webnovel

Kelembaban ini, Cepatlah Berlalu

Hari itu..

Tidak ada yang membedakan hari itu dengan hari lainnya.

Hanya hari Rabu dengan tanggal hitam.

Oh, karena agak mendung jadi aku belum bangun meski alarm sudah kumatikan.

5 menit lagi, begitu pikirku.

Waktu aku melihat ponsel setelah molor sebentar, hanya 10 menit lebih lambat dibanding saat aku biasanya bangun.

Tidak masalah, hanya selisih 10 menit.

Setelah cuci muka, aku masak mie instan, 1 pak rasa mie goreng ori, 1 pak lagi rasa sambal terasi. Tidak lupa telor ceplok yang pinggirannya agak crispy.

Tidak banyak yang dicuci karena aku selalu mencuci peralatan masak dan makan langsung setelah makan.

Selanjutnya, tentu saja mandi. Tidak banyak hal yang dilakukan duda lapuk yang tinggal seorang diri di kontrakan. Untungnya aku masih bekerja dan punya penghasilan tetap yang bisa diandalkan.

Selesai mandi, hanya dengan mengikat handuk di pinggang, aku berjalan ke arah lemari.

Kemeja dan celana panjang untuk kerja tidak aku temukan disana. Mungkin masih di plastik laundry.

Aku berjalan ke ruang depan, tidak ada plastik laundry disana. Waktu itu barulah aku ingat kalau kemarin aku lupa mengambil laundry karena ada telepon dari kakakku, mengingatkan untuk menghadiri hajatan paman akhir pekan nanti.

Aku mulai panik karena tempat laundry belum buka meski aku mampir sambil berangkat ke kantor. Tapi baju yang ada hanya kaos dan baju santai lain yang tidak cocok untuk kerja. Kemeja batikku juga cuma satu, kalau aku pakai sekarang, aku nggak akan ada pakaian untuk besok jumat.

Dengan berat hati aku mengambil kemeja dan celana panjang yang aku pakai kemarin. Aku mencoba mengendus dari dekat, memastikan kelayakan berdasar standarisasi yang ada. Selama tidak ada yang berdiri terlalu dekat dan sengaja mengendus, harusnya tidak ada aroma yang menyinggung indra orang lain. Untuk berjaga-jaga, aku menyemprot parfum lebih banyak.

Sambil membiarkan aroma parfum yang nyegrak sedikit berkurang, aku mulai mencari pakaian dalam di lemari.

Aneh..

Aku lalu mencari di jemuran..

Hmmm, karena beberapa hari terus turun hujan, celanaku masih agak lembab. Mungkin kalau masih ada waktu, aku bisa mengeringkannya dengan hair dryer. Tapi satu lirikan ke jam dinding dan langsung aku sambar.

Di kamar, saat celana dalamku kupakai, rasanya aneh karena sedikit lembab. Karena tidak ada pilihan lagi, aku menutup mata dengan keadaanku dan berpakaian lengkap.

Buru-buru, kusambet ponsel dan tas ransel untuk kerja. Memastikan sekali lagi kalau dompet masih di dalam tas dan tidak ada yang tertinggal, aku pun berangkat setelah mengunci pintu rumah.

. . .

Selama di perjalanan aku tidak terlalu memikirkannya karena naik sepeda motor. Tapi saat sampai di kantor, aku mulai cemas kalau lembabnya membuat bekas di celana panjang. Aku pun langsung ke kamar kecil untuk melihat 'apakah semua baik-baik saja'.

Mungkin karena celana panjang yang aku pakai berwarna gelap, jadi kalau tidak benar-benar diperhatikan, jejak lembab yang berwarna lebih gelap tidak terlalu kentara.

Nanti ada rapat jam 10 sampai makan siang, setelah itu waktu istirahat aku bisa keluar sebentar mengambil laundry dan segera kembali. Apa aku sekalian beli celana dalam, ya? Biasanya ada di mini toserba.

Merasa lebih tenang, aku pun melangkah dengan hati-hati ke arah lift. Saat antri bareng pekerja lain, aku sedikit menjaga jarak agar tidak menempel ke orang lain.

"Pak Haris?"

! ! !

"Selamat pagi, Pak." Sapa Hasan, salah satu staf yang bekerja denganku.

Saking kagetnya, aku tidak membalas salamnya balik dan hanya mengangguk.

Ding!

