21 eps 21

Kereta kuda sudah siap, aku dan kakak masuk. Kami akan kembali ke asrama tanpa nyonya Airn karena beliau masih ada urusan di rumah.

Aku dan kakak duduk berhadapan, kakak diam menatap keluar jendela dan mungkin tak sadar jika aku sempat menoleh sebentar ke arahnya. aku pun hanya diam, banyak yang kupikirkan. Kakak bilang ingin menangkap pelaku tapi aku tak yakin itu akan cepat.

Dipikir lagi sepertinya kemarin aku terlalu bersemangat menceritakan tentang diriku sampai lupa bertanya bagaimana cara kakak selamat, hah..aku egois, lagi.

"Kak, bagaimana kakak bisa selamat waktu itu?"

Kakak tersentak, pasti kakak tadi melamun.

"Benar, maaf aku lupa menceritakannya kemarin. Saat kejadian di ruangan itu sepertinya ada 2 orang pelaku, karena saat punggungku dipukul aku mendengar suaramu seperti kesakitan juga. Lalu aku diseret keluar ruangan meski masih sadar tapi badanku sudah kaku aku juga sudah tak mendengar suaramu. Aku sengaja memejamkan mata agar disangka pingsan, lalu.." kakak terdiam.

"Lalu apa yang terjadi kak?" aku penasaran tiba-tiba kakak terdiam dan mengalihkan pandangan ke bawah.

"Lalu aku dilempar begitu saja ke dekat kolam taman, dan mereka pergi"

"Jadi orang yang kita temui saat itu benar pelaku yang kita cari?", aku berpikiran bahwa kakak sudah tau siapa pelakunya karena saat itu ia pernah bercerita seakan-akan ia sudah tau tapi saat aku tanya ia tak menjawab, kakak menyembunyikan sesuatu dariku, tapi kenapa?

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Aku hanya terpikir saja saat melihat banyak tabung berisi mata. Kakak pernah bilang bahwa setiap korban matanya pasti hilang"

Kereta kuda berhenti, kami sudah sampai di bangunan megah suram ini. Kami melangkahkan kaki masuk. Kakak menggenggam tanganku tapi jantungku tetap saja berpacu lebih kencang dari biasanya.

Oh tenanglah jantung kumohon, ini hanya sekolah berasrama yang sama seperti biasanya.

Tapi entah perasaanku saja atau memang nyata, aku merasa udara di dalam sini lebih sesak dari sebelumnya.

Sayang sekali kami berpisah di perempatan koridor, kakak ke kiri menuju ruang OSISnya aku lurus menuju kamarku. Jujur saja aku masih merasa takut, bagaimana jika tiba-tiba pelaku itu datang?

Aku mencoba berjalan cepat di koridor sepi ini, wajar, ini masih jam sekolah.

"Anu, permisi"

Aku menoleh.

"Ah ternyata benar nona Airn, apa nona juga melewati kelas untuk menjenguk Ra?"

"Eh? Ra ke-" belum sempat membuka pintu kamar sudah mendengar hal seperti ini.

"Sebenarnya saya juga ingin menjenguk Ra tapi tiba-tiba saya ada urusan. Jadi saya ingin minta tolong nona untuk memberi ini pada Ra" orang itu berbicara dengan cepat sambil membungkuk di depanku, ah..aku tak bisa menolak.

"Iya, sudahlah jangan menunduk terus" aku mengambil kotak kecil yang ada di tangannya, tertempel sticky note warna coklat bertuliskan 'Get Well Soon, Ra^^', ternyata Ra sakit, berarti dia di klinik.

"Terima kasih nona Airn"

"Sama-sama"

Tanpa masuk ke kamar lebih dulu aku langsung berbalik arah, melewati koridor-koridor sepi tadi untuk menuju klinik. Apa yang terjadi pada Ra? Apa ia masih shock karena apa yang terjadi pada adiknya kemarin? tapi bukankah biasanya orang-orang di sini akan lupa dengan kejadian seperti itu.

Aku masuk ke klinik, kali ini aku tak melihat perempuan berambut perak itu, sepertinya sekarang bukan jam giliran dia.

"Permisi, apa saya bisa bertemu dengan pasien bernama Ra Keindu?"

"Nona Keindu ada di kamar nomor 6 nona"

Aku segera menuju kamar yang disebutkan oleh penjaga klinik.

Aku melihat Ra tengah tertidur, aku tetap masuk untuk melihat keadaannya dan memberikan kotak kecil pemberian orang tadi.

"Ra, maaf aku baru datang, semoga lekas sembuh" ucapku lirih dan meletakkan kotak kecil itu di atas lemari kecil samping ranjang.

BRAK!

Suara bantingan pintu mengejutkanku dan menoleh dengan cepat. Seorang perempuan berambut perak panjang tergerai dengan seragam perawat masuk, aku sepertinya pernah melihatnya, oh benar!

"Bukankah kau teman sekelasku?"

"Apa maksudmu, adik ketua? aku yang bertemu denganmu kemarin saat temanmu itu sakit"

Ah suara ini, suara Kak Lowrfe, benar juga, rambut teman sekelasku bagian bawahnya berwarna pink, tapi sungguh kupikir tadi itu adalah dia, mereka benar-benar mirip saat rambutnya dibiarkan tergerai seperti ini.

"Maafkan saya, saya pikir tadi teman sekelas saya, kalian berdua cukup mirip dengan rambut tergerai seperti ini"

"Aku buru-buru datang kesini jadi belum sempat menggelung rambutku" ia menggelung rambutnya dan berjalan mendekatiku yang masih duduk di samping Ra.

"Berbicara tentang temanmu yang mirip aku, apa kau tau dia?"

