8 Rayuan gombal Jamal

Wajah angkuh Jamal menatap kosong ke arah depan. Punggungnya ia sandrakan pada tembok, dekat pintu masuk ke toilet siswa. Ia masih terlihat kesal lantaran teman satu kelas mentertawakan dirinya, karena tulisannya yang tidak lebih bagus dari cakar ayam.

Membuang napas kasar, Jamal mengambil bungkus rokok yang ia simpan di saku baju seragamnya. Setelah mengambil satu batang, Jamal menggigit rokok tersebut, lalu membakarnya menggunakan pematik. Setelah ujung rokok terbakar, Jamal menghisap lalu menahan asap di tenggorokan selama beberapa detik. Kemudian ia mendongakan kepala lalu mengeluarkan asap rokok melalui hidung dan mulutnya. Rasanya nikmat sekali.

Jamal mengurungkan niatnya yang akan menghisap kembali rokok yang terselip di jarinya. Secara tidak sengaja, ia menoleh ke arah pintu masuk toilet murid perempuan. Senyumnya menyeringai saat bola matanya melihat seorang siswi sedang berjalan ke arah toilet tersebut. Melihat cewek cantik yang memakai rok di atas lutut, otak mesum Jamal langsung bekerja dengan sendirinya.

"Psst... psst...!!"

Suara desisan Jamal membuat siswi berambut ikal terurai itu menghentikan niatnya yang akan masuk ke toilet perempuan. Siswi tersebut berdiri mematung, menatap heran ke arah Jama yang sedang menatap nya penuh arti.

"Pesst... sini...!"

Cewek yang belum diketahui namanya oleh Jamal menunjuk dirinya sendiri menggunakan tenjuknya. "Gue...?"

"Iya..." jawab Jamal sambi menaik turunkan kedua alisnya.

"Ngapain?" Heran sisiwi tersebut.

"Sebentar..."

Setelah diam beberapa saat, meski dengan perasaan ragu, namun pesona ketampanan Jamal mampu membuat siswi tersebut berjalan mendekat padanya.

"Ada apa ya? Jems." Tanya siswi itu setelah ia sudah berada di hadapan Jamal.

Mendengar namanya disebut, senyum Jamal menyeringai. Apa iya se-terkenal itukah dirinya?

"Lu tau nama gue?" Heran Jamal.

"Ya-iya-lah... Jems. Siapa sih yang gak tau Jems? murid baru yang punya tenaga kuat. Terus langsung bikin gang di SMA GLOBAL. Gue juga liat pas lu dihukum push up sama Rio." Ujar siswi tersebut. Bola matanya menatap kagum ke arah wajah tampan milik Jamal.

"Oh, gitu." Jamal menenggelamkan kedua telapak tangan di kantung celana abu-abunya__membuat bagian pantat menjadi ketat, sehingga cetakan celana dalamnya dapat terlihat jelas. Menggunakan lidahnya Jamal membasahi bibir bawah. Senyumnya menyeringai, mata elangnya menatap intens bagian dada siswi tersebut.

"-bagus deh. Berarti gue nggak perlu ngenalin diri gue. Trus nama lu sapa?" Lanjut Jamal.

"Gue Kiki. Kelas sebelas ipa dua. Emang ada apa lu manggil gue?"

Manik mata Jamal menelusuri tubuh mungil namun padat dan menggoda milik Kiki, membuat yang diperhatikan mengrenyit heran. "Kenapa?" Tegur Kiki sambil memperhatikan dirinya sendiri. Takut ada yang salah dengan penampilannya.

"Eh, nggak papa." Gugup Jamal. "Tadi dari jauh gue penasaran pas liat elu. Apa iya ada cewek secantik itu di Sekolah ini. Terus pas lu deket ternyata malah lebih cantik."

Gombalan Jamal sukses membuat Jantung Kiki berdetak lebih kencang, dan senyumnya melebar. Dipuji cowok sekeren Jamal, itu sesuatu banget. Rasanya seperti melayang di udara. Menggunakan telunjuknya, Kiki mengulung-gulung ujung rambut ikal nya.

"Ah, lu bisa aja. Nggak usah gombal deh..." ucap Kiki dengan rona wajah yang sudah bersemu mereh.

"Eh serius kali. Gue tuh orangnya realystis. Cantik gue bilang cantik, jelek juga gue bilang jelek. Dan menurut gue, lu itu cantik. Istimewa."

