Bona melihat kelangit yang menampakkan matahari bersinar cerah terik tidak memperlihatkan sedikit pun tanda-tanda akan turunnya hujan. Ia juga sudah mengecek weather forecast yang terdapat di handphonenya disitu juga tertulis bahwa hari ini akan cerah seharian tapi perasaannya masih belum tenang.
Sudah sekitar dua jam mereka berjalan tapi masih belum terlihat puncak gunung. Ini benar-benar sebuah ujian bagi Bona, ia merasa sangat lelah. Kakinya mulai terasa berat, di tambah keringat yang menetes membuatnya terlihat sangat menderita. Ia memegang tangan Jiho tak berdaya sembari menjatuhkan diri dan terduduk di atas batu di pinggir jalur pendakian.
"Uhuk…Uhuk…ki..kita tidak bisa beristirahat dahulu? Aku sudah tidak kuat lagi." Bona berbicara dengan terengah-engah seraya meluruskan kakinya. Rasanya seperti nyawanya sudah keluar dari badannya. Saking letihnya ia tidak dapat berfikir apapun selain duduk beristirahat. Rasanya seperti mau mati saja. Jiho menghentikan langkahnya sambil beristirahat sebentar. Ia menghempaskan tangan Bona yang memegangnya. Jiho memberikan sebuah botol minum dari tas ransel yang ia bawa kepada Bona.
"Menyusahkan sekali, kalau kau belum pulih harusnya kau menolak untuk ikut tadi." Mendengar gerutu Jiho membuatnya ingin mengumpatkan kata-kata kasar 'kau yang memaksaku untuk ikut tahu!' Tapi ia tidak ada tenaga tersisa untuk marah, bahkan berbicara saja sulit.
"Uhuk..Uhuk..Ter..terserah saja. Kau lanjutkan saja sendiri. Aku sudah tidak sanggup" Bona langsung meninggalkan Jiho seorang diri dengan botol minum yang di berikan oleh jiho untuk duduk di bungalow dekat dengan jalan pendakian. Jiho yang melihat perilaku Bona hanya menggelengkan kepala dan tanpa pikir panjang langsung meninggalkan Bona sendirian untuk melanjutkan jalan pendakiannya.
Bona merasa lebih baik setelah istirahat. Keringatnya juga sudah mulai berhenti mengucur. Botol air yang di berikan oleh Jihopun tersisanya tinggal setengah. Ia baru dapat melihat kearah sekitar bungalow. Ada pendaki lain yang seperti nya masih mahasiswa. Mereka sedang tertawa bercanda dengan teman yang lain membuat Bona ikut tersenyum manis melihat mahasiswa itu. Ia melihat ke atas langit yang bersinar terang tanpa kehadiran satu awan pun. Mungkin karena cuaca yang secerah ini, sinar matahari yang menyinari bunga-bunga bermerakaran ditempat itu membuatnya tampak lebih indah dan juga bunga itu mengeluarkan wangi yang lebih harum di banding kan bunga biasa ia temui di supermarket dekat rumahnya.
Angin yang berhembus dengan pemandangan hutan yang asri menambah kesejukan ditempat itu. Tempat ini akan menjadi salah satu tempat favorit nya. Ia merasa dapat berfikir dengan jernih lalu menghilangkan stress penat yang selama ini sudah menumpuk didalam dirinya. Suara air dari sunga di dekat bungalow ini lalu suara burung-burung yang terbang bebas dihutan membuatnya tersenyum sambil menutup mata. 'Aku berharap bisa memberhentikan waktu disaat ini. Di saat paling indah dimana aku tidak harus memikirkan orang lain dan hanya memikirkan diri ku sendiri.'
Duarrr….
Suara petir menggelegar mendadak terdengar dari suatu arah padahal daritadi langit terlihat cerah. Bona tidak bisa tahu apakah hujan akan turun atau tidak karena pepohonan yang lebat menutupi pandangannya. Mungkin karena mendengar suara yang sama, ia dapat melihat beberapa pendaki mulai berjalan turun. Iapun beranjak dari tempatnya tapi berhenti sesaat lalu memutuskan untuk kembali ke bungalow tadi karena ia tidak melihat Jiho turun maka dari itu ia akan menunggu jiho di tempat itu.
