18 CWFJ 18 : Membuntuti Pria Maskulin

"Ooohhh begituuu.. lalu, apakah jam tidur dan jam sehari-hari di sini sama seperti dunia nyata? 24 jam?"

"Sebaiknya kau pergi tidur. Kurasa aku sudah terlalu banyak menjelaskan pengertian padamu."

Nea meringis kecil. "Hehehe.. maaf ya. Baiklah. Aku akan tidur. Terima kasih."

Klek!

Nea sudah masuk ke dalam kamar barunya. Setelah pintu tertutup, kamar tersebut otomatis gelap.

Namun tenang saja, tidak segelap itu. Lampu-lampu kecil dan sebuah lampu tidur unik yang ada di atas meja nakas itu menyala sendiri. Seperti sudah disetting otomatis seperti itu jika pemilik kamar memang hendak tidur.

Tentu saja lagi dan lagi Nea hanya bisa kaget dan melongo. Lampu-lampu kecil berwarna kuning keemasan itu bergantungan di dinding atas tempat tidur.

Kalau begini kondisinya, Nea malah tidak mengantuk dan betah mengawasi keadaan di kamar itu. Suasananya tidak panas dan tidak dingin. Suhu udara di kamar itu terasa sangat nyaman di kulitnya. Padahal kamar itu tidak ada AC ataupun kipas angin.

Nea hendak melangkahkan kaki menuju kasurnya. Namun ia teringat misinya. Gadis itu menoleh ke belakang menatap pintu kamar yang sudah tertutup.

Jika kamar pertama yang pernah ia tempati waktu itu otomatis terkunci dan ia tidak bisa keluar apabila belum ada yang menjemputnya, apakah kali ini juga sama? Pria maskulin tadi tidak bilang apa-apa mengenai pintu kamar.

Nea tertegun. Kemudian ia menuju pintu kamarnya dan segera menekan handel pintu.

Klek!

TERBUKA!! Nea membulatkan matanya senang. Gadis itu nyengir gembira seperti seorang tawanan yang diberi kesempatan untuk lolos.

Ia mengeluarkan setengah kepalanya. Nea mengintip suasana di depan kamarnya. Ternyata sangat sepi dan hening sekali. Jika ia keluar, apakah akan ada yang memergokinya? Apakah jika ia ketahuan, ia akan diseret dan akan dibawa dengan dua orang pria formal seperti waktu itu? Hmm, Nea agak sangsi. Apakah ada cctv juga di tempat seperti ini?

Nea menelan ludahnya pelan. Kemudian ia memberanikan diri melangkahkan kaki kanannya keluar dari kamar.

Lalu perlahan seluruh tubuhnya sudah berada di luar kamar. Pintu kamar ia tutup kembali dengan pelan.

Pandangan gadis itu mengedar ke segala arah. Ternyata jika malam hari terasa lebih menyeramkan. Bayangkan saja, itu bukanlah sebuah rumah, gedung, ataupun apartemen. Itu dunia imajinasi yang terdiri dari banyak lantai dan ruangan. Bahkan, Nea sekarang tidak tahu ia berada di lantai berapa. Yang pasti, ia merasa bahwa lantai ini adalah lantai teratas.

Gadis itu memberanikan diri untuk berjalan. Yang ia temui dan ia lihat hanya hamparan ruangan kosong yang seperti tanpa batas.

Hanya ada pilar-pilar seperti yang ada di dalam ruangan dan kamar pria maskulin itu. Dan pilar-pilar itu begitu besar dan tinggi. Itulah mengapa Nea sempat mengira bahwa ia berada di surga.

Sepertinya sistem pengaman di situ saat malam hari tidak terlalu ketat. Tidak ada yang berjaga sama sekali di depan kamar pria maskulin tadi. Apakah semua pria-pria formal berjas hitam putih itu tidur? Apa mereka juga merasakan kantuk? Lalu, apakah semua gadis-gadis muds sebagai guide juga tidur?

Ah, mereka kan bukan robot. Mereka bukan mesin. Lalu mereka semua berada di mana sekarang?

Nea terus berjalan saja ke semua sudut ruangan hampa yanh terlihat tak berujung itu. Ia ingin berkeliling sampai ia menemukan sesuatu yang bisa ia jadikan sebuah petunjuk.

Gadis itu berjalan sambil menundukkan kepalanya. Sebenarnya, Nea sedang mencari letak lantai lift yang membuatnya penasaran. Seharusnya ia bisa menemukan beberapa tanda lantai lift ajaib yang bisa naik turun tanpa menggunakan sesuatu yang terlihat.

Langkahnya semakin lurus, dan ternyata ada jalan berbelok ke kanan dan ke kiri. Itu seperti jalan pertigaan.