Pintu lift terbuka, orang-orang mulai berjalan masuk ke ruangan sempit itu. Sampai hanya tinggal aku.

"Bapak nggak ikut naik, Pak?" Hasan bertanya heran sementara yang lain memandangku gelisah.

Tapi mana mungkin aku jelaskan pada mereka kalau aku khawatir kalau mereka akan tahu kalau aku keliru perhitungan dan ceroboh sehingga sekarang aku memakai celana dalam lembab dan kuatir kalau ada kelembaban yang merembes dan menyebabkan celana sedikit berbeda warna yang kalau sekilas nggak akan kelihatan tapi bagaimana kalau mereka pas memperhatikan atau nggak sengaja menempel ke orang lain dan menyebabkan mereka curiga dan tahu kalau..

Hasan menarik tanganku. "Kalau nunggu nanti lama, Pak."

Aku mengangguk dan melangkah ke dalam kompartemen besi yang berdebam dua kali sebelum tubuhku mulai merasakan dorongan melawan gravitasi.

Lift berhenti hampir di setiap lantai. Kalau aku tidak membiarkan Hasan menarikku, mungkin aku harus menunggu lima belas menit sebelum lift berikutnya. Itu pun belum tentu lebih longgar, bisa jadi lebih sesak karena makin mendekati jam masuk kerja. Kami keluar di lantai 7.

"Bapak mau dibuatkan kopi sekarang?"

Hasan membantu mengorganisir laporan yang aku terima. Sesekali dia menawarkan membuatkan minuman seperti ini. Sebagai sekretaris, satu kata menggambarkan dirinya. Cekatan.

"Iya, tolong, ya," jawabku sambil berjalan ke mejaku.

Akhirnya! Mejakuuu~~

Aku bisa duduk tenang dan bekerja tanpa kuatir ada orang yang tahu~

Beberapa pegawai yang sudah datang menyapa saat aku berjalan. Kali ini aku membalas sapaan mereka dengan cerah.

Aku merasa mulai saat ini dan selanjutnya, semua berjalan baik.

Sampai aku duduk di kursi kerja, meja lebar sedikit terpisah dari meja karyawan lain, dengan AC yang berhembus kencang ke arahku.

Kadal! Aku lupa kalau lubang AC-nya dekat meja! Mana AC sentral lagi!!

T - T

Celana yang tadinya sudah tidak terasa nyaman, kini makin tidak nyaman. Baru saja aku duduk, bokongku sudah mulai dingin. Aku terpikir untuk pinjam jaket, tapi jaket siapa...

"Silahkan kopinya, Pak," Hasan meletakkan mug berisi kopi hitam yang masih mengepul. Aroma smokey yang khas dan familier membuat aku sedikit rileks.

"Terimakasih, Hasan." Aku mencoba tersenyum.

"Sama-sama, Pak."

"Berkas untuk rapat nanti jam 10 sudah siap?" Mungkin memfokuskan diri ke pekerjaan akan lebih baik.

"Sudah, ini copy-nya Pak." Hasan menyodorkan lembaran kertas yang ujungnya distaples.

"Nanti siapkan air mineral sudah cukup. Aku pelajari ini dulu."

Materi didepanku cukup sistematis, mulai dari penjelasan dan analisa masalah, sumber yang digunakan serta keakuratannya, sampai pendekatan yang dipakai untuk mengatasi hal serupa, tidak lupa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode.

Diagram yang dipakai juga tidak terlalu mencolok, tapi juga tidak membosankan. Kalau materinya bagus begini, rapat bisa selesai lebih awal. Toh masalahnya tinggal memikirkan solusi yang dipakai.

"Hasan," panggilku yang langsung direspon. Sebentar saja, Hasan sudah berdiri di dekat mejaku. "Materinya bagus. Bisa langsung diperbanyak untuk departemen lain. Kalau kamu masih sibuk, bisa minta tolong yang lain untuk mengantar berkasnya."

"Baik, Pak."

Selanjutnya aku tinggal mereview beberapa berkas lain. Sambil bekerja tidak lupa menyeruput kopi yang mulai hangat. Selain agar tidak mengantuk saat rapat nanti, rasa panas yang menjalar dari mulut menghangatkan seluruh tubuh.

. .

Harusnya aku tidak menghabiskan kopi itu!

Setelah bolak balik ke kamar mandi untuk kesekian kalinya, aku mendesah sambil mencuci tangan.

