14 CWFJ 14 : Alasan Nea

Nea tertegun. Ternyata Gilang juga bohong padanya. Jadi, sabtu lalu itu mereka berdua sama-sama berbohong? Rasanya Nea mulai susah menelan ludahnya.

"Ah, oh gitu.. k-kenapa sampai bohong Lang?"

"Panas aja sih sebenernya lihat kamu deket sama cowok lain. Jadi aku bohong aja biar gak terlalu kelihatan sadboy nya..hahaha. Umm, aku terlalu jujur ya Ney?"

Nea diam. Gadis itu hanya menanggapi pertanyaan Gilang dengan sedikit tersenyum. Lebih tepatnya, ia meringis kecil sambil merapikan rambut kanannya ke belakang telinga.

Mobil itu masih melaju dengan pelan. Sesekali berhenti lagi karena jalanan raya sore ini mengalami macet.

Gilang tersenyum saja ketika tahu Nea tidak berkata apapun padanya. "Jujur, sebenarnya aku masih berusaha untuk deket sama kamu. Termasuk permintaan aku tentang nganterin pulang kantor kayak gini. Berkata kalau aku gak akan pernah modus ke kamu itu juga bohong. Tapi ketika bisa nganterin kamu pulang kantor gini rasanya udah seneng banget."

Mendengar hal itu, Nea benar-benar tidak tahu harus menanggapi perkataan Gilang dengan berkata bagaimana. Ia harus membalas dengan perkataan apa? Sungguh, Nea kalau di dekat orang yang tidak terlalu akrab dengannya memang langsung menjelma sebagai gadis super introvert.

Bahkan, mendengar Gilang berucap lembut dalam menjelaskan hal itu saja tidak membuat hati Nea tergetar sama sekali.

"Gak ngasih kata-kata apa gitu Ney? Hmm, aku terlalu ganggu dan terlalu maksa buat masuk ke kehidupan kamu ya?" Tanya Gilang.

Nea tentu saja terkejut sedikit. Bahkan meskipun ia merasa terganggu dengan Gilang, tapi perilaku Gilang cukup sopan selama ini.

Pria itu tidak pernah menyentuh Nea sama sekali. Biasanya, pria yang modus kan pasti selalu menunjukkan pergerakan yang agresif. Sedangkan Gilang tidak seperti itu.

"Gak ganggu kok Lang." Kata Nea singkat.

"Kalau nggak ganggu, kenapa setiap pulang kantor kayaknya nolak aku anterin?"

"Emm, itu.. aku---"

"Aku tahu kamu gak suka sama aku. Perasaan kita beda. Aku tahu hal itu. Tapi kan sebelumnya aku juga udah bilang janji juga. Aku hanya anterin kamu pulang. Aku juga gak pernah nekat ngajakin kamu makan dulu, atau mampir ke mana. Pasti langsung anterin kamu pulang kan.. sebegitu nggak nyamannya ya Ney?"

"Eh, ng-nggak gitu Gilang. Emm, ya maaf deh atas sikap aku. Kamu marah ya Lang?"

Mendengar pertanyaan Nea, dan gadis di sampingnya itu bereaksi seperti itu Gilang menghembuskan napas panjangnya. "Maaf, kayaknya aku yang terlalu bawa perasaan. Kamu gak salah kok." Kata Gilang.

Nea tertegun sejenak. Ia jadi ingat perkataan Dina tempo lalu. Dina pernah menasehatinya satu hal, yaitu 'jangan menyia-nyiakan pria baik yang udah bucin ke kamu'. Begitu kata Dina.

Lalu, apa kini Gilang sudah terlalu bucin pada Nea ya?

"Maaf deh Lang. Aku gak tahu harus gimana. Aku belum bisa buka hati untuk siapapun." Kata Nea pada akhirnya.

Gilang menoleh ke kiri. Arus jalanan di depannya masih berhenti karena macet. "Lalu pria yang sama kamu di Depok lagi di kafe itu siapa? Bukannya kamu bilang dia kenalan kamu dan kamu lagi deket sama dia? Sekarang kamu bilang gak bisa buka hati untuk siapapun?"

