11 Rencana Jamal

Halaman SMA Global sore itu tengah dibanjiri siswa-siswi berseragam putih abu-abu. Mereka baru saja keluar dari kelas dan akan segera pulang ke rumahnya masing-masing.

Terlihat Rio__sendirian, sedang berjalan santai menuju pintu gerbang sekolah.

"Ri...! Rio...!"

Langkah kaki remaja itu terhenti, saat kupingnya mendengar seseorang telah memanggil namanya. Ia memutar tubuh sembilan puluh derajat, melihat siapa yang sudah memanggil dirinya. Mengrutkan keningnya, Rio menatap heran ke arah Andika, remaja yang sudah bergabung dengan anggota geng Jamal, tengah tergesa-gesah berlari mendekatinya.

"Ada apa?" Heran Rio setelah Andika sudah berhenti di hadapannya__dengan napas terengah, akibat kelelahan.

Terlihat Andika mengatur pernapasannya, sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan Rio. "Nggak papa, gue cuma mau tanya. Tar malem lu ada acara nggak?"

"Nggak ada. Kenapa?" Jawab Rio, Santai.

"Bagus deh," Andika mengembangkan senyum. Jawaban Rio membuat dirinya senang. Semoga ia berhasil mengajak calon korbannya ini agar bisa pergi ke tempat diskotik. "Gue mau undang lu ke acara ulang tahun gue."

"Lu ulang tahun?" tanya Rio.

"Iya..." jawab Andika berbohong. Setelah itu ia tertawa singkat. "Ntar malem sih pas jam dua belas. Gue bikin pestanya sekalian malam ini."

"Oh gitu?" Beberapa saat Rio terdiam sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Remaja itu sedang menimbang ajakan dari Andika.

"Dateng ya?" Bujuk Andika. Ia merasa khawatir lantaran melihat keraguan di wajah Rio.

"Gue usahain, tapi gue nggak janji." Tatapan Rio menatap penuh selidik ke arah Andika. Ia merasa curiga kalau ia akan dijebak, mengingat bahwa Andika saat ini sudah menjadi anggota gengnya Jamal. Bukannya Rio berprasangka buruk. Ia hanya mencoba waspada, lantaran antara ia dan Jamal tidak pernah terlihat akur.

"Yah, kok gitu?" Rasa kecewa tergambar jelas di raut wajah Andika. Sepertinya dua puluh juta yang dijanjikan sama Jamal, tidak akan bisa ia dapatkan. Tapi ia tidak menyerah begitu saja, ia akan berusaha sebisa mungkin agar bisa mendapatkan uang tersebut. "Dateng dong, pliss...!" bujuknya.

Wajah Rio terlihat datar saat melihat Andika tengah memohon penuh harap padanya. Sebenarnya ia merasa tidak sampai hati jika menolaknya, tapi entahlah, perasaannya tiba-tiba saja mendadak tidak enak.

"Lu kan udah jadi gengnya Jamal sekarang. Lu pasti ngundang dia juga kan. Lu juga tau gue nggak bisa deket sama dia. Lu mau acara lu jadi ancur gegara kita ribut?" Ujar Rio dengan gaya bicara yang menyelidik. Sekaligus memberikan alasan penolakan secara halus.

"Eum... iya sih. Tapi gue nggak ngundang dia kok. Gua ada pesta sendiri nanti khusus geng kita." Elak Andika, ia berharap Rio bisa percaya dengan alibi nya. "Jadi nanti malam tuh acara khusus buat kelas sebelas aja. Nggak semua gue undang juga sih, cuma beberapa aja. Dan gue nggak mungkin banget kalo nggak ngundang lu..."

Kata-kata Andika membuat Rio terdiam. Kedua matanya menyipit, masih menatap curiga kepada remaja yang masih menatapnya penuh harap. Mungkin karena Andika pandai berakting, sehingga Rio tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di wajah remaja itu.

"Ayolah, plis. Gue mohon banget. Masak lu nggak ngabulin permintaan gue. Ini kan hari spesial gue..." Andika sengaja memasang wajah sedih supaya Rio mau menerima ajakannya. "lu kan ketua osis..." imbuhnya.

"Tapi gue nggak tau rumah lu." Ucap Rio.

Mendengar itu senyum Andika mengembang. Itu artinya ia punya harapan kalau Rio bersedia hadir di acara ulang tahun konspirasinya tersebut.

