1 PROLOG

"Aaaaaa!!!" Teriak seorang pemuda di atas jembatan.

Banyak rasa yang ingin dirinya luapkan di dalam teriakan itu. Entah itu kesedihan, kekecewaan, kemarahan ataupun keputus-asaan. Semuanya menjadi satu di dalam dirinya.

Sesak. Sangat sesak.

Mata hitam legamnya menatap kosong kepada air laut yang seolah sudah menunggunya untuk segera melakukan dosa besar yang sayang nya adalah pilihan terakhirnya. Ia depresi? Mungkin. Karena salah satu hal yang ingin dia lakukan saat ini adalah mengakhiri hidupnya agar terlepas dari rasa sakit yang semakin membelengunya.

Pemuda itu mulai menaiki tiang jembatan--lalu berdiri diatasnya. Dirinya menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam, karena sebentar lagi dirinya tidak akan bisa melakukan hal itu lagi. Ia segera memejamkan matanya--siap untuk menlancarkan aksinya.

Namun saat akan menjatuhkan tubuhnya, dirinya langsung memeluk tiang tinggi di sampingnya agar tidak terjatuh karena tiba-tiba di kagetkan dengan suara celetukan seseorang di sampingnya.

"Mau bunuh diri nih?"

Dirga langsung menolehkan kepalanya ke asal suara. Bisa di lihatnya seorang gadis sedang berdiri menatap lurus kedepan dengan memakai seragam putih biru sepertinya, hanya saja logo sekolahnya berbeda dengan yang di kenakannya.

"Kalo mau bunuh diri mening di gedung itu tuh!" tunjuk nya pada sebuah gedung yang menjulang tinggi yang berada cukup jauh dari tempat mereka berada, namun masih terlihat karena saking tingginya.

"Soalnya kalo lo bunuh diri disini, proses nya bakal lama. Lo harus kesakitan dulu karena gak bisa nafas. Tapi kalo disana lo pasti langsung mati detik itu juga karena kepala lo pasti pecah." lanjutnya menjelaskan.

Dirga menatap tajam gadis yang sudah mengagetkan dirinya itu, "Ngapain lo disini?" tanyanya, menghiraukan saran yang di berikan oleh gadis tersebut.

"Eummm," gadis itu mengeluarkan ekpresi seolah sedang berfikir. "Awalnya sih gue cuman mau jalan-jalan aja, tapi pas liat lo kaya mau bunuh diri yaudah mening gue liatin lo bunuh diri aja. Itung-itung pengalaman baru, soalnya gue gak pernah nonton secara live orang bunuh diri. Apalagi kalo ada gue, gue bisa langsung telefon ambulan. Jadi mayat lo bisa langsung di angkat tanpa nunggu busuk dulu di dalem air." ucapnya tersenyum polos sambil mendongak menatap kearah pemuda yang jauh lebih tinggi di atas tiang.

Untuk beberapa detik mereka hanya saling menatap. Dirga dengan pandangan datarnya sedangkan gadis itu tetap dengan senyuman polos yang masih tersungging di bibirnya.

Dirga segera melompat, tapi bukan kedalam air seperti tujuan awalnya. Dirinya kembali kepada tempat semulanya tadi. Dirinya masih memiliki sedikit kewarasan untuk tidak menuruti ucapan gadis di sampingnya.

Gadis itu tampak mengangkat sebelah alisnya. "Loh, kok lompatnya kesini gak kesana? Gak jadi nih bunuh dirinya? Atau lo mau nurutin saran gue untuk bunuh diri di gedung itu?" tanyanya beruntun. Namun tak dapat di pungkiri ia menghela nafas lega melihat pemuda itu tidak jadi melompat. Artinya rencana nya berhasil. Dirinya memang sengaja mengatakan hal tadi agar bisa menyentil ego pemuda disampingnya untuk membatalkan niatnya.

Dirga menghela nafas panjang, apa yang baru saja ingin dia lakukan. Bunuh diri? Yang benar saja ?! Ah dirinya sudah gila.

"Lo tau? Allah gak akan membebani hambanya melebihi kasanggupannya."

Dirga merutuki aksinya beberapa menit lalu yang ingin mengakhiri hidupnya. Kenapa pikirannya picik sekali?!

"Lo islam kan?"

"Hmmm,"

"Lo tau itu dosa besar kan. Yang bahkan arwahnya gak bakal di terima bumi?"

"Hmmm,"

"Jadi kenapa lo mau bunuh diri?"

"Kepo."

Gadis itu mendengus, "gue gak kepo. Gue cuman mau lo sadar kalo masih banyak yang lebih gak beruntung di luar sana, tapi masih memerjuangkan dirinya agar tetap hidup. Dan lo malah pengen ngakhirin hidup lo gitu aja?!"