Dari balik pepohonan itu, tampak awan hitam yang sangat besar mendekat tapi Jiho belum menunjukan batang hidungnya juga.
Orang-orang tampak bergegas turun kebawah dan beberapa keluar dari jalur mungkin untuk mendirikan tenda sebelum hujan datang. Di jalur pendakian pun sudah tidak terlihat pendaki yang turun mau pun naik membuat Bona cukup gelisah karena hal terburuk adalah jika hujan ini terus turun hingga hari gelap ia tidak bisa turun sendiri. Walau yang di butuhkan ketika hujan adalah makanan dan tempat tidur untuk Bona yang baru pertama kali ke hutan, tidak bisa menemukan solusi untuk masalah itu.
Saat Bona merasa ragu akan turun atau menunggu Jiho. Ketika itu, suara air hujan mulai turun tetes demi tetes di atas bungalow. Bona mulai panik ia kehilangan waktu yang tepat untuk turun dan malah terjebak hujan di tengah hutan sendirian. Tentu saja ia mencoba menghubungi Jiho atau siapa pun yang ia lihat di opening ceremony tadi pagi tapi sialnya tidak ada satu batang pun sinyal di handphone nya. Ia hanya bisa berharap bahwa hujan ini akan reda sebelum malam tiba. Tatapan mata Bona yang tadinya tampak berharap menjadi memelas karena semakin lama hujan menetes semakin deras di sertai dengan petir yang berbunyi kencang menggelegar.
Bona mencoba mengeluarkan barang-barang dari dalam tas ransel yang diberikan oleh panitia tadi. Di dalamnya terdapat jas hujan, 2 botol minum, panci kecil, tali, senter, kompor kemah, beras, makanan kaleng, pisau kemah, baju ganti dan juga selimut anti air. Ia agak merasa lega melihat barang-barang ini setidaknya ia tidak akan mati kedinginan atau kelaparan malam ini.
Pertama Ia mengaitkan tali di senter dan menggantungnya di salah satu tiang bungalow untuk sumber penglihatan. Bona mengeluarkan kompor kemah dan makanan kaleng dari dalam ransel nya. Ia merasa bimbang antara makan makanan kaleng saja atau ia juga memasak nasi tapi kalau ia memasak nasi selain menghabiskan waktu yang cukup lama untuk matang juga akan sulit untuk mencuci panci yang ia pakai.
Duarr….
Saat Bona sedang larut dalam pikirannya tiba-tiba tampak seseorang berjalan mendekat dari tengah kegelapan. Ternyata itu Jiho.
@Rumah Wanita itu.
Seorang Wanita terlihat sedang meminum teh seraya duduk di dekat jendela rumahnya. Ia menatap kearah langit yang gelap dan hujan yang turun bersama petir menggelegar dengan tersenyum kecil seraya menyirami pot bunga kecil di depannya. "Kau harus bertumbuh dengan baik oke?" ucapnya seraya menatap pot bunga yang tiba-tiba muncul kuncup yang belum mekar disalah satu tangkainya.
@Hutan.
Bona yang semula bengong, mendadak bertanya-tanya mengapa dia bisa sampai ada disini. Melihat jas ujan yang di pakai Jiho lalu keadaannya yang dari kepala sampai bawah terlihat basah kuyup membuat ia semakin penasaran. 'Apa dia berjalan turun menembus hujan dan mau berteduh ditempat ini ?' apapun alasannya Bona berdiri dengan hati gembira untuk menyambut Jiho yang berjalan santai kearahnya.
Namun, Jiho malah menarik pergelangan tangan Bona dengan keras dan Bonapun terjatuh menabrak Jiho.
"Ahh! Sakit! lepaskan tanganku!" Bona berteriak kesal seraya menghempaskan pegangan Jiho. Namun, Jiho tidak mau melepaskan tangan Bona dan malah berkata dengan kasar, "Apa yang kau lakukan di sini? Kau bodoh ya?"
