9 CWFJ 09 : Satu Tujuh Satu Satu

Nea sungguh-sungguh terlelap seperti orang yang tertidur begitu saja. Deru napasnya teratur dan dadanya tampak naik turun.

Padahal Nea belum mandi dan baru saja pulang kerja. Ia juga belum makan tentunya. Di dalam hatinya, Nea bahkan sempat mengomel 'Harusnya aku makan dulu ya!' begitu.

Tidak. Tenang saja. Aroma wangi itu tidak beracun. Entahlah, Nea kini seperti sadar kembali namun di tempat yang sangat berbeda.

Nea tampak terbangun di atas sesuatu yang sangat empuk dan lembut.

Gadis itu kemudian terduduk dan mengamati area sekelilingnya. Sebuah ruangan seperti kamar berwarna pink pastel.

Perabotan dalam kamar itu tidak banyak. Hanya ada satu tempat tidur yang Nea pakai, satu lemari pakaian, dan satu meja laci atau nakas yang di atasnya ada lampu tidur.

Satu meter di sebelah kanan tempat tidur itu ada dua jendela kaca yang terbingkai tinggi. Tertutupi oleh tirai lembut berwarna putih bersih.

Nea termenung sejenak. Ia di mana? Bukankah tadi ia sedang membuka isi amplop berwarna pink itu di dalam kamarnya? Lalu mengapa Nea berada di tempat yang berbeda?

Rupanya, gadis itu tidak sadar jika ia sedang berada di alam mimpinya. Ia tidak sadar jika ia tadi tertidur begitu saja setelah menghirup aroma yang sangat harum. Lebih tepatnya, Nea tidak ingat apa yang terjadi setelah ia melihat butiran serbuk gliter keemasan yang menjadi asap lembut tadi.

Kemudian Nea menundukkan kepalanya. Gadis itu langsung syok dan beranjak dari ranjang yang ia tempati.

Ranjang itu bukanlah sebuah kasur yang digunakan manusia pada umumnya. Bukan springbed, bukan dipan, bukan juga kasur spons.

Ranjang itu berbentuk awan. Awan lembut yang biasa Nea lihat di langit. Namun ranjang awan itu juga terasa sejuk dan dingin karena terlihat asap-asap lembut berwarna putih meluncur di setiap tepinya. Ranjang awan itu berbentuk persegi panjang.

Dan tentu saja itu benar-benar awan lembut yang sangat halus dan bergumpal.

Nea mengangakan mulutnya. Ia masih belum bisa berkata apapun. Tangan kanan gadis itu maju menyentuh ranjang itu.

Dan benar. Itu adalah awan. Nea merasa dirinya berhalusinasi sambil mengucek matanya sesekali. Ranjang awan itu ketika disentuh sangat terasa transparant seperti asap lembut. Namun ketika Nea duduk, ia tidak tembus ataupun terjatuh.

"I-ini apa ya? K-kok aneh sih?" Tanya Nea sendiri seraya menelan ludahnya.

Bukannya senang, ia malah takut. Gadis itu berdiri di depan lemari pakaian berwarna putih yang memiliki cermin memanjang.

Nea melihat pantulan dirinya sendiri di cermin itu. Lagi dan lagi, dirinya hanya bisa tertegun.

Mengapa sekarang ia memakai sebuah gaun tidur panjang berwarna putih polos? Siapa yang menggantikannya pakaian? Sebenarnya ia berada di mana sekarang?

Rambut gadis itu pun juga tergerai begitu saja. Rambut lurus Nea yang panjangnya sekitar setengah lengan itu tergerai halus. Rambutnya terasa sangat ringan seperti baru saja perawatan di salon.

Klek!!

Pintu kamar dibuka dari luar oleh seseorang.

Tentu saja Nea langsung takut dan merapatkan punggungnya ke pintu lemari pakaian. Gadis itu berpose jaga jarak aman.

Terpampang dengan jelas seorang gadis muda yang sangat cantik sekali.

Tinggi gadis muda itu mungkim setara dengan bahu Nea. Karena Nea sendiri tingginya 160cm. Rambut gadis itu bergelombang lembut dan terdapat pita merah muda yang cantik di kepala kirinya.

Nea mengira-ngira usia gadis muda itu sepertinya tujuh belas tahun.

"Hai, apa kau sudah bangun? Sejak kapan?" Tanya gadis itu dengan ramah. Ia memakai sebuah dress imut selutut berwarna peach. Ia juga mengenakan sepasang sepatu flat shoes warna senada dengan dress yang ia pakai.

Kulit gadis itu terlihat sangat mulus sekali. Putih bersih seperti tanpa noda. Nea pikir, kulit gadis di hadapannya itu seperti pada iklan produk lulur mandi.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya gadis itu lagi.