"Udah ah gombalnya," protes Kiki, sambil mencubit manja pinggang Jamal. "Tapi makasih, bye..." Tidak ingin larut dengan rayuan, kemudian Kiki memutar tubuhnya, berlalu meninggalkan Jamal.

"Eh, tunggu."

Dengan sigap Jamal meraih pergelangan sambil memutar tubuh Kiki__hingga membuat Kiki kembali berhadapan dengannya.

"Gue belum selesai."

Kiki harus mendongakan kepala untuk melihat wajah Jamal, lantaran tubuh Jamal yang tinggi besar. Mata nya yang bulat melebar, tidak ingin berkedip menatap wajah tampan Jamal. Jarak tubuh yang sangat dekat, membuat Kiki harus menelan ludahnya susah payah, dan jantungnya berbacu lebih cepat. Semakin tidak terkontrol.

"-gue nggak lagi gombal. Lu tau nggak? Tadinya gue putusin buat pindah sekolah. Solanya gue belum liat ada cewek cakep di sini. Tapi setelah gue tau ternyata ada bidadari lagi berdiri depan gue, gue putusin buat tetep sekolah di sini." Lanjut Jamal.

Pujian demi pujian, rayuan demi rayuan Jamal berikan kepada Kiki. Yang dirayu semakin melambung, dan senyumnya semakin merekah.

Beberapa saat kemudian, menyadari kakak kelas sudah terlena, telapak tangan Jamal mulai nakal. Mencolek dagu, menyentuh dan menyelipkan anak rambut Kiki di balik telinga. Merasa kalau yang sedang dirayu sudah mulai terbuai, terlihat Jamal mengedarkan pandangan di lorong sekolah.

Suasana yang terlihat sepi, membuat Jamal memberanikan diri menundukkan kepala, mendekatkan mulutnya di telinga Kiki.

"Lu udah pernah ke surga belum?" Bisik Jamal. Kumis tipisnya tidak sengaja menyentuh leher belakang telinga Kiki__membuat Kiki bergidig merinding merasakan geli bercampur nikmat.

"Ah? Ma-maksud lu?" Ucap Kiki. Suaranya juga terdengar berbisik.

"Lu udah pernah ngrasain surga dunia belum?" Ulang Jamal memperjelas pertanyaannya.

"Ih... lu apa-apaan sih? Gue belum pernah gituan."

Mendengar jawaban Kiki senyum Jamal mengembang. Kemudian dengan jarak wajah yang sangat dekat, sorot mata Jamal menatap lurus ke mata Kiki. "Kalo lu mau, gue bisa kok ngajak lu ke sana. Gue jamin lu nggak akan nyesel."

"Ah Jems, lu ngomong apaan? gue bukan cewek sembarangan." Protes Kiki, sambil mendorong mundur tubuh Jamal. Dorongan yang tidak kuat, dan tubuh Jamal yang tinggi besar sehingga hanya membuat tubuh Jamal sedikit terhuyung. "Gue nggak mau."

Penolakan Kiki lantas tidak membuat Jamal menyerah. Ia punya seribu cara untuk menaklukan korbannya yang sudah terlihat mabuk kepayang. Tinggal beberapa langkah lagi, Jamal yakin Kiki akan jatuh di pelukannya.

"Yakin nih lu nggak mau? Katanya lu udah tau siapa gue. Jadi lu bakal tau dong, kalo kita deket lu bakal aman."

"Maksudnya?"

Menarik napas dalam-dalam, seblum akhirnya Jamal hembuskan secara perlahan. Lantaran ia sudah tidak tahan, miliknya juga sudah mengeras, ingin segera dilemaskan, oleh sebab itu Jamal memutar tubuhnya lalu berjalan melenggang ke arah toilet laki-laki, seraya berkata, "Gue jelasin di dalem, ntar lu juga ngerti. Gue pastiin nggak ada yang berani ganggu, kalo lu ikut gue. Lu juga nggak akan nyesel."

Terlihat Kiki hanya berdiri mematung, menatap punggung Jamal yang sedang berjalan ke arah toilet. Jantungnya berdegup kencang saat melihat Jamal sedang membuka pintu toilet, sambil mengedipkan mata ke arahnya.