Bona tidak pernah mendengar suara Jiho yang berbicara dengan intonasi cukup tinggi. Jiho memang bukan orang yang ramah ataupun lembut saat berbicara kepadanya tapi ia tidak pernah marah kepada Bona karena menurutnya hanya menghabiskan tenaganya saja untuk hal yang tidak penting. Namun kali ini ia benar-benar tidak dapat mengatur emosinya. Tatapannya tampak seperti api yang membara. Bona yang melihat sikap Jiho menjadi ikut tersulut emosi karena ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun.
"Kau tidak bisa lihat? Tidak mungkin kan aku menerobos hujan yang deras seperti ini? Apalagi ini sudah malam"
"Kenapa kau tidak mencoba menghubungiku atau siapa pun ? apa gunanya handphonemu ? " Bona menunjukan handphonenya yang terlihat tidak ada sinyal sama sekali.
"Aku sudah coba menghubungi mu tapi ini ditengah hutan jadi sinyalnya lemah dan menjadi tambah buruk karena hujan"
Jiho merasa frustasi dengan keadaan ini kembali berteriak kepada Bona"Kau kan bisa saja turun sebelum hujan tapi mengapa kau malah berdiam diri di tempat ini sampai sekarang?!"
"Karena aku menunggumu bodoh! Kau tidak pernah mendengarkan saranku dan sekarang lihat apa yang terjadi?! kau juga kenapa turun lama sekali?! Apa kau berjalan seperti siput dengan kaki panjangmu itu hah?! Kalau kau terjadi apa-apa kan juga aku yang susah! "
Bona tidak bisa menahan emosinya karena di salah kan oleh Jiho 'Yang sebenarnya harus marah itu siapa? Memangnya aku bersusah payah naik gunung serta hampir terjebak sendirian karena siapa? Lalu tanpa mau mendengar alasan apapun dia malah teriak-teriak seperti ini! Dasar tidak tahu berterima kasih !'
Begitu mendengar respon Bona yang seperti itu tampak kerutan di dahi Jiho, ia pun mengoceh lagi dengan nada yang lebih santai.
"Aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu, kau ini benar-benar bodoh atau benar-benar polos?"
Jiho langsung berjalan mendahului Bona dan melihat sekeliling bungalow itu. Dia membuka jas hujan yang ia pakai dan naik untuk menaruh tas ranselnya. Bona hanya terdiam melihat Jiho mengeluarkan tenda kecil yang ia bawa dari ranselnya. Sesaat kemudian ia mulai mengukur ukuran tendanya didepan bungalow dan mulai memasang tenda yang lebih besar terlebih dahulu sebagai dasarnya. Melihat Jiho sepertinya ia akan memasang tenda yang cukup besar.
"Jiho.. Kau butuh bantuan?"
"Menurutmu? Tenda ini tidak bisa jadi dengan sendirinya kan? Cepat ambil senter dalam ransel dan sinari aku" Bona mendengus kesal mendengar perintah Jiho tapi ia tetap menuruti permintaannya pria itu.
Bona terbengong sambil memperhatikan Jiho dengan ahlinya mendirikan tenda. Ia lantas terpikirkan sesuatu, kalau begitu mereka berdua akan melewati malam ditenda ini ? setiap wanita pasti punya fantasi berduaan dengan orang yang di sukai di hutan sendirian melewati malam bersama tapi ia tidak pernah menyangka akan mengalami itu dengan orang yang menyebalkan seperti Jiho.
Tanpa memerlukan waktu lama tenda itu sudah selesai. Mereka pun duduk sejenak dipinggiran tenda setelah memindahkan barang-barang ke dalam nya. Baju mereka terasa lembab karena terkena air hujan dari tadi. Tanpa sengaja Bona melihat kaki Jiho tampak terluka dengan darah yang tertutup oleh tanah akibat hujan. Ia mengeluarkan obat dan plester yang ia bawa diranselnya dan memberikannya kepada Jiho.