Keluar dari toilet, aku mengecek waktu di ponsel. Masih 12 menit sebelum rapat dimulai.

Aku : Siang, Mbak. Saya mau ambil laundry pakai ojol. Bayarnya bisa transfer aja?

Aku langsung menuju ruang rapat untuk memeriksa kesiapan. Jangan sampai laptop atau proyektornya ngadat di tengah-tengah.

Hasan sudah ada di ruang rapat ditemani salah satu teknisi. Ruangan sudah tidak pengap dan di masing-masing meja sudah siap air mineral. Di samping layar terdapat papan putih untuk membantu mencatat poin penting atau hasil rumusan bersama.

Zzzz! Bzzzz!

Aku melihat ponsel, ada balasan dari tempat laundry.

Laundry : Bisa, Pak. Tolong dibantu kirim bukti transfer ke rek xxxxx, dan nomor nota laundry.

Sedikit lega, aku pun fokus ke rapat yang akan berlangsung.

Seperti biasa, setelah direktur dan para manager duduk, aku mulai mempresentasikan materi tadi pagi.

"Dan penurunan pendapatan kali ini cukup signifikan. Jumlah pesanan sebenarnya cukup banyak dan bisa menutup kekurangan bulan kemarin. Yang jadi masalah adalah biaya operasional keseluruhan untuk periode ini."

"Silahkan kalau ada masukan dari bagian lain..."

Tidak butuh waktu lama untuk masing-masing manager memberikan pendapat mereka.

"Bagian promosi sudah dipangkas banyak, lebih dari ini jumlah produk yang terjual malah makin turun."

"Kita bisa tunda produksi barang low demand dan pakai sistem kuota untuk tiap unit penjualan."

. . .

Rapat berakhir lebih awal dari dugaan. Meski hanya 15menit lebih awal, sudah mendingan dibanding kalau molor 5 menit.

"Hasan, aku keluar sebentar dekat sini. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi, ya."

"Iya, Pak."

Aku memesan ojol sambil berjalan ke arah lift.

Tiba-tiba dari arah pantry seseorang berjalan keluar dan menabrakku.

Aku tidak masalah kalau hanya tersenggol sedikit. Kalau ponselku tidak mencelat lalu jatuh sebelum tidak sengaja TERINJAK oleh orang lain yang kebetulan lewat. Kalau aku tidak ketumpahan segelas minuman dingin yang membasahi mulai wajah, badan, sampai kakiku.

"Astaga! Pak Haris!! Maafkan saya, Pak! Saya nggak sengaja!!" Si Pelaku, Murni, 24thn, bagian akuntan dan perpajakan, baru 4 bulan diangkat jadi karyawan tetap setelah intern setahun.

Sambil membungkuk minta maaf, Murni pastilah tanpa sengaja menuang sisa isi gelasnya ke sepatuku. Karena wajahnya makin pucat.

"Maafkan saya, Pak Haris! Tissu! Sebentar saya ambilkan tissu!" Dia langsung berbalik 180 derajat, sekali lagi tanpa sengaja menyibakkan rambut panjangnya ke wajahku.

Aku mengambil ponsel yang diberikan oleh orang yang menginjak tadi. Dia juga meminta maaf. Aku hanya membalas senyum kaku, kuatir keluar omongan pedas penuh emosi membara dari mulutku.

Kunyalakan layarnya, untungnya masih berfungsi baik. Langsung kupesan driver setelah memasukkan informasi yang diperlukan.

"Pak Haris, kok masih disini... Astaga!" Pertanyaan Hasan berubah setelah melihat kondisiku dari depan.

"Pak, ini tissunya!" Tangan Murni yang menyodorkan tissue bagiku terlihat seperti cakar macan yang siap mencabik wajahku.

Tiba-tiba saja tangan Hasan terulur mencegah Murni dari melakukan kerusakan yang lebih parah.

"Biar aku yang bantu bersihkan," ujar Hasan, memberikan sebagian tissue ke tanganku. "Bisa minta tolong kamu bereskan lainnya?"

Tanpa menunggu persetujuan Murni, Hasan sudah berbalik padaku.

"Bapak mau mandi dulu?" mata sekretaris muda itu terarah padaku.

Entah kenapa rasanya seperti dia memandang terlalu intense, bulu kudukku berdiri semua.

"Ah, tapi siapa yang bawa baju ganti.." dia kembali bertanya dengan suara sedikit serak sambil semakin mendekatkan tubuhnya.

Next chapter