Setelah Jamal masuk kedalam toilet, dengan raut wajah yang gelisa, Kiki mengedarkan pandangan di sekitar toilet. Sepi dan tidak ada siapapun. Karena ia juga sudah tidak tahan, lalu dengan janji Jamal yang mengatakan; bahwa ia akan aman, akhirnya setelah berpikir selama beberapa saat, Kiki__melangkahkan kakinya ragu, berjalan menyusul Jamal yang sudah menunggunya di dalam toilet.

~☆~

Di koridor sekolah terlihat Rio sedang berjalan menuju ke arah toilet. Jarak ke toilet dari kelasnya lumayan jauh, ia harus melewati beberapa kelas, perpustakaan, ruang kepala sekolah ruang guru, kemudian kantin.

"Eh, Rio...!"

Langkah kaki Rio terhenti saat mendengar namanya di panggil oleh seseorang dari ruang guru. Rio mmutar tubuhnya, melihat seseorang yang sudah memanggil dirinya. Ia terpaksa kembali berjalan ke ruang guru__yang baru saja ia lewati, saat melihat pak Tarto__guru kimia yang baru saja memanggilnya.

"Ada apa pak?" Tanya Rio setelah ia sudah berada di hadapan pak Tarto.

"Kebetulan kamu lewat sini, tadinya bapak mau ketemu sama kamu."

Kening Rio mengerenyit, menatap heran ke arah pak Tarto.

"-kamu mau kemana, bapak ngganggu apa enggak?" Tanya pak Tarto.

"Mau ke toilet," jawab Rio. "Emang ada apa pak?"

"Gini, bapak punya ponakan masih sekolah SD, dia lagi butuh guru privat bahasa inggris. Kira-kira kamu ada waktu luang nggak hari sabtu sama minggu?"

Rio terdiam sambil memikirkan penawaran pak Tarto. Sabtu dan minggu setelah pulang membantu ibunya di pasar, Rio juga mengajar privat beberpa murid SD dan SMP di rumahnya. Ia memang sangat pintar, otaknya encer sehingga banyak orang tua yang meminta anaknya supaya diajari sama Rio. Dengan senang hati Rio menerima tawaran mereka. Ia juga mendapat imbalan untuk itu. Lumayan bisa membantu ibunya, memberi uang jajan adiknya san dirinya sendiri tentunya.

"-jangan khawatir, bayarannya besar kok." Ucap pak Tarto. Ia melihat Rio sedikit ragu, sehingga dengan terpaksa ia mengatakan soal bayaran.

"Bukan gitu pak. Soalnya sabtu sama minggu saya juga ngajar les di rumah." Jelas Rio.

"Oh, gitu." Ucap pak Tarto sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Terlihat keningnya berkerut, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. "Sayang banget ya, padahal bapak udah bilang sama adik bapak nggak usah cari guru privat. Bapak udah rekomendasikan kamu sama dia. Bapak juga udah cerita soal kamu sama adek bapak. Katanya dia setuju."

"Tapi gimana lagi pak. Bukanya nolak. Paginya saya bantu ibu, pulang pasar, saya ngajar di rumah. Kadang sampe sore." Ujar Rio. Wajahnya juga terlihat bingung. Padahalkan lumayan, bisa buat tambahan. Pikir Rio.

"Kalo malem bisa nggak Ri? Ya kalo kamu nggak capek sih." Usul pak Tarto.

"Malem?"

"Iya. Tapi kalo nggak bisa jangan dipaksakan."

Rio terdiam sambil memikirkan usulan pak Tarto. Kemudian setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Rio memutuskan.

"Eum, gini aja deh pak. Nanti saya kabarin lagi. Biar saya pikir-pikir dulu." Rio tidak langsung mengambil keputusan, ia hanya tidak mengecewakan. Oleh sebab itu Rio perlu memikirkan dulu masak-masak. Selain itu, perutnya yang terasa mules membuat ia tidak bisa berpikir jernih. "Nanti malem saya kabarin bapak."

"Oh, yaudah kalo gitu bapak tunggu."

"Iya pak, maaf saya buru-buru ke toilet. Mules." Kelu Rio sambil memegangi perutnya.

"Ha... ha..." tingkah Rio membuat pak Tarto terbahak. Selain itu wajah Rio terlihat sangat lucu saat sedang menahan mules. "Yaudah sana. Maaf udah ganggu kamu."

"Iya, pak nggak papa. Permisi." Setelah menyempaikan itu, Rio memutar tubuhnya, kemudian berlari__ke arah toilet sambil memegangi perutnya.

Sementara pak Tarto hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Tbc.

avataravatar
Next chapter