webnovel

Calon Ayah Baru (2)

"Baiklah, aku tak keberatan ayo kita pergi." Hali berjalan terlebih dahulu lalu diikuti Paul bersama Axelle menuju kantin kantor yang mana saat itu Syifa dan Rey berada di sana sesuai dengan dugaan Hali.

Begitu melihat keberadaan keduanya Hali tersenyum lalu menghampiri mereka sementara dua orang tamu beserta Marisa tak dipedulikannya.

"Hai Rey."

"Eh Paman Hali!" seru Rey senang akan kehadiran Hali yang ada di situ. Syifa pun mendengus. Bukannya jam segini dia akan makan dengan Marisa? Atau menjamu kedua tamunya?

Setahu Syifa yang baru bekerja beberapa bulan dengan Hali tahu jelas kebiasaan bosnya itu. "Sedang apa Pak Hali ada di sini? Bukankah Pak Hali seharusnya menjamu tamu anda di restoran mahal?"

"Aku rindu sama Rey. Tak boleh aku menemuinya?"

"Yah tak apa-apa sih." balas Syifa dengan nada malas.

"Lalu kau ... Bagaimana dengan sakitmu? Apa sudah merasa baikan?" Syifa hanya mengangguk dengan raut wajah santai takut jika kebohongannya akan terkuak.

"Baguslah. Ngomong-ngomong, aku membawa kedua tamu untuk makan bersamaku di kantin kantor. Apa boleh kami duduk di sini bersama kalian?" kali ini Syifa tak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang agak gusar.

"Pak Hali mau bawa kedua tamu penting anda ke sini?" Hali mengangguk mantap membuat Syifa tanpa sadar menelan ludah.

Ditambah Hali ingin Axelle bersama Paul akan makan satu meja dengannya. Sial!

"Mm ... Pak Hali. Ada sebaiknya kalian makan di meja lain saja." mata Hali langsung memicing. Agak curiga dengan Syifa.

"Memangnya kenapa kalau aku makan di sini bersama kalian? Apa ada yang salah?"

"Bukan begitu tapi--"

"Kalau aku pikir-pikir, hari ini kau berusaha menjauhiku. Aku jadi curiga apa kau benar-benar sakit!" Tubuh Syifa menegang. Dia harus cepat menemukan alasan.

"Bunda nggak bohong Paman." potong Rey membuat Hali menoleh ke arah anak kecil itu.

"Bunda dali tadi wajahnya pucat banget pas datang ke tempat Ley." Hali kembali menatap pada Syifa. Jika Rey yang masih polos ini membela Syifa, sudah pasti Rey mengatakan apa adanya.

"Apa itu benar Syifa?" Syifa yang awalnya terpaku bergidik sebentar karena kaget lalu mengangguk.

"Baiklah aku percaya dengan omongan Rey, tapi aku masih belum mendapat jawaban kenapa aku dan kedua tamuku yang penting tak bisa makan bersama kalian."

"Paul!" ucap Syifa spontan.

"Paul? Pria playboy itu?"

"Iya. Kau tahu bukan bagaimana dirinya saat berada di dekatku. Dia pasti akan--"

"Cukup, cukup. Aku sangat mengerti." Hali bingkas berdiri menghampiri Paul, Marisa dan Axelle yang baru saja masuk langsung diantar oleh Hali ke meja yang kosong.

"Apa Pak Hali sudah bertemu dengan orang yang penting itu?"

"Ya. Kami juga telah berbicara jadi semuanya telah selesai."

"Kalau begitu baguslah." saat Axelle dan Hali berbincang, Paul lebih melihat ke sana kemari mencari seseorang.

"Hali, di mana ya sekretaris anda?" kening Axelle lalu mengerut.

"Sekretaris? Bukankah Marisa adalah sekretarismu?"

"Bukan Tuan Axelle. Setahuku wanita ini bukanlah sekretaris Hali melainkan wanita yang bernama Syifa." terang Paul yang membuat Axelle sedikit kaget.

"Namanya Syifa?"

"Iya, dia cantik sekali kalau kau bertemu dengannya kau pasti akan terpukau eh tidak, tidak, sebaiknya kau jangan bertemu dengannya dia itu milikku."

"Kalau begitu wanita ini siapa?" Marisa hendak membuka suara namun Hali segera mencegatnya.

