19 Nooo....!

Atas saran dari perawat yang menangani Rio saat diperiksa di UKS, bahwa Rio agar diperiksa lebih lanjut ke rumah sakit. Mengingat peralatan yang yang tersedia di UKS, tidak selengkap yang ada di rumah sakit. Selain itu__di rumah sakit, akan ada dokter yang pasti lebih bisa mendiagnosa pernyakit apa sebenarnya yang sedang dialami oleh Rio.

Akhirnya, pada malam hari dengan diantar sama ibu Hartati, Rio sampai di sebuah rumah sakit terdekat. Saat ini Rio sudah berada di dalam ruangan dokter umum.

Rio sudah tidur terlentang di atas dipan yang ada di ruangan dokter. Sementara ibu Hartati menunggu, duduk pada kursi di dekat meja dokter. Menggunakan stetoskop terlihat ibu Mirna__nama dokter yang memeriksa Rio, sedang memeriksa denyut jantung Rio.

"Dok, perut saya mual terus," keluh Rio. Ia ingin supaya memeriksa perutnya.

"Iya sebentar, ini diperiksa denyut jantungnya dulu," ucap bu Mirna dengan ramah. "Jantung sehat, gak ada masalah..."

Rio tersenyum tipis mendengar pernyataan dokter Mirna, ia masih merasakan seperti sesuatu aneh di dalam perut, yang menyebabkan ia merasa mual.

Selesai memeriksa di bagian jantung, dokter Mirna memeriksa di bagian perut. Dokter Mirna teridam, keningnya mengrenyit saat sedang mendengarkan sesuatu__melalui alat stetoskop, dari dalam perut Rio.

"Mualnya udah berapa lama, Ri?" tanya dokter Mirna sambil dengan fokus mendengar denyutan yang menurutnya aneh.

"Kalo kerasa bangetnya sih seminggu lalu dok," aku Rio.

Mengabakain penjelasan Rio, dokter Mirna memindahkan ujung stetoskop di perut bagian kanan. Dokter Mirna terdiam, kembali fokus mencoba mendengar bunyi yang di dalam perut sebelah kanan milik Rio. Namun ia tidak mendengarkan sesuatu yang aneh, seperti yang ia dengar di dalam perut sebelah kiri.

Untuk memastikan jika yang ia dengar salah, dokter Mirna kembali menempelkan stetoskop di perut sebelah kiri.

"Keluhannya apa aja, Selain mula?" tanya dokter Mirna. Keningnya kembali mengerenyit saat ia mendengar seperti suara detak jantung, selalu terdengar di perut sebelah kiri.

"Pusing dok. Badan gampang capek, mau ngapain males. Kadang kalo bau parfum makin mual sama pusing. Bawaannya pingin muntah, tapi pas dimuntahin nggak keluar apa-apa dok?"

Dokter Mirna mengulas senyum saat mendengar penjelasan Rio yang panjang lebar. Sambil tetap menempelkan stetoskop di perut Rio. Suara aneh yang mirip seperti detak jantung itu masih ada, membuat dokter Mirna merasa harus lebih lama lagi untuk mendengarkannya.

"Kok, kayak ada janin..." batin dokter Mirna.

"-ohiya dok, minggu kemaren, kalo liat nasi saya juga mual tarus. Pingin muntah. Kenpa ya dok?" Lanjut Rio.

Dokter Mirna mengangguk-anggukan kepalanya, sambil mengerenyit heran.

"Apa kamu, punya penyakit magh, Ri?" Tanya dokter Mirna.

"Enggak dok," jawab Rio sambil menggelang-gelengkan kepalanya.

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya dokter Mirna hembuskan secara perlahan. Raut bingung dan heran, tergambar jelas di wajah dokter Mirna. Beberapa saat kemudian dokter Mirna melepaskan stetoskop dari perut Rio, dan juga kedua telinganya, lalu ia kalungkan stetoskop itu di lehernya.

Dokter Mirna menarik kebawah kaus yang dikenakan Rio__menutup kembali perut Rio, lalu berjalan ke arah kursinya, seraya berkata, "udah yuk, duduk lagi."

"Anak saya sakit apa, bu dokter?" cemas ibu Hartati, setelah dokter Mirna mendudukkan dirinya di kursi.

Menyusul kemudian Rio, juga mendudukkan dirinya di kursi__di dekat ibu Hartati.

"Saya belum bisa kasih tau bu," jawab dokter Mirna. Ia tidak mau langsung mengambil kesimpulan dari pemeriksaan yang baru saja ia lakukan. Dokter Mirna ingin semua jelas sebelum ia memberitahukan kepada ibu Hartati. "Kayaknya Rio harus di USG dulu."