"Gue nggak ngrayain di rumah, tapi di cafe..." jawab Andika. "Ntar gue whatsappin alamatnya sama lu." Remaja itu senagaj tidak menyebut diskotik, lantaran ia tahu persis Rio sama sekali tidak pernah ke tempat seperti itu.

Rio kembali terdiam, sebenarnya ia terlihat sangat bimbang. Cuma karena Andika terlihat sangat mengharap, sehingga dengan terpaksa remaja itu memutuskan.

"Yaudah deh, ntar malem gue dateng."

"Yes!" Keputusan Rio membuat Andika tersenyum girang sambil mengepalkan jemarinya. Beberapa detik kemudian Andika menghamburkan tubuhnya, memeluk erat tubuh remaja yang akan menghasilkan banyak uang untukna. "Thanks, Ri," sambil menepuk-nepuk pelan pundaknya.

"Sama-sama..." balas Rio dengan wajah yang datar.

"Dua puluh juta..." lanjit Andika di dalam hati. Membohongi Rio, ternyata bukan hal yang sulit. Bahkan sangat muda.

Terkadang orang baik gampang sekali mempunyai rasa iba, kasihan danjuga simpatik. Mereka, orang baik, tidak pernah melihat apakah tulus atau mungkin berbohong, kepada orang yang mereka tolong. Karena orang yang baik hanya ingin berbuat baik.

~☆~

Jam 23.00, Rio baru saja keluar dari dalam kamarnya. Ia sudah bersiap akan menghadiri acara ulang tahun fiktif yang diadakan oleh Jamal bersama teman-temannya.

Malam itu Rio terlihat sangat keren, berpenampilan khas anak remaja kota pada umumnya. remaja itu memakai hoodie berwarna hitam yang dipadukan dengan jeans berwarna biru dongker. Parfum beraroma maskulin tidak lupa ia semprotkan di tubuhnya. Siapapun yang melihat remaja itu, pasti ingin sekali memeluknya.

Rio berjalan santai melewati dapur menuju ruang tengah. Remaja itu menemui ibunya yang sedang mencatat hasil penjulan di toko sembako nya.

"Bu..." panggil Rio yang membuat ibunya langsung menghentikan aktifitasnya, menoleh ke arah Rio. "Pinjem motornya dong."

"Mau kemana Ri?" Tanya Hartati-ibu kandung Rio.

"Mau ke ulang tahun temen bu," jawab Rio.

Hartati melihat jam yang menempel di dinding rumahnya. Keningnya berkerut saat dirinya melihat waktu menunjukkan pukul 23.09. "Apa nggak kemaleman Ri?" Tanya Hartati heran.

"Acaranya jam dua belas bu, cuma bentar kok." Jelas Rio. "Boleh ya?" ucapnya memohon.

Menarik napas dalam-dalam, kemudian Hartati hembuskan secara perlahan. Ia tahu anaknya tidak mungkin akan melakukan hal yang tidak baik. Tapi yang jadi masalah adalah waktunya. Menurutnya ini sudah terlalu malam untuk menghadiri sebuah acara. Wanita single parent itu cuma khawatir akan keselamatan anaknya.

"Tapi udah malem lho, Ri..." ucap Hartati mengingatkan anaknya. "Ibu kuatir."

Rio memutar bola matanya, malas. Ia merasa dirinya sudah terlalu besar untuk dikhawatirkan. "Bentar kok bu, cuma setor muka doang. Nggak enak kalo nggak dateng. Lagian aku tuh cowok bisa jaga diri."

"Ck..." Hartati berdecak ragu. "Tapi__"

"Pokonya aku janji, selesai acara langsung pulang..." ucap Rio memotong ucapan ibunya. "Boleh ya bu..." mohon Rio.

Menghela napas berat, akhirnya Hartati memberikan kunci motor maticnya kepada Rio.

"Yaudah, tapi bener ya jangan lama-lama. Besok sekolah."

"Yes..." girang Rio sambil menyambar kunci motor dari tangan Hartati. "Makasih, bu..." ucapnya. Kemudian ia berjalan cepat menuju motor matic milik ibunya yang sudah bertengger di ruang tamu.

"Hati-hati, Ri." pesan Hartatai berteriak. "Jangan macem-macem."

"Ya..!" Balas Rio sambil mengeluarkan motor matic dari ruang tamu.

ibu Harti menghela napas, menatap punggung sang anak. Wanita itu kembali fokua melanjutkan kegiatannya, setelah yang putra menghidupkan mesin motornya.

avataravatar
Next chapter