa, benih-benih asmara telah tumbuh sejak pandangan pertamanya.

Ia ingin mendekati Aluna lewat jalur "dalam " . Mencuri perhatian kakaknya terlebih dahulu, agar bisa melancarkan niatnya.

Nathan agak kurang srek dengan Farel, maklum mereka belum terlalu dekat. Tak seperti Bagas yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.

Tapi ia juga tidak bisa menahan Bagas untuk menemaninya.

"Ah bakalan bosen nih di sini semalaman" Nathan bergumam dalam hati.

"Than lu gak apa-apakan di temenin Farel?, Gue mau ngurus gangs dulu."

"Emang nya lu gak bisa balik lagi ke sini ya?"

"Kan yang boleh nemenin cuman satu orang aja Than."

"Ah ok lah terserah lo"

Pikirnya lebih baik enggak usah di temenin kalau bukan Bagas yang menemaninya.

"Gue cabut dulu ya. Baek-baek lu di sini" menepuk pundak sepupunya, Farel.

Beranjak menuju kerumunan di luar,

"Guys, malam ini udah cukup. Bos kita perlu istirahat yang cukup agar bisa segera pulih, semoga kalian bisa ngertiin keadaannya. Dan Makasih ya atas kedatangan kalian.

"Ok, Bagas jangan sungkan buat ngasih tau kita kalau terjadi apa-apa lagi sama bos Nathan"

Sahut seorang pria berambut keriting.

"Kita juga harus mencari tahu asal mula perkelahian itu, dan jangan lupa soal keselamatan Nathan dan keluarganya."

"Bener itu Gas, kita harus cepat bergerak mengusut tuntas permasalahan ini."

"Bagus kalau kalian berpikiran sama seperti itu. Baiklah sekarang kita bubar dengan tertib ya kawan-kawan.

Besok kalau ada yang mau jenguk Nathan, datang aja kesini langsung jangan terlalu ramai. Kita jagain bos Nathan bergantian. Setuju??"

Serempak menjawab.

"Setuju "

Mereka pun bergegas membubarkan diri dengan tertib, satu persatu motor yang mereka naikin melewati pintu parkir rumah sakit dengan tertib.

..

Di dalam ruangan tempat Nathan di rawat yang kini di temani Farel.

Ia masih terbaring di atas ranjang.

Perasaan agak canggung membatasi komunikasi di antara mereka.

Tapi farel mencoba untuk mencairkan suasana tersebut.

"Nathan, kok lu bisa sampai babak belur gini? Lu pasti di keroyok ya?"

"Sok tahu,"

"Ya kalau satu lawan satu mah pasti lu ga bakalan kayak gini?"

"Rel, lu jangan pernah anggap remeh siapa pun, termasuk lawan yang ada di hadapan lu, misalnya."

"Lawan yang gue hadapi jago banget ilmu bela dirinya. mungkin lu bisa mati Kalau lawan dia."

"Ah mana mungkin " farel sedikit tersinggung dengan omongan asal ucap Nathan.

"Terus lu menang lawan dia"

Pikiran Nathan menerawang pada kejadian di ruang kelas.

Mereka saling jual beli serangan. Perkelahian berat yang terjadi dari pagi sampai sore membuat mereka berdua kesakitan dan kelelahan. Sampai tak di ketahui siapa pemenangnya. Justru yang ada mereka beranggapan bahwa lawannya adalah pemenang. Dan mereka akan menghormati sang pemenang tersebut.

Sekarang Nathan mengkhawatirkan adik perempuannya yang sekolah di sana. Takut ia mengalami gangguan-gangguan dari lawannya.

"Rel, " panggil Nathan memecah fokusnya pada ponsel di pegangan kedua tangannya.

"Eh iya than, ada apa?"

"Gue bisa minta tolong ga sama lu?"

Nathan yang tadinya kurang srek sama Farel, rela mengesampingkan ego nya demi sang adik.

"Tolong apa? Kalau gue bisa bantu, gue usahain"

"Besok tolong anterin adek gue ke sekolah ya. !"

Bak pucuk dicinta bulan pun tiba, tanpa ia menceritakan pada siapa pun niatnya. Namun kesempatan datang dengan sendirinya.

Tanpa berpikir panjang lagi ia bersedia memenuhi keinginan Nathan.

Tapi ia berpura-pura sok jual mahal agar niat terpendamnya tak ketahuan.

"Aduh gimana ya, besok gue ada kuliah than."

"Yahh, ya udah gue minta tolong sama Bagas aja"

"Emangnya adek lu berangkat jam berapa?"

"Pagi sih, jam setengah tujuhan harus udah nyampe, biar gak telat."

"Gue kuliahnya jam sepuluhan Than, bisa lah nganter dulu mah"

"Kalau begitu lu gak keberatan dong ke sekolahan adek gue dulu?"

"Sekolah adek lu di mana?"

"Di SMA...,....."

"Wah pas banget, kebetulan searah"

Padahal kenyataannya sekolah dan kampus nya berseberangan arah."

Huh hampir aja ga jadi, untung gue pinter mengelabui calon kakak ipar, pikirnya.

...

Keesokan paginya,

Farel dengan perasaan riang memenuhi hatinya. Bangun lebih awal. Semalam ia tidur di kursi samping tempat tidur Nathan.

Dilihatnya ponsel yang menunjukkan pukul enam lewat lima menit, dia bergegas ke kamar mandi hanya sekedar mencuci muka.

Tak mungkin untuk mandi terlebih dulu.

Sedangkan Nathan masih terlelap, tak mau ia sampai membangunkannya. Di ambillah kunci motor di atas meja milik Nathan, yang semalam telah di serahkan Nathan untuk mengantar Aluna.

Farel menutup pintu pelan-pelan.

Sesuai permintaan sang calon kakak ipar "halusinasinya" ia pun pergi menuju rumah Nathan.

Sebelumnya ia pernah kesana bersama Bagas, tapi ia tak sempat ikut masuk ke dalam.

remang-remang sambil mengingat-ingat ia agak tahu jalan menuju rumahnya

....

Aluna tengah berdiri di depan pagar rumahnya, niat hati hendak memesan ojol. Tapi masih agak kepagian rupanya, tak ada ojol satu pun yang menerima orderan darinya.

"Huhh, kalo begini aku bisa telat"

"Deg deg deg..."

Sebuah motor jantan yang sudah ia kenali berhenti pas di depannya.

Ia agak kaget, kok bisa-bisanya kak Nathan yang masih terbaring di rumah sakit hendak mengantarnya ke sekolah.

Namun ketika helmnya di buka,

Yang nampak adalah Farel.

Sambil tersenyum melemparkan senyuman, menoleh Aluna sembari menyerahkan helm satunya.

"Yuk..!" Ajaknya penuh kepedean.

Genit amat orang satu ini,

Tapi Aluna tak punya pilihan lain, pasti Farel di suruh oleh kakaknya.

Duduk di belakang Farel dadanya agak menjauh dari punggung, bahkan jangan sampai gumpalan hangat dadanya menyentuh punggung farel. tangannya memegangi bagian belakang jok.

"Pegang dong cantik, nanti kamu bisa jatuh"

Ah sial kenapa harus orang ini yang jemput .. uuuhhh.

Aluna mengacuhkan saran darinya, diam di atas motor menekuk wajahnya, tanpa sepatah kata pun.

Farel langsung tancap gas secara tiba-tiba.

"Nguuungg"

...

.

Cilincing 29-06-2022 00:02

avataravatar
Next chapter