Dirga menunduk. Dalam hatinya ia bersyukur karena gadis ini datang di waktu yang tepat. Jika tidak, dirinya pasti sudah menjadi salah satu orang yang di benci Tuhan.

"Lo harus selalu inget apa yang lo cintai dan mereka yang mencintai lo. Pokoknya lo pikirin mereka yang mencintai lo aja deh. Karena rasa cinta itu motivasi yang sebenarnya."

"Kalo gue gak punya orang yang gue cintai di dunia ini gimana?"

Gadis itu tertegun. Dirinya menatap lekat pemuda di sampingnya yang sedang memejamkan matanya sembari menundukkan kepalanya. "Orang tua lo?" tanyanya hati-hati.

Dirga mendongakkan kepalanya, menatap langit yang mulai berwarna orange. "Gue cuman cinta sama salah satu orang tua gue, tapi sekarang dia udah gak ada." lagi-lagi gadis itu tertegun mendengar suara parau pemuda itu. Gadis itu buru-buru mengalihkan topik yang sepertinya sangat sensitif untuk pemuda itu.

"Kalo pacar?"

"Pacar pertama gue dia." Gadis itu menganggukkan kepalanya, dirinya mengerti sekarang.

"kalo temen lo gimana?" Ah Dirga hampir saja melupakan teman-temannya itu. Apa jadinya jika mereka tahu kalo dirinya mati seperti ini? Pasti mereka akan mengacak-acak kuburannya.

Pemuda itu terkekeh, "ya. lo bener! Gue masih punya mereka." Gadis itu bernafas lega mendengarnya.

"Gue gak tau banyak apa yang terjadi. Tapi gue bisa narik kesimpulan. Apa pun yang terjadi, lo harus inget perjuangan ibu lo yang udah susah payah ngandung lo, dan ngelahirin lo supaya bisa ada di dunia ini. Jadi jangan lo kecewain sama keputusan sesaat lo yang datang dari setan itu. Ibu lo pasti sedih di atas sana kalo liat lo kaya gini lagi."

Dirga menyetujui ucapan gadis itu di dalam hatinya. Dirinya jadi merasa bersalah kepada wanita hebat yang sudah mati-matian berjuang agar bisa membuat dirinya melihat dunia yang indah ini. Dan dirinya malah ingin mengakhirinya begitu saja? Sangat tidak tau diri bukan?

"Masih ada temen lo juga kan yang pasti bakal terus suport lo di keadaan apapun. Walaupun seorang teman terkadang menyebalkan, tapi gak bisa di pungkiri kalo keberadaan mereka juga membuat hidup kita lebih berwarna." Dirga lagi-lagi menyetujui ucapan gadis di sampingnya ini. Keberadaan teman-temannya juga memang berarti di hidupnya. Mereka menjalani masa kanak-kanak mereka bersama, dan mereka juga berjanji untuk melewati masa tua mereka bersama-sama juga. Akan sangat menyebalkan bukan jika dirinya mematahkan janji itu?

"Gue harap kita gak ketemu di situasi kaya gini lagi."

Dirga menolehkan kepalanya kesamping, daritadi mereka berbicara memang tanpa bertatap muka, keduanya sama-sama menatap lurus kedepan. "Emang lo mau ketemu gue lagi?" Gadis itu balas menoleh. "Untuk saat ini kayanya gak bisa, soalnya beberapa hari lagi juga gue bakal gak tinggal di Indonesia lagi, entah sampai kapan baru balik lagi kesini. Tapi kedepannya siapa yang tau kan?!" ucapnya sambil mengedikkan kedua bahunya.

"Oke, take care! Dan makasih udah nasihatin dan ngingetin gue, kalo hidup itu sangat berharga. Dan gue gak boleh sia-siain kesempatan itu."

"Thanks. Sama-sama, gue juga senang kok bisa pertama kalinya batalin niat orang yang mau bunuh diri. That's impressive." balas gadis itu sembari tersenyum manis yang membuat Dirga mau tak mau ikut tersenyum melihatnya.

"Yaudah gue pamit pulang, udah mulai gelap." pamit gadis itu.

"Iya, gue juga mau pulang."

"Nice to meet you."

"Me too."

"Bye." Gadis itu melambaikan sebelah tangannya. Yang di balas hal yang sama oleh Dirga.

Mereka langsung membalikan tubuh masing-masing dan mulai berjalan berlawanan arah.

Tanpa mereka sadari mereka sudah melihat tenggelamnya matahari bersama-sama. Bukan kah mereka terlihat seperti sudah menghabiskan hari bersama seharian? Dari yang awalnya cerah menjadi gelap.

Mereka telah melewati senja bersama-sama. Bukan kah hal yang indah jiga di lewati secara bersama bisa mendatangkan hal yang baik? Yah, Semoga saja. Siapa yang tahu apa yang akan mereka lewati kedepannya. Apakah keberuntungan atau malah sebaliknya.

*****

Senin, 23 November 2020

avataravatar