"Jiho kaki mu terluka"
Dia melirik lukanya dengan raut wajah bahwa itu hanya luka biasa tapi ia tetap menerima obat serta plester dari Bona. Jiho mengeluarkan kakinya agar terkena air hujan untuk mencuci lukanya, walau hanya goresan kecil tapi darah yang keluar cukup banyak.
"Kenapa kau bisa terluka ? "
Jiho berkata dengan santai "Bukankah akan aneh jika tidak terluka saat mendaki di malam yang gelap lalu hujan deras seperti ini. Selain itu aku juga terburu-buru."
Beberapa saat kemudian, Bona menyadari arti dari perkataan Jiho dan mengangkat kepalanya.
"Jadi kau terluka karena mencari ku ? " Jiho terdiam sejenak lalu berkata dengan raut kesal.
"Menurutmu kalau bukan karena itu aku yang sudah sampai resort akan mendaki lagi menerobos hujan padahal hari sudah gelap diumur setua ini ?"
Bona menatap Jiho dengan pandangan tidak percaya 'Orang ini rela mencariku ? dari semua orang yang aku pikirkan tapi jiho ?!'
"Kenapa kau yang mencariku ? Maksudku kenapa kau mencariku ? "
Jiho merasa tersinggung dengan pertanyaan Bona karena ia sudah bersusah payah untuk mencarinya malah mendapatkan reaksi seperti ini tapi ia juga jadi berfikir alasan apa seorang Jiho rela mendaki gunung dan menerobos hujan yang lebat ini hanya untuk mencari orang yang bahkan arti kehadirannya lebih kecil di banding kan nyamuk yang biasa mengganggu pekerjaannya dikantor. Saat ia sampai di resort dan mendengar bahwa Bona belum kembali juga padahal hari sudah gelap di sertai hujan yang mulai deras membuatnya dengan refleks mengambil jas hujan serta ranselnya lalu mendaki lagi keatas.
Ia tidak ingin Bona salah paham kalau ia menceritakan alasan sebenarnya jadi ia Ia menjawab pertanyaan Bona dengan alasan yang di buat-buat.
"Bukannya itu pasti. Bagaimana aku bisa tenang ketika ada orang yang menghilang di tengah hutan seperti ini. Lagian bukan hanya aku tapi yang lainnya juga ikut mencarimu cuma aku rasa akan sulit bagi mereka untuk menemukan kita di sini. Keadaannya juga berbahaya untuk memaksakan diri turun ke bawah. Maka dari itu tidak ada pilihan selain kita menginap di sini semalam lalu besok pagi turun ke bawah saat hujan sudah reda"
Meski Jiho berkata dengan nada ketus, Bona bisa merasa nada kekhawatiran disana dan ia sangat berterima kasih kepada Jiho yang mau mencarinya di kondisi seperti ini. Sesaat Bona merasakan kehangatan di dalam hatinya.
"Kau tidak mau mengganti pakaianmu yang basah itu ? "
"Bagaimana aku mau mengganti pakaian jika kau masih disini ? "
"Jadi, maksud mu aku harus menunggu diluar kehujanan begitu ? Sudah ganti saja aku akan menutup mataku lagian memangnya ada yang bisa di lihat ? "
Jiho membalikan badannya serta menutup mata rapat, Bona yang mendengar perkataannya hanya melihat belakang Jiho dengan sinis.
"Jangan lihat atau akan ku colok matamu" ujar Bona lalu mengeluarkan pakaiannya dari ransel yang ia bawa. Untungnya ransel itu di lapisi oleh kain anti air jadi baju yang didalamnya masih kering. Setelah selesai mengganti pakaiannya ia menepuk pundak Jiho.
"Giliranmu sana ganti"
"Balikan badan dan tutup matamu rapat-rapat" Bona menatap Jiho dengan tatapan tidak percaya dan membalikan badannya.
"Cepat aku sudah lapar" keluh Bona. Terdengar suara hujan semakin lebat dan mungkin karena terkena hujan tadi serta cuaca yang dingin membuatnya semakin lapar. Jiho yang sudah selesai mengganti pakaiannya menghampirinya membawa dua bungkus mie instant.