Nea tersentak dari lamunannya mengamati penampilan gadis itu. "I-iya." Jawabnya terbata.

"Hihi.. jangan gugup. Aku tidak akan melukaimu. Kau sudah bangun sejak kapan?"

"Se-sejak... m-mungkin beberapa menit yang lalu."

"Hihi.. baiklah. Ayo keluar bersamaku. Ini sepasang sandal berbulu untukmu. Pakailah." Kata gadis itu seraya menyodorkan sepasang sandal berbulu warna putih pada Nea.

Nea menurut. Ia segera memakai sepasang sandal tidur yang berbentuk telinga beruang kutub.

"Ikuti aku." Kata gadis itu dengan tersenyum.

Nea diam saja dan ia keluar dari kamar berwarna pink pastel itu.

Baru saja keluar satu langkah. Nea mengangakan mulutnya sangat lebar. Bahkan mungkin sebuah kapal pesiar bisa saja masuk ke dalam mulutnya itu.

Betapa terkejutnya ia. Begitu keluar dari kamar, Nea awalnya mengira ia akan melihat ruangan lain seperti rumah pada umumnya. Namun ternyata tidak sama sekali. Semuanya serba awan. Bahkan Nea baru sadar jika lantai yang ia pijak itu adalah gumpalan-gumpalan awan.

Rasanya Nea sungguh-sungguh tersesat dan kini merasa setengah gila.

Nea melihat hamparan awan sebagai lantai. Banyak orang berlalu-lalang begitu saja. Dan ternyata, setiap kamar itu berjajaran rapi memanjang. Dan ada jarak satu meter diantara kamar ke kamar.

'Ini bukan kos-kosan kan? Mana warnanya serba pink dan putih. Ini di mana sih? Astagaaa!! Apa aku udah di surga ya????' Tanya Nea dalam hati dengan kepanikannya. Namun ia berusaha tetap santai dan mengikuti ke mana perginya gadis muda itu.

'Pliiiss plis pliiiiss.. aku belum nikah. Aku belum pamit juga ke Mama dan Papa. Jangan mati dulu dong. Gak lucu!' Batinnya lagi.

Kedua langkah kaki gadis muda itu berhenti di sebuah pintu berwarna emas.

Nea langsung tersadar seperti disentil kepalanya, melihat pintu berwarna emas ia sontak mengingat kronologi membuka isi amplop berwarna pink itu. Gadis itu membelalakkan kedua matanya lagi, ia berada di dunia lain dari amplop itu? Mana mungkin???!!

"Masuklah.. kau akan segera didandani sangat cantik di dalam sana." Kata gadis muda itu seteleh membukakan pintu tersebut dan mempersilakan Nea masuk seraya menggerakkan kedua tangannya ke arah ruangan tersebut. Hm, sangat sopan sekali seperti pelayanan hotel bintang lima.

"N-nama kamu siapa? Kenapa aku harus masuk ke dalam sana untuk didandani?"

Dan si gadis muda itu mengernyit heran. Ia seperti terkejut mengapa Nea bertanya seperti itu.

Kemudian gadis itu seperti sedang menekan salah satu manik-manik dari gelang yang ia pakai di tangan kirinya. Manik yang ditekan itu langsung berwarna merah seperti tanda warning.

Nea kaku berdiri. Lalu muncul seorang pria tampan berpakaian setelan jas formal dari bawah lantai. Tembus?

Sepertinya kedua bola mata Nea akan benar-benar keluar dari tempatnya. Bagaimana bisa ada seseorang lain yang muncul begitu saja dari bawah lantai awan? Terlihat seperti sedang menaiki lift saja.

"Ada apa?" Tanya pria itu.

Dan gadis itu mendengus kesal. "Mengapa satu tujuh satu satu ini bisa menanyakan siapa namaku?"

Dan pria itu menoleh pada Nea.

Nea sendiri bertanya-tanya dalam benaknya, 'Satu tujuh satu satu? Aku dipanggil dengan bilangan empat angka? Namaku kan Nea. Oh!! Aku ingat. Di dalam amplop pink itu kan terdapat nomor 1711. Mengapa aku dinomori? Memangnya aku ini tahanan dengan nomor satu tujuh satu satu???' Kesalnya dalam hati.

Kemudian pria itu berbicara setelah mengamati Nea dari atas sampai bawah. "Maaf, satu tujuh satu satu ternyata belum memiliki kode resmi. Ia lolos begitu saja. Aku pun tidak tahu dia lewat mana."

"Kalau begitu laporkan pada Tuan Ezra. Satu tujuh satu satu ini sepertinya harus dieliminasi." Kata gadis itu tegas.

Suasana menjadi sedikit tegang bagi Nea. Setelah ini apa yang akan terjadi?

*****

avataravatar
Next chapter