"Saya kurang akrab dengan teman sekelas dan tak banyak mengenal nama mereka"

"Dia adikku, kami kembar"

Wah pantas saja mereka mirip, hanya saja Kak Lowrfe lebih terlihat dewasa saat rambutnya digelung.

"Seharusnya ia juga sudah kelas 3 tapi karena saat kecil ia sulit diatur dan tak mau sekolah, ia sering berbuat sesukanya tanpa melihat kondisi sekitar, cukup sulit menjaganya, tapi bagaimanapun juga ia adik kembarku, aku akan tetap mendukungnya bagaimanapun keadaannya, apa kau pernah mendengar bahwa konon katanya anak kembar bisa melakukan telepati?"

"Ah benar, saya pernah membacanya di sebuah buku, apa itu benar?"

"Benar, dan saat ini aku merasakan pesan darinya untuk segera MENANGKAPMU!"

SRAK!

Ack! rokku sedikit robek ditariknya, aku refleks berlari menjauh darinya menuju pintu kamar. Ada apa dengannya tiba-tiba menggila seperti itu. Ia mengejarku tanpa memperhatikan bahwa kami masih berada di klinik.

Tapi entah kenapa aku merasa suasana menjadi sunyi di dalam klinik ini, aku tetap berlari menuju pintu keluar, langit terlihat lebih gelap, sepertinya akan turun hujan, atau mungkin badai?

"OCHI!" aku menoleh dengan cepat, seorang laki-laki berseragam dengan dasi hitam berlari ke arahku, kakak? tapi kenapa sepertinya lebih tinggi?

"Tertangkap kau!"

"Aargh!" aku lupa soal orang ini, cengkramannya di tangan kiriku sangat kuat.

"Lepaskan dia!" laki-laki tadi semakin dekat. Ia menendang perut Kak Lowrfe, dan menarik tangan kananku, cengkraman tangannya lepas.

"Ka-, benar kakak? apa yang terjadi? tunggu, kakak jadi tinggi?"

"Segelku lepas" jawabnya singkat dan langsung mendekapku seakan-akan mengatakan padaku agar tak bertanya apapun lagi.

"Ayo Ochi kita harus lari" kakak melepas pelukannya dan menarik tanganku, kami berlari menjauh dari klinik meninggalkan wanita itu yang masih memegang perutnya.

Kami menuju ruangan kakak, masuk dan menutup pintu rapat-rapat. Kami mendorong meja kakak ke belakang pintu, dan bersandar di meja itu.

"Ochi, maaf, kau pasti bingung, maaf selama ini aku terus diam saat kau bertanya tentang pelaku, tapi sebenarnya aku punya dugaan siapa pelakunya meski kurang pasti, tapi sungguh, hanya saja, aku, aku-" kalimat tertahan dan menatapku, lalu menunduk.

"Kakak mencemaskanku? terima kasih kak" aku memegang tangannya dan tersenyum.

Tak masalah ada badai gempa sekalipun di luar sana, tak masalah ada berapa pembunuh yang mengincar nyawaku, tak masalah aku tak mengetahui siapa pelaku ini semua, tak masalah kakak berbohong padaku, karena aku percaya, cukup bersamanya aku merasa semua pasti baik-baik saja. Semua pasti baik-baik saja.

"TSAQOO!!" terdengar suara teriakan dari luar dengan jarak yang sepertinya jauh.

"Apa itu tadi kak? apa tadi Kak Lowrfe?"

"Bukan, tapi adiknya, Lecty, teman sekelasmu yang bernama Co Lectyo"

Apa? teman sekelasku? jadi yang dikatakan Lowrfe di klinik tadi memang benar? selama ini pembunuhnya teman sekelasku sendiri? padahal ada di sekitarku tapi aku tak tau. Tak apa, kakak sudah minta maaf tentang ia yang tak menceritakan apapun padaku dan aku pun percaya kakak tak memberi tauku pasti karena ia mencemaskanku.

BRAK! BRAK!

"BUKA HEI! AKU TAU KALIAN DI DALAM!!"

"Itu, Lecty?"

"Sstt..ayo" kakak menyuruhku diam dan tenang.

Kami berjalan perlahan menuju ruang bawah tanah. Kakak mengobrak-abrik semua isi dalam ruang bawah tanah ini, tabung kaca di lab dipecah, buku-buku ia bakar, semua sangat berantakan, sebenarnya aku sedih semua ini dihancurkan tapi aku tau kakak melakukan ini agar tak meninggalkan bukti. Cairan hitam pekat dalam botol dan senter ia ambil dari salah satu rak sebelum isi rak tersebut juga ikut menjadi kacau. Lalu ia membuka lemari di bawah meja yang biasanya untuk tempat penyimpanan makanan. Ia mengeluarkan semua isinya, kakak menggigit ujung senter dan masuk ke dalam lemari itu, setelah itu baru aku. Kami merangkak menyusuri dalam lemari yang ternyata lorong ini, aku tak berani mengucapkan sepatah kata pun meski aku penasaran, aku hanya mengikuti kakak di belakangnya.

Kakak berhenti, sudah sampai batas lorong.

Tap! ia turun, ternyata masih berlanjut, hanya saja langit-langitnya menjadi lebih tinggi meski masih tetap sempit hanya cukup untuk berjalan satu persatu, setidaknya sudah tak merangkak lagi.

Tak sengaja aku melihat bagian lorong di belakangku menjadi lebih terang, sepertinya tadi sangat gelap.

"Kak" aku menarik bajunya dan menunjuk bagian lorong yang sudah kami lewati tadi.

Kakak menoleh, matanya terbelalak kaget, pergelangan tangan kananku dicengkeram cukup kuat.

avataravatar
Next chapter