webnovel

CWCVH PART 11

'Apa ini yang dimaksud Leli? Kacau sekali Nona Briel melukis wajah kekasihnya sendiri di kamar Tuan Erland,' batin Sammy.

Sammy segera beralih ke samping Briel.

"Ehem! Anda mau ke mana, Nona?" tanya Sammy sontak membuat Briel menoleh, Briel melihat Sammy.

"Ha? Sorry?" Briel mengerutkan dahinya. Dia tak mendengar jelas apa yang Sammy katakan karena sibuk bicara dengan seseorang di telepon, orang itu adalah Jenny, teman kecil Briel.

"Apa Anda akan pergi, Nona?" tanya Sammy.

"Ya, apa ada masalah?" tanya Briel.

"Tak ada, Nona. Tapi, apa Anda sudah mengatakan hal ini pada Tuan Erland?" tanya Sammy.

Lagi-lagi Briel mengerutkan dahinya. Dia tak mengerti dengan apa yang Sammy katakan. Dirinya akan pergi keluar, lalu apa hubungannya dengan Erland? Kenapa dirinya harus mengatakannya pada Erland. Briel merasa, itu semua tak penting untuk di lakukan.

"Kenapa Saya harus melakukannya? Lagi pula, dia tak ada di sini," ucap Briel.

"Tapi, Nona. Sebaiknya, Anda mengatakan ini pada Tuan Erland," ucap Sammy.

Briel menghela napas. Dia menatap Sammy tak suka.

"Sorry, apa maksudmu? Kenapa sepertinya kamu merasa keberatan melihat Saya akan pergi? Apa seseorang memintamu mengawasi Saya? Tak mungkin manusia monster itu, bukan?" tanya Briel.

"Tidak, buka begitu, Nona. Tetapi, ini akan baik bagi Anda, bagi Tuan Erland, dan bagi hubungan Anda," ucap Sammy.

Briel terkekeh. Apa-apaan Sammy? Entah apa yang Sammy katakan. Briel benar-benar tak mengerti. Sammy bahkan membawa-bawa hubungannya dengan Erland. Memangnya, siapa Sammy? Dia sok tahu sekali, pikir Briel.

"Jangan memerintahku! Lakukan saja pekerjaanmu!" ucap Briel seraya tersenyum tetapi dalam nada bicaranya terdapat penegasan.

Briel membuka pintu mobilnya dan dengan cepat masuk ke mobil.

Brak!

Briel menutup pintu mobil dengan cukup keras. Tak menunggu lama dia pun langsung melajukan mobilnya meninggalkan area kediaman Erland. Sementara itu, Sammy hanya diam melihat kepergian Briel. Dia semakin curiga pada Briel, Sammy berpikir Briel memang menyembunyikan sesuatu. Pasalnya, jika Briel tak menyembunyikan sesuatu dia pasti takan marah padanya hanya karena dirinya menyarankan agar Briel mengatakan pada Erland tentang kepergiannya.

***

Di perjalanan.

Briel menggerutu. Selama dia hidup, tak pernah ada yang berani mengaturnya selain kedua orangtuanya. Dia tak habis pikir pada Sammy, bisa-bisanya Sammy memerintahnya untuk menghubungi Erland hanya karena dirinya akan pergi keluar.

'Dasar tak penting! Entah apa yang ada di pikirannya,' batin Briel kesal mengingat sikap Sammy yang seakan memerintahnya.

Briel tak suka di perintah, dan dia takan mendengarkan siapapun kecuali keluarganya. Orang lain tak berhak ikut campur urusannya.

Briel melajukan mobilnya menuju kediaman orangtuanya, dia akan mengambil sesuatu yang sebelumnya dia bicarakan dengan Jenny di telepon.

***

Waktu berlalu, Briel sampai di kediaman orangtuanya tepat ketika Bram juga sampai di kediaman tersebut.

Bram mengerutkan dahinya melihat anak perempuannya itu lagi-lagi datang ke kediamannya. Ada apa lagi? Pikir Bram.

"Pi!" panggil Briel.

Bram tersenyum, dia menyambut Briel dengan isyarat agar Briel menghampirinya. Briel pun mendekati Bram, kemudian Briel memeluk Bram.

"Ada apa lagi? Apa ada yang masih tertinggal?" tanya Bram.

"Papi bertanya seakan Kakak tak boleh datang ke sini," ucap Briel kemudian mengerucutkan bibirnya.

"Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja, tadi pagi sudah mengambil barang-barang 'kan? Jadi, apa yang tertinggal?" tanya Bram.

"Lukisan untuk tugas besok tertinggal, jadi akan mengambilnya," ucap Briel.

"Oh, begitu. Ya sudah, ambillah!" ucap Bram seraya tersenyum.

Briel mengangguk dan bergegas memasuki kediaman itu. Dia meninggalkan Bram lebih dulu.

