1 Prolog

Saat pagi-pagi buta, bona berdiri di ruang tamu rumahnya. Tadi malam ia berpesta di kapal yang ia sewa bersama teman-temannya, rumah yang sudah ia tinggali mungkin sekitar satu tahun terlihat sangat gelap dan hampa.

Padahal rumahnya sangatlah mewah, di dalam nya terdapat barang-barang yang harganya tidak dapat di bayangan tapi bona merasa tinggal ditempat seperti kutub utara karena tidak ada satu orangpun yang mau menyalakan api di perapian maupun menyalakan lilin untuk menghangatkan rumahnya.

Bona hanya bisa menghela nafas berat dengan jalan yang terhuyung-huyung ia menaiki tangga rumahnya tanpa menyalakan lampu, jalannya pun terhenti setelah melihat satu disalah satu anak tangga yang ia lewati. Ia mengangkat kepalanya melihat orang itu menatapnya dengan dingin dan senyum sinis, hanya satu kalimat yang terlintas dikepalanya saat melihat tatapan orang itu 'Ah ekspresi itu lagi.'

Orang itu berjalan melewatinya begitu saja tanpa mengatakan apapun. Bona yang merasakan orang itu berjalan tanpa memperdulikannya hanya terdiam ditempat selama beberapa saat dan berjalan masuk ke dalam kamarnya yang terletak di sebelah kanan. Mendengar suara pintu kamar yang tertutup membuat pria itu mendongakkan kepalanya kearah lantai 2 lalu melanjutkan perjalanannya.

Bona terduduk beberapa saat di sofa dekat tempat tidurnya, ia melepaskan sepatu high heels yang menyiksanya selama berjam-jam dan berjalan ke arah kamar mandi. Ia menyalakan shower lalu air yang sangat dingin keluar membasahi tubuhnya tapi bona tidak terkejut atau bergidik dingin sekali pun. Ia bahkan tidak menyadari luka lecet di kakinya yang terlihat cukup parah. Setelah keluar dari kamar mandi dengan memakai baju tidur navy berbahan sultra kesukaannya, ia merebahkan dirinya di tempat tidur seraya melihat kearah jendela.

Langit yang masih gelap lalu bulan yang bersinar terang terlihat seperti meledeknya. 'Padahal bukan karena ini aku memutuskan untuk menikah dengannya' pikir bona yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Satu tahun yang lalu semuanya tidak seperti ini sebenarnya dari mana semua ini berjalan salah. Seharusnya dulu ia tidak menerimanya. Semua itu telah terjadi yang dimana sekarang hanya tertinggal penyesalan-penyesalan yang tidak berarti.

Ia pun membangunkan dirinya dan berjalan kearah kulkas kecil di ujung kamarnya, di dalam kulkas itu terdapat banyak minuman ber alkohol seperti whiskey, soju, beer dan lainnya. Bona mengambil beberapa botol whiskey dari dalam kulkas itu dan meminumnya langsung dari botol, ia benci dirinya yang seperti ini tapi tanpa alcohol ia tidak dapat melewati satu haripun yang melelahkan dan sepi ini.

Tanpa sadar sudah terdapat dua botol whiskey kosong terdapat di lantai kamarnya, ia sangat kesepian, kesepian sampai terasa ingin mati.

Mungkin karena effect dari alcohol yang ia minum, ia mulai berteriak histeris seraya menangis.

Waktu yang sudah menunjukan pukul 6 pagi membuat orang-orang yang bekerja dirumahnya sudah memulai bekerja namun tidak ada satupun yang merasa terkejut maupun khawatir mendengar jeritan dari ibu majikannya tersebut karena hal ini sudah terjadi hampir setiap hari.

Pada awalnya beberapa orang masuk kekamarnya dan mencoba menenangkannya lalu menghubungi orang itu tapi jawaban orang itu hanya satu 'Biarkan saja dia' satu kata yang dingin itu membuat hati Bona merasa tertusuk dan berteriak lebih histeris lagi.

Sejak saat itu semua pekerja di rumah nya pun hanya berpura-pura tidak mendengar apapun. Hanya kalau ia mulai menghancurkan barang atau terdengar pecahan-pecahan kaca maka security lalu bibi-bibi akan masuk dan membersihkan kamarnya.

Bona yang sudah Lelah mulai terjatuh di tempat tidurnya seraya memegang botol yang sedang ia minum. Ia sangat Lelah dengan hidupnya ini dan berharap ada seseorang yang bisa membawanya pergi jauh dari penjara ini.

"Apa aku bisa Bahagia?" lirihnya pelan.

Ia menutup matanya rapat-rapat seakan tidak ingin pagi cepat datang karena disaat pagi datang banyak mata yang akan melihatnya dengan tatapan dingin lalu ia akan merasa kesepian dan bersikap gila lagi.

avataravatar
Next chapter