"Lho? Kok USG?" heran Rio hingga keningnya berkerut.

"Kok, kayak mau periksa kehamilan aja bu?" tanya ibu Hartati.

"USG itu bukan cuma buat periksa orang hamil bu," jelas dokter Mirna seadanya. "Saya cuma mau liat apa yang membuat perut Rio mules."

"Oh.." ibu Hartati mengangguk-anggukkan kepalanya.

Dokter Mirna mengulas senyum, ia berdiri dari duduknya seraya berkata, "Rio ikut ke ruang USG, ibu mu biar nunggu di sini bentar."

Setelah menyampaikan itu, dokter Mirna berjalan ke arah pintu keluar. Sementara Rio masih tetap pada posisinya. Perasaannya mendadak gelisah.

"Buruan Ri," tegur ibu Hartati.

"I-iya bu..." gugup Rio. Dengan perasaan ragu akhirnya Rio berdiri dari duduknya, lalu berjalan menyusul dokter Mirna yang tengah menunggunya di ambang pintu.

Sementara ibu Hartati masih duduk di kursinya, menunggu Rio yang sedang periksa di ruang USG. Wajahnya terlihat sangat cemas.

Gerk...!

Setelah beberapa jam menunggu, ibu Hartati dikejutkan oleh suara pintu yang dibuka oleh seseorang. Ia sontak menolah ke arah sumber suara tersebut, lalu melihat dokter Mirna tengah berjalan ke arahnya, sambil mebawa amplop berwarna coklat__hasil pemeriksaan, sementara Rio mengekor di belakangnya.

"Kamu sakit apa, Ri?" bisik ibu Hartati setelah Rio mendudukan dirinya di sampingnya.

"Belum dikasih tau," jawab Rio sambil menggelang-gelangkan kepalanya.

"Ekhem..."

Suara dehem dokter Mirna mengalihkan perhatian Rio dan ibunya. Keduanya langsung menghadap ke arah dokter Mirna di hadapan mereka, terhalang oleh meja berbentuk persegi.

"Gimana bu dokter, anak saya sakit apa?" tanya ibu Hartati, wajahnya masih terlihat cemas.

Dokter Mirna membuang napas gusar, ia menoleh ke arah Rio, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Ditatap seperti itu, kening Rio berkerut. "Kenapa dok?"

Dengan raut wajah yang bingung, dokter Mirna teridam, ia masih mengamati wajah dan postur tubuh Rio.

"Kenapa ya dok?" tanya ibu Hartati. Ia dapat membaca gelagat yang tidak biasa di wajah dokter Mirna. "Anak saya tidak apa-apa kan?"

"Ri-Rio..." panggil dokter Mirna dengan suara yang gugup.

"Iya, dok kenapa? Saya sakit apa?" terlihat raut wajah Rio mulai cemas, dan penasaran.

"Maaf, Ka-kamu laki-laki kan?" tanya dokter Mirna ragu.

"Saya laki-laki dok. Apa saya keliatan kayak perempuan?" heran Rio.

"Iya bu dokter, anak saya laki-laki. Saya yang ngelahirin dia..." imbuh ibu Hartati.

"Iya makanya saya tanya. Solanya kamu enggak kelihatan kaya perempuan, kamu ganteng, manis."

Senyum simpul terbit dari bibir Rio. Dikatakan ganteng dan manis sama dokter Mirna, membuat rona wajah Rio bersemu mereh.

"Makasih, dok."

Dokter Mirna menganggukkan kepalanya, "sama-sama. Tapi__" dokter Mirna menggantungkan kalimatnya sambil menggaruk keningnya yang tidak gatal. Ia merasa berat untuk menyampaikan lantaran takut akan membuat Rio dan ibunya shok.

"Tapi apa dok?" tanya Rio penasaran.

Menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya dokter Mirna, hembuskan secara perlahan.

"Tapi, ka-kamu... kamu Hamil, Rio."

"Apa...?!!!"

Braakh!!

Pernyataan dokter Mirna membuat ibu Hartati hampir terjatuh, dari kursinya. Meski Rio juga sangat terkejut, tapi untung saja ia bisa dengan sigap menahan ibunya supaya tidak sampai terjatuh ke lantai.

"Tadi, dokter bilang apa? anak saya hamil?" tanya ibu Hartati tidak percaya.

Dokter Mirna hanya menganggukan kepalanya. Ia sendiri awalnya tidak percaya, tapi hasil USG menunjukkan kalau Rio benar-benar tengah mengandung.

