webnovel

CWCVH PART 32

Keesokan paginya.

Sesuai yang di minta mama Erland, Briel benar-benar bangun pukul empat shubuh. Dia benar-benar akan mengantar mama Erland berbelanja di pasar tradisional.

Briel keluar dari kamar, dan bertemu dengan mama Erland di depan pintu kamarnya.

"Kenapa sudah bangun di jam sepagi ini?" tanya mama Erland canggung. Dia masih saja teringat kejadian memalukan semalam.

Briel mengerutkan dahinya.

'Bukankah semalam mama memintaku mengantarnya ke pasar? Dia 'kan memintaku bangun jam empat pagi,' batin Briel heran.

Puk!

Briel tersentak ketika mama Erland menepuk bahunya.

"Kamu tak perlu ikut ke pasar, kamu pasti lelah. Tidur lagi saja, tak apa," ucap mama Erland seraya tersenyum canggung.

Briel terdiam, dia ingat kejadian semalam. Wajahnya memanas. Malu sekali rasanya, padahal semalam tak terjadi apa-apa antara dirinya dan Erland. Sudah jelas mama Erland sudah salah paham terhadap kejadian semalam.

Briel merangkul lengan mama Erland. Dia pun tersenyum.

"Aku baik-baik saja, ayok kita ke pasar sekarang, Ma. Anggap saja sekalian olah raga di pagi hari," ucap Briel.

"Tapi, Briel--" Mama Erland ragu untuk mengajak Briel, bagaimana jika semalam terjadi hal yang lebih berat lagi dari apa yang sempat dia lihat? Bagaimana juga jika semalam Erland ternyata tak membiarkan Briel bernapas karena melihat begitu bersemangatnya Erland, pikir mama Erland.

"Sudahlah, Ma. Ayok!" ucap Briel.

'Aku akan menghajar manusia satu itu, mamanya jadi salah paham pada kejadian semalam, dasar tak tahu malu!' batin Briel geram.

"Ya sudah, ajak suamimu juga," ucap mama Erland.

"Ajak Erland? Maksudnya mengajaknya ke pasar?" tanya Briel syok.

"Ya, harus adil. Kamu pasti sudah lelah sepanjang malam, pagi ini juga kamu harus ikut mama belanja. Karena itu, tak adil jika Erland masih tidur, dia akan mengantar kita membawa belanjaan," ucap mama Erland.

"Oh, begitu," ucap Briel.

Batin Briel menyeringai, sepertinya memang harus mengajak Erland ke pasar. Benar, tak adil untuk kejadian semalam. Briel tak rela di permalukan oleh Erland di depan mama Erland seperti yang terjadi semalam.

"Aku akan bangunkan dia," ucap Briel dan bergegas masuk ke kamar.

Briel mendekati Erland yang masih tidur memeluk guling. Briel berkacak pinggang.

'Tidurpun dia menyebalkan! Posisinya itu! Apapun yang dia lakukan selalu membuatku jengkel melihatnya, dia tak ada kerennya sedikitpun!' gumam Briel.

Briel melihat kaki Erland, dia pun menyeringai.

"Bangun!"

Ctak!

"Ah, apa yang kamu lakukan?" pekik Erland terkejut.

Erland terperanjat, Briel baru saja mencabut bulu kakinya.

"Membangunkan dirimu," ucap Briel seraya tersenyum manis.

"Membangunkan macam apa yang kamu lakukan? Kamu bisa membangunkan ku layaknya orang normal, tak perlu mencabut bulu kakiku!" pekik Erland.

"Erland! Tak bisakah kamu tak berteriak? Tak ada manis-manisnya jadi pria," ucap mama Erland yang tiba-tiba saja masuk ke kamar.

"Tak apa, Ma. Dia memang sudah biasa seperti itu," celetuk Briel seraya memasang ekspresi sedih.

Erland menutup wajahnya. Dia baru saja menghindari mimpi buruk, kini setelah bangun dia justru di hadapkan dengan kenyataan yang sepertinya akan membuatnya kembali mengalami darah tinggi.