"Kau bisa makan mie instant kan ? "
"Tentu saja kau kira aku orang yang seperti apa"
Bona mengambil kompor kemah nya, panci kecil dan botol air. Ia menaruhnya di dekat pintu tenda serta membuka pintu nya agar uapnya dapat keluar. Jiho langsung menuang air dan memasak mie instant yang ia bawa. Kami duduk, makan dan minum air hangat yang dibawa oleh Jiho dengan thermos. Keheningan menyelimuti mereka selama beberapa saat dan Bona berusaha membuka pembicaraan.
"Saat ini, orang tua mu pasti sedang khawatir mencari anak tunggalnya menghilang tidak ada kabar" Bona tidak dapat melihat jelas ekspresi dari Jiho.
"Entahlah, mungkin mereka lebih merasa senang di banding khawatir. Bagaimana dengan mu?" Bona merasa penasaran akan arti dari kata-kata yang jiho ucapkan tapi ia menahan keingin tahuannya. Jiho mengalihkan pembicaraan pasti ia tidak ingin membahas hal ini.
"Aku hanyalah anak buangan dikeluarga itu jadi aku rasa mereka tidak akan peduli kalau aku hilang. Mungkin beberapa orang disana malah merasa lega akan kabar kehilangan diriku hahaha" Bona tertawa dengan canggung saat melihat tatapan Jiho kepadanya.
"Karena itu kau hidup seperti ini ? " kata-kata Jiho cukup menyulut emosinya.
Bona menjawab dengan nada ketus "Maksud mu dengan hidup seperti ini?"
"Lupakan saja kata-kata ku" Jiho langsung pergi membereskan barangnya meninggalkan pertanyaan Bona mengapung tidak terjawab tapi Bona sudah terlanjur penasaran dengan apa yang di pikirkan oleh Jiho.
"Apa maksudmu dengan hidup seperti ini? Kenapa kau tidak menjawab pertanyaan ku?" desak Bona seraya mendekat kearah jiho yang tidak menjawab pertanyaannya dari tadi. Jiho yang risih akhirnya menyerah.
"Jangan salah paham. Aku tidak terlalu peduli dengan bagaimana kau menghabiskan hidupmu tapi kau selama ini bertingkah seolah kau orang yang paling menyedihkan di dunia ini." Jiho menarik nafas pelan lalu melanjutkan perkataannya.
"Hanya karena kau anak diluar nikah tidak menjadikanmu orang yang paling tidak bahagia. Aku dengar kau cukup pintar mengingat kau berhasil lulus dari universitas Cambridge dan kau tahu dibelakang mu ada nama Borin Group kan? tapi kenapa kau tidak bisa memanfaatkan itu. Apa kau tidak pernah berfikir di negara ini tidak ada yang lebih bagus dari pada koneksi keluarga. Memang kau tidak bisa mendapatkan perusahaan ayahmu tapi setidaknya mereka tidak akan melarangmu untuk melakukan hal yang kau sukai kan."
Bona terdiam mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Jiho. Semua yang dikatakan Jiho benar. Dulu saat di kampus nya, ia mendapatkan nilai yang lumayan bagus dimana ia bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan atau ia dapat meminta pekerjaan di perusahaan ayahnya. Kalaupun ia tidak mau bekerja, uang yang di berikan oleh keluarganya setidaknya cukup untuk membiayai seumur hidupnya ditambah ia menikah dengan Jiho dimana semua tanggungan keluar dari rekening suaminya itu.
Ia tidak pernah berfikir untuk mencari hobby atau pekerjaan karena terlalu larut dengan kesedihan dan kesepian yang ia alami. Walau perkataan Jiho ada benarnya tapi ego Bona lebih tinggi. Ia tidak terima mendapat perkataan seperti itu dari Jiho lalu membalas perkataan Jiho dengan berapi-api.
"Memang kau tahu apa tentangku sehingga kau bisa berbicara seperti itu ?! kau kan tuan muda di keluarga mu pasti kau tidak pernah merasakan tidak dianggap oleh keluarga mu. Selalu di caci maki, di sindir tapi tidak ada yang membela mu dan selalu merasa kesepian sampai rasanya mau gila."