Ternyata semakin malam, lantai awan itu terasa semakin dingin. Kedua kaki Nea memakai sandal tidur berbulu yang ujungnya berbentuk wajah dan telinga koala. Meskipun begitu, kedua kakinya semakin merasa lebih dingin saat ia semakin melanjutkan langkahnya.

Nea melihat sekelebat bayangan yang berjalan di belokan ke kiri. Gadis itu mengernyit heran dan menyipitkan kedua matanya.

Bayangan tubuh itu berjalan dan menghilang. Nea sangat penasaran. Gadis itu melanjutkan langkah kakinya untuk mengikuti bayangan tersebut.

Di sini tidak ada jam. Itulah mengapa Nea bingung perihal waktu. Namun ia merasa bahwa saat ini sudah larut. Gadis itu berjalan tenang dan mengendap-endap seperti maling. Cahaya di seluruh ruangan memang hanya remang-remang saja.

Penerangan di segala sudut itu hanya dihampiri cahaya bulan yang tidak seberapa. Jujur saja, Nea masih sangat penasaran dengan banyak hal. Bahkan, kini ia memikirkan cara keluar dari ruangan atau tempat ini. Apakah ada area luar? Jika ada, seperti apa bentuknya? Apakah akan ada pemandangan juga? Semuanya serba awan dan serba putih. Bahkan Nea tidak paham apakah ini ada di dalam atau di luar.

Jika ia keluar dari ini, apakah bentuk tempat ini akan seperti gedung bertingkat? Sungguh, Nea rasanya kelelahan terus bertanya dalam benaknya.

Kini ia melihat siluet bayangan tersebut. Gadis itu merapatkan tubuhnya pada dinding awan. Karena pria yang ia ikuti itu menghentikan langkah dan menengok kebelakang. Pria itu ternyata adalah pria maskulin tadi.

Mengapa pria maskulin itu tidak tidur? Nea terus membuntuti ke mana perginya pria maskulin itu.

Ternyata ada area atau jalan yang seperti sebuah lorong kantor, namun sekitarnya hanya dinding awan yang polos. Rasanya Nea sedikit bosan dan kesal melihat gumpalan awan di mana-mana. Atap berupa awan, dinding-dinding berupa gumpalan awan yang tertata, lantai yang ia pijak juga awan namun tidak tembus. Bosan saja sejak tadi ia melihat awan terus menerus.

Kemudian pria maskulin itu berhenti. Ternyata jalan itu adalah jalan buntu.

Ujung jalan buntu itu ada tiga sisi. Dan tiga sisi itu terdapat masing-masing satu pintu. Pintu tengah, kanan, dan kiri.

Namun si pria maskulin itu masuk ke pintu sebelah kanan. Ketiga pintu itu tidka memiliki warna atau corak khusus. Tiga pintu itu hanyalah pintu biasa yang Nea lihat di dunia nyata. Haya sekedar pintu berwarna coklat gelap dengan handel pintu berbentuk bulat.

Kemudian Nea keluar dari persembunyiannya. Gadis itu berjalan lurus dan berhenti tepat di tengah-tengah tiga pintu itu. Ia tidak mungkin masuk ke pintu sebelah kanan. Kalau masuk ke situ, lalu bertemu pria maskulin itu pastinya pria itu akan marah dan menegur Nea.

Baiknya, Nea mencoba membuka pintu tengah dan pintu sebelah kiri saja. Sebenarnya ada apa di dalam sana.

Klek!!

Pintu tengah berhasil Nea buka. Ketiga pintu itu ternyata tidak memiliki lubang kunci. Nea baru sadar saja ketika mengamati handel pintu itu. Baru kali ini ia melihat pintu tanpa memiliki lubang kunci.

Gadis itu masuk ke dalam sebuah ruangan luas yang membuatnya tercengang. Mulutnya menganga lebar dan kedua matanya juga melebar. Nea terperangah bukan main.

Di dalam ruangan dari pintu tengah itu, ternyata memuat begitu banyak pria-pria tampan yang sedang tidur. Puluhan? Tidak. Jumlah semua pria itu ratusan. Mereka semua tidur tertata dan rapi.

Semua pria tampan itu tidur mengenakan setelan piyama serba putih. Mereka semua tidur di tempat tidur masing-masing dengan jarak satu meter setiap tempat tidur.

Dan tentu saja, semua tempat tidur itu dari awan. Tidak ada penjaga ataupun guide di situ.

Ceklek!

Nea menoleh ke belakang. Pintu ruangan yang ia tutup tadi kini ada yang membuka.

Dengan segera gadis itu lari ke belakang pintu dan berdiri diam di sana. Ternyata, si pria maskulin yang masuk ke dalam ruangan itu untuk melakukan pengecekan.

*****

avataravatar
Next chapter