"Bukankah kamu selalu menyukai permainan kasarku?" tanya Erland seraya tersenyum penuh arti menatap Briel.

Briel mengepalkan tangannya. Dia tahu arah pembicaraan Erland ke mana. Dia malas sekali meladeni jalan pikiran Erland. Pikiran Erland terlalu menuju ke arah yang di larang bagi usia dibawah 20 tahun.

Mama Erland menoleh, dia melihat Briel dengan tatapan yang Briel tak dapat artikan.

"Aku ke toilet sebentar," ucap Briel dan bergegas menuju kamar mandi.

"Ya sudah, Mama tunggu di luar. Oh, ya. Lain kali, kalau malam pintu kamar di kunci saja," ucap mama Erland.

"Kenapa?" tanya Erland berpura-pura tak tahu.

"Kenapa? Haruskah bertanya? Kamu bisa membuat orang lain jantungan!" kesal mama Erland.

Erland mengerutkan dahinya. Sesaat kemudian dia pun tersenyum kecil ketika teringat kejadian semalam. Dia merasa tak terlalu malu karena dia tak melakukan apapun semalam. Mungkin, akan berbeda jika semalam sang mama benar-benar memergokinya tengah menyetubuh Briel.

"Mama bisa pulang ke Bandung, dan menunggu papa pulang dari perjalanan bisnisnya," ucap Erland.

"Apa? Bisa-bisanya kamu mengusir Mamamu sendiri!" pekik mama Erland.

Erland menghela napas panjang.

"Dan lagi! Mama mengerti gairah anak muda, tetapi jangan terlalu bermain kasar," ucap mama Erland memperingatkan.

Tak lama Briel kembali.

"Mama bisa bertanya padanya, dia sendiri tak masalah aku bermain kasar. Bukan begitu, Briel?" ucap Erland seraya menatap Briel penuh arti.

Mama Erland menunjukan ekspresi datar. Dia tak mengerti pikiran anak muda jaman sekarang.

'Apa bagusnya dengan hard sex?' gumam mama Erland.

Erland dan Briel menoleh dengan cepat ke arah mama Erland. Keduanya sedikit syok mendengar apa yang mama Erland katakan.

'Mama mengerti istilah itu? Apa papa pria yang dominan ketika bercinta?' batin Erland sedikit terkejut.

'Mereka membahas apa, sih? Tolonglah, aku masih di bawah umur,' batin Briel.

Ya, Briel dan Erland cukup mendegar gumaman mama Erland.

Erland dan Briel pun sama-sama menutup wajahnya seraya menghela napas panjang.

"Sudahlah, antar Mama ke pasar sekarang!" ucap mama Erland.

"Apa? Kenapa aku? Bukannya Briel yang akan mengantar Mama?" tanya Erland syok.

Briel tersenyum penuh arti ketika Erland melihatnya dengan tatapan tajam.

"Ya, kamu dan Briel. Kalian antar Mama ke pasar," ucap mama Erland dan keluar dari kamar Erland.

"Apa lagi yang kamu rencanakan?" tanya Erland seraya menatap Briel curiga.

"Aku berencana belanja sayuran, memangnya apa lagi?" ucap Briel dan berlalu begitu saja.

"Ck!" Pandangan Erland tak sengaja mengarah pada lukisan besar di dinding yang ada di hadapannya.

Erland pun melempar bantal ke dinding itu.

"Sialan, mengganggu pemandanganku di pagi hari saja!" kesal Erland dan beranjak dari tempat tidur. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

'Halo?' ucap seseorang saat panggilan Erland terjawab.

'Carikan aku designer interior, aku akan mendesign kamarku,' ucap Erland.

'Kenapa? Apa ada masalah?' tanya orang itu.

'Aku butuh suasana baru yang menegangkan di kamarku,' ucap Erland seraya menyeringai.

'Hah? Apa maksudmu?' tanya orang itu bingung.

Erland tak mengatakan apapun lagi, dia justru langsung mengakhiri panggilan itu dan melempar ponselnya ke tempat tidur, setelah itu dia bergegas menuju kamar mandi.

Next chapter