Briel tak tinggal lama, dia pun langsung pergi dari kediaman orangtuanya setelah mengambil lukisannya dan pamit pada Bram juga Clara. Briel kembali kediaman Erland.

***

Sesampainya di kediaman Erland.

Briel melihat lampu rumah yang sudah tampak gelap. Begitu keluar dari mobil, dia melihat ke kediaman lainnya yang berada tepat di depan sebrang depan kediaman Erland. Lamu di kediaman itu menyala, lalu mengapa lampu-lampu di kediaman Erland padam? Apa Erland lupa membayar listrik? Ah, rasanya tak mungkin hal itu terjadi. Erland tak mungkin bukan tak sanggup membayar listrik hanya untuk rumah kecil seperti itu?

Ya, menurut Briel rumah Erland yang berlantai dua dengan kapasitas empat kamar tersebut tidaklah besar jika di bandingkan dengan kediaman orangtuanya yang berlantai empat dan memiliki bangunan yang luas.

Briel melihat ke pos petugas keamanan. Tampak dua orang penjaga. Ya, Sammy dan Suryoto tengah melangkah ke arahnya.

"Ada apa ini? Kenapa lampunya padam? Apa tuanmu tak membayar listrik di rumah ini?" tanya Briel ketika Suryoto dan Sammy sampai di hadapannya.

Suryoto dan Sammy saling melihat satu sama lain.

"Memang begini, Nona. Lampu harus di padamkan menjelang malam hari," ucap Suryoto.

"Ha? Tapi, kenapa? Ini bahkan baru memasuki jam makan malam," ucap Briel heran.

"Sudah peraturannya begitu, Nona. Lampu di rumah ini memang akan dipadamkan menjelang malam hari ketika Tuan Erland sedang bepergian keluar," ucap Suryoto.

"Oh, ya? Dan, kalian tak menganggap kehadiran Saya di sini? Saya tinggal di sini sekarang, hilangkan peraturan tak jelas itu! Saya tak bisa berjalan dalam keadaan lampu padam seperti ini!" ucap Briel.

Briel menghela napas. Jika saja dirinya tak tinggal di kediaman Erland, Briel takan peduli jika para asisten rumah tangga di kediaman tersebut mematikan semua lampu di jam yang bahkan baru akan memasuki jam makan malam. Namun, yang membuat Briel tak habis pikir, sekarang dirinya tinggal di kediaman Erland, apakah dirinya harus berjalan di tengah kegelapan? Pikir Briel.

Lagi-lagi Suryoto dan Sammy saling melihat satu sama lain.

"Kenapa? Apa peraturan ini dibuat oleh tuan kalian?" tanya Briel seraya melihat Suryoto dan Sammy bergantian.

"Ya, Nona. Tapi, sebetulnya tak padam semua," ucap Suryoto.

'Monster itu pasti orang yang pelit, dia pengiritan sekali. Ya ampun!' batin Briel.

"Sudahlah, tolong nyalakan sekarang! Saya akan masuk, tapi Saya tak mau berjalan di kegelapan. Ini membuat tak nyaman!" ucap Briel sedikit kesal.

Suryoto meminta Sammy masuk ke dalam untuk segera menyalakan lampu di kediaman Erland. Sammy lantas bergegas masuk ke kediaman Erland, dia pun menyalakan semua lampu rumah.

Sebetulnya, apa yang dikatakan Suryoto memang benar. Hanya lampu di depan kediaman Erland dan lampu-lampu yang menerangi samping kediaman Erland yang di padamkan. Sedangkan lampu bagian dalam di ganti ke lampu yang lebih redup. Hanya saja, jika dari luar memang takan terlihat jika di dalam lampu menyala karena jendela-jendela di kediaman itu di design sedemikian rupa sehingga takan tampak apa yang ada di dalam kediaman tersebut sekalipun cahaya yang menerangi di dalam kediaman tersebut.

Suryoto dan Sammy pun tetap melakukan aturan itu karena berpikir Erland tengah melakukan perjalanan bisnis. Terlebih, tadi sore Sammy pun melihat Briel pergi keluar. Dia berpikir, mungkin akan seperti kemarin malam, di mana sore tadi Leli mengatakan bahwa kemarin malam Briel tak tidur di kediaman Erland.

Tak lama Sammy kembali keluar. Briel pun bergegas masuk ke kediaman Erland.

Di tengah langkahnya menuju kamar, Briel terus saja menggerutu.

'Orang-orang di rumah ini tak ada yang menghargaiku. Apa aku harus menunjukan jati diriku yang sebenarnya?' gumam Briel.

"Ah, menyebalkan sekali rasanya, jangan sampai mereka semua yang menjadi tak waras setelah melihat diriku yang sebenarnya!' kesal Briel.

Next chapter