"Dia kekasihku." mata Marisa membulat sebentar lalu melempar senyum kecut kepada Axelle menganggukan kepala pelan kemudian tertawa kecil.

"Ini suatu kebetulan ya,"

"Kebetulan apa?"

"Aku sedang mencari seorang wanita yang bernama Syifa tapi tidak mungkin bukan kalau wanita yang aku cari adalah sekretarismu itu akan konyol sekali." Hali yang mendengar itu kemudian tersenyum kecil.

"Iya, itu akan konyol sekali."

❤❤❤❤

Waktu berlalu cepat. Tak terasa hari sudah sore. Hanya saja kedua tamu Hali tak beranjak sebab senang berbincang ringan dengan Hali. "Wah ternyata sudah sore aku rasa ini sudah waktunya kita pulang." ucap Paul seraya melihat jam ditangannya.

"Iya juga. Aku rasa aku harus pulang, ada seseorang yang menungguku." sahut Axelle.

"Kalau begitu kapan-kapan kita berbincang lagi. Aku pun harus pulang." mereka lalu bergerak keluar dari perusahaan. Marisa yang sebagai asisten menggantikan Syifa ikut pula keluar.

Paul adalah orang yang paling semangat keluar. Tentu saja dia menunggu seseorang dan benar saja sosok Syifa bisa dia lihat tengah bersama anak kecil.

"Syifa!" wanita itu kontan menoleh, kemudian memberikan senyuman kepada Paul. Pria itu langsung bergerak mendekat tapi raut wajahnya heran saat mendapati anak kecil yang tengah memegang tangan Syifa. "Syifa, siapa anak ini?"

"Ini Rey ... Dia anakku." jawab Syifa lugas. Paul kaget sekaligus sedih.

"Oh ini anakmu manis sekali. Kau pasti sedang menunggu suamimu," kening Syifa terlipat.

"Tuan Paul, sampai sekarang aku belum menikah." ungkap Syifa jujur. Paul lagi-lagi terkejut tapi kali ini dia terlihat senang.

"Oh aku minta maaf aku tak--"

"Tidak apa-apa aku mengerti."

"Sekarang kau menunggu apa?"

"Taksi atau bus." jawab Syifa singkat.

"Mau aku antar?"

"Ah tak usah jadi merepotkan."

"Tidak, aku senang kok mengantar kalian tunggu sebentar ya." Paul pun pergi meninggalkan Syifa dan Rey sendirian. Dari arah pintu barulah Hali beserta kedua orang yang lain keluar.

Hali hampir saja memanggil Rey namun Marisa menyentuh tangannya duluan. "Kita perlu bicara." Marisa kemudian menarik tangan pria itu untuk pergi sementara Axelle memperhatikan baik-baik pasangan Ibu dan anak itu.

Dia seakan mengenali mereka. Seketika dirinya teringat akan ucapan Paul tentang seorang wanita bernama Syifa. Apa jangan-jangan .....

Axelle lantas berjalan mendekat ke arah Syifa dan Rey sambil terus memandang punggung mereka berdua. Tinggal beberapa langkah lagi tapi tiba-tiba suara getar ponsel mengejutkan Axelle.

Dia membuang napas melihat telepon dari rumah yang menelepon. "Halo Tiara,"

"Kau masih ada di perusahaan Singgih?"

"Iya, kenapa? Rindu ya sama aku?"

"Cih jangan terlalu percaya diri. Aku tidak akan pernah rindu sama kamu, paham?"

"Iya, iya." Axelle menoleh ke arah Syifa dan Rey yang masuk ke dalam mobil milik Paul.

Matanya membelalak melihat dengan jelas wajah Syifa dan dia pun menyadari firasatnya namun terlambat sebab saat itu Syifa sudah menutup pintu mobil lalu mobil milik Paul bergerak menjauh.

Sia-sia saja Axelle berusaha mengejar mobil milik Paul. Kaget, marah, kesal bercampur di dalam diri Axelle yang meluahkannya dengan mengerang penuh kegeraman. Tiara yang berada di balik telepon agak terkejut dengan teriakan Axelle. Sebenarnya apa yang terjadi pada pria itu?

❤❤❤❤

See you in the next part!! Bye!!

Next chapter