"Plis dok, prank nya enggak lucu..." ucap Rio. Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan sama dokter Mirna. Tapi meskipun begitu ia terlihat sangat panik, dan tubuhnya mendadak gemetaran.

Dokter Mirna membuka amplop yang ia bawa barusan. Telapak tangannya merogoh isi yang ada di dalam amplop, mengambilnya lalu ia letakan di atas meja, di hadapan Rio dan ibunya.

"Awalnya saya juga enggak percaya. Makanya saya tanya kamu laki-laki apa perempuan. Tapi hasil USG menunjukan ada janin di dalam perut kamu, Rio." Jelas dokter Mirna sambil menunjuk gambar janin yang ada di foto netgatif hasil USG.

Bola mata Rio dan ibunya melebar. Keduanya menatap tidak percaya ke arah hasil USG tersebut.

"Kamu, hamil Rio..." tegas dokter Mirna.

Ibu Hartati menoleh ke arah Rio, bola matanya menatap anaknya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Ri-Rio... kamu masih laki-laki kan?" tanya ibu Hartati ragu. Kalau tidak salah ingat, terakhir kali ibu Harti melihat anaknya telanjang bulat saat Rio masih kelas tiga sekolah dasar.

Setiap habis mandi__dari kamar mandi, Rio selalu berlari ke arah kamar dalam keadaan telanjang bulat. Ia yakin sekali, alat kelamin anaknya itu laki-laki. Tapi setelah Rio sudah disunat, ibu Hartati tidak pernah melihat lagi jenis kelamin Rio. Oleh sebab itu ia sedikit ragu, apakah anaknya sudah berganti kelamin, seperti berita yang pernah ia lihat di televisi.

"Ya masih lah bu," tegas Rio. Terahir ia melihat kelaminnya tadi saat ia mandi sore. Jenis kelaminnya masih laki-laki belum berubah. Kemudian untuk meyakinkan keyakinannya Rio meletakan telapak tangannya di atas selangkangannya-memastikan apa jenis kelamin laki-laki itu masih ada.

Rio bernapas lega saat merasakan masih ada jendolan di dalam celananya. Syukurlah masih ada. Itu artinya Rio masih laki-laki.

"Saya laki-laki, dok!" Tegas Rio sambil merasakan jendolan di atas selangkangannya.

"Apa kamu pernah oprasi kelamin, Ri?" Selidik ibu Hartati.

"Enggak! Amit-amit!!" jawab Rio yakin.

"Ibu, walopun laki-laki sudah berganti kelamin, dia tidak akan pernah bisa hamil. Solanya laki-laki tidak mempunyai rahim," jelas dokter Mirna.

"Terus, kenapa saya hamil dok?" tanya Rio ragu.

"Maaf Rio, saya mau tanya dulu. Tapi jangan tersinggung, ya," ucap dokter Mirna.

"Iya," Rio menganggukkan kepalanya.

"Apa kamu, gay?"

"Enggak, saya masih normal!" Rio menjawab dengan sangat tegas dan yakin. Soalnya miliknya selalu berdiri tiap kali Indah nemplok manja di tubuhnya. Ia juga masih terangsang kalau melihat wanita berpakaian seksi. Selain itu Rio sama sekali tidak tertarik dengan yang namanya laki-laki.

Dokter Mirna menghela napas panjang sebelum akhirnya ia memberikan penjelasan kepada Rio.

"Baiklah kalau begitu, tapi ini aneh Rio. Ternyata kamu itu mempunyai rahim, meskipun jenis kelamin kamu laki-laki. Rahim itu terhubung langsung dengan saluran belakang. Jadi kalau ada seperma laki-laki membuahi sel telur di rahim, kamu akan bisa hamil. Jadi artinya, seperma itu bisa sampi di rahim kamu, itu karena mungkin kamu pernah melakukan hubungan seks melalu jalur belakang."

Deg!

Penjelasan dokter Mirna membuat Rio terkejut. Ia mendengarkan dengan antusias sambil menelan ludahnya susah payah.

"-masak iya itu anak jin." Imbuh dokter Mirna.

"J-jadi Rio beneran hamil, bu dokter?" tanya ibu Hartati.

"Hasil USG, menunjukan begitu," jawab dokter Mirna, kemudian ia menoleh ke arah Rio, "makanya tadi saya tanya Ri? Apa kamu gay. Terus apa kamu pernah melakukan hubungan seks sesama jenis."

Pertanyaan dokter Mirna, membuat tubuh Rio semakin gemetaran. Tiba-tiba saja sosok Jamal, orang yang paling ia benci melintas di benaknya.

"No!" Ucap Rio. "NOOOOOOOOOO.....!!!" Rio berteriak histeris.

avataravatar
Next chapter