Jiho yang melihat Bona berbicara dengan berapi-api, menggesernya dan langsung membaringkan badannya ditempat Bona tadi duduk. Jiho menjadikan ranselnya sebagai bantal. Ia melanjutkan perkataannya dengan santai.
"Kau itu seperti tentara yang di berikan pedang yang kuat tapi tidak bisa memakainya. Semua orang pada dasar nya pasti pernah merasakan yang namanya kesepian maupun ia anak diluar nikah atau apapun statusnya. Apalagi di dunia kita ini memang menuntut semuanya sendiri karena kita tidak tahu siapa yang menjadi teman atau musuh. Terkadang teman bisa jadi musuh dan musuh bisa menjadi teman tapi yang terpenting adalah bagaimana kau menyalurkan itu semua. Jadi berhenti lah mengasihani dirimu sendiri dan satu saran terakhir dari ku adalah ganti pertanyaanmu dari kenapa kau tidak mendapatkan apa yang kau mau menjadi bagaimana caranya kau mendapatkan hal itu."
Jiho tiba-tiba berfikir kenapa ia harus menjelaskan hal-hal seperti ini kepada Bona. Kalau Wanita itu salah paham dan menganggap bahwa ia peduli dengan wanita yang hanya istri kontraknya selama setahun bagaimana. Jiho bangun dan melihat ke arah Bona dengan tatapan penuh peringatan seraya menunjuk jari telunjuknya kearah Bona.
"Ah sudahlah aku jadi berbicara hal yang tidak berguna. Ingat jangan salah paham meski kita hanya menikah selama setahun tapi aku tidak mau melihat namaku ada di koran karena mempunyai istri yang saking seringnya minum alcohol sampai masuk rumah sakit beberapa kali. Kalau kau minum lagi aku akan memasukanmu ketempat rehabilitas kecanduan alkohol. Aku sampai merasa heran bagaimana kau bisa lulus dengan otak seperti itu"
Meski Bona ingin marah karena perkataan yang di lontarkan oleh Jiho tapi ia tidak bisa membalas perkataan Jiho. Ia sendiri tahu bahwa yang di bicarakan oleh pria itu adalah fakta karena itu ia hanya bisa melirik ke arah pria itu dengan tatapan tajam.
Jiho yang merasa di lirik tajam berkata "Apa kau tidak mau tidur? Kalau tidak mau, ya duduk saja seperti itu menjaga tenda. Aku mau tidur, aku lelah setengah mati karena harus mencari seseorang tadi"
Jiho langsung kembali berbaring serta menutup matanya rapat dan tidak lama terlelap, sama sekali tidak bergerak. Bona berusaha keras menahan diri untuk tidak memukul pria yang sedang tertidur di sebelahnya itu dan mengambil selimut anti air yang ia keluarkan tadi lalu ikut berbaring di sebelah Jiho. Ia juga membagi selimutnya bersama Jiho karena tidak mau bangun dipagi hari bersama manusia es di samping nya. Bona menutup matanya mencoba untuk tidur.
Selama beberapa saat Bona belum bisa tidur karena terpikiran omongan Jiho tadi. ia juga tahu bahwa tanpa pengakuan dari keluarganya atau pun suaminya ia masih bisa hidup tapi mengapa ia selama ini terlalu focus untuk dicintai. Padahal walau ia tidak di anggap pun namanya tetap ada di silsilah keluarga itu dimana berarti ia adalah anggota keluarga yang legal di mata hukum.
Bona merasa bodoh karena selama ini ia menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak berarti. 'Bukankah cukup aku memiliki Gavin, ibunya Gavin dan Bibi yang menjagaku, teman-teman ku yang di America juga tapi kenapa aku tidak kepikiran sampai situ ya? Apa benar selama ini aku terlalu focus pada kesedihan yang aku alami sampai tidak bisa potensi sekitar yang aku miliki? Ternyata aku sangat menyedihkan hahaha.' Selang beberapa menit iapun tertidur.
Have some idea about my story? Comment it and let me know! Gift, comment dan vote kalian sangat membantu untuk support aku! have a great day;)