Nea menunduk. Ia memainkan kuku jemarinya. "Saat itu, sebenernya aku juga bohong."

"A-apa? Kok bisa?"

"Dia cuman temanku aja Lang. Dia bukan gebetan ataupun kenalan deketku. Cuman sekedar teman aja dan dia juga lebih muda dari aku."

"Terus kenapa bohong?"

"A-aku gak mau aja terlalu dideketin sama kamu waktu itu. Jadi aku bohong. Maaf.."

"Segitunya kamu Ney? Gak habis pikir aku sama kamu. Kamu tinggal bilang aja Ney. Bilang sekarang ke aku. Kalau kamu itu gak suka aku deketin, kamu gak suka aku anterin pulang, kamu terganggu sama aku. Bilang aja. Jangan terus bicara ragu-ragu di hadapan aku. Karena aku selalu mikir bahwa kamu suatu hari nanti akan menerima aku. Ney, udah aku bilang kan. Jangan terlalu kaku. Bilang. Katakan apa yang kamu nggak suka atau yang kamu suka. Diamnya kamu itu yang ngebuat aku gak pernah nemu jawaban saat berusaha deketin kamu. Tapi sekarang aku udah tahu jawabannya apa." Tandas Gilang panjang.

Nea diam saja. Ia benar-benar tidak tahu harus merespons bagaimana.

Benar kata Gilang, Nea sangat kaku. Gadis itu tidak bisa terlihat santai dan menanggapi dengan baik apa yang sudah Gilang katakan.

Sekarang, Nea rasanya ingin melompat keluar dari mobil saja. Sungguh, lebih baik ia berjalan kaki sampai rumah dari pada harus satu mobil dengan Gilang yang sedang seperti ini.

Setelah itu, Gilang juga diam. Ia tidak berkata apa-apa lagi. Pria baik itu hanya fokus menyetir dan menatap lurus jalanan macet di hadapannya. Dalam hati Gilang, tentu saja ia sangat kesal dengan sikap Nea yang tak merespons apa yang ia katakan.

Bahkan Gilang sempat berucap bahwa ia menyesal memiliki perasaan khusus untuk Nea sejak satu tahun terakhir ini.

Perjalanan pulang kantor yang macet itu akhirnya terselesaikan dalam waktu satu jam. Selama satu jam, benar-benar tidak ada pembicaraan apapun di antara mereka berdua. Hingga mobil Gilang akhirnya berhenti di depan gedung apertemen yang Nea tempati.

Setelah Nea membuka sabuk pengamannya, Gilang langsung berucap lagi. "Ini mungkin terakhir kalinya aku anterin kamu pulang. Aku gak akan perjuangan kamu lagi Ney." Ucapnya terdengar kecewa namun tetap lembut.

Dan baru kali ini Nea melihat raut wajah Gilang sangat serius dan menatapnya tanpa ragu.

"Maaf, Lang. Aku udah bikin kamu kecewa."

"Gak apa-apa. Lagi pula dua bulan lagi aku resign kerja."

"K-kenapa? Serius?"

Gilang mengangguk. "Bersabarlah dua bulan lagi. Nanti juga gak akan ada lagi yang gangguin kamu kayak gini." Ucapnya.

"Kamu resign, karena sikap aku Lang?"

"Nggak. Bukan kok. Ada urusan pribadi."

Nea langsung bernapas lega. Setidaknya niat Gilang untuk resign dari kerja bukan karena Nea.

"Umm, maafin aku ya Gilang. Oke, aku akan jelasin dikit ke kamu."

Mendengar Nea bicara begitu, Gilang langsung mematikan mesin mobilnya. Keadaan jadi hening.

"Jujur, aku bener-bener belum bisa jatuh cinta dengan mudah ke siapapun. Apa yang udah kamu ketahui dari Dina, semua hal itu benar. Aku tidak pernah berpacaran sejak usiaku masih 18 tahun. Ada alasan juga sehingga aku membangun benteng pertahananku sejauh ini hingga akhirnya menjadi sebuah zona nyaman yang gak bisa aku tinggalkan." Kata Nea.

"Jelaskan saja, aku ingin mendengar semuanya Ney."

Nea menghela napasnya. "Dulu, keluargaku serba kekurangan Lang. Aku anak satu-satunya yang orang tuaku punya. Aku anak tunggal. Dari dulu, aku selalu mengutamakan belajar dan terus berusaha untuk mendapatkan hal yang bisa dibanggakan. Contohnya beasiswa. Sampai aku bisa kuliah dan lulus S1 sebagai sarjana ekonomi. Itu adalah hal yang gak mulus. Di samping itu, bangak juga yang deketin aku. Tapi seperti yang tadi udah aku bilang. Aku udah membangun benteng pertahananku setebal itu. Agar aku fokus berjuang, belajar, dan bekerja. Hingga semula aku yang selalu dibully dan diremehkan, aku bisa berdiri di titik ini dan menikmati hasil manis yang udah aku perjuangin."

Gilang tertegun mendengar hal itu. Kini Nea terbuka padanya. Nea berbicara sangat panjang padanya. Hal seperti ini kan yang Gilang mau?

"Jadi, hal itu yang membatasi dirimu dengan tidak menjalin hubungan dengan laki-laki manapun hingga saat ini?"

Nea mengangguk. "Agar aku fokus dengan karir hidupku. Agar aku tidak lagi diremehkan oleh laki-laki kaya dan berpendidikan tinggi. Aku juga ingin dikejar. Tapi kini satu kelemahanku, aku menjadi tidak bisa menerima siapapun dalam hidupku semudah itu."

"Maksudnya apa Ney?"

"Aku masih bisa gugup di depan laki-laki. Aku juga pernah gugup karena tingkah kamu ke aku. Tapi, aku gak bisa ngerasain jatuh cinta lagi dengan cepat. Perasaanku saat ini flat. Datar, Lang. Aku gak bisa ngerasin hal yang sama seperti yang kamu rasa ke aku. Butuh waktu yang sedikit lama untuk membangkitkan hal itu. Aku nggak sakit kok Lang. Aku juga gak butuh psikiater. Aku cuman lagi mati rasa aja perihal jatuh cinta. Itu bukan hal yang mudah bagi aku."

"Oke, sekarang aku paham. Tapi Ney---"

"Jangan harapin aku, Lang. Ini yang aku takutin. Perasaan aku tuh datar. Aku gak bisa balik tertarik ke kamu. Beberapa pria datang ke dalam hidupku, tapi secepat itu juga mereka pergi. Dan mayoritas, mereka berkata bahwa aku nggak normal. Karena aku emang lagi sulit aja, gak bisa ngerasain jatuh cinta dan perasaan berbunga-bunga dengan mudah. Cuman, baru kali ini ada pria yang terus ngejar tanpa bosan. Pria itu adalah kamu. Dan baru kali ini juga aku jujur ke orang lain.

"Aku jelasin hal ini supaya kamu tahu kamu harus mengambil langkah apa. Dan juga agar kamu gak salah paham." Ujar Nea mengakhiri perkataannya.

Gilang diam. Pria itu mengangguk pelan.

"Makasih udah jelasin semuanya, Ney. Semua penjelasan kamu gak akan bikin aku salah paham lagi. Tapi, aku minta maaf karena gak tahu hal itu. Setelah ini, aku gak akan lagi ganggu kamu. Sebagai gantinya, bisa kan dan teman baik?" Tanya Gilang seraya menyodorkan tangan kanannya untuk mengajak Nea berjabat tangan.

Nea terkekeh pelan. Gadis itu tersenyum dan mengangguk serta menyambut tangan kanan Gilang. Sepakat berteman.

*****

avataravatar
Next chapter