8 CWFJ 08 : Isi Amplop Misterius

Berada di rumah orang tua selama tiga hari dua malam, Nea lumayan bisa beristirahat dengan tenang.

Ia tidak dilanda rasa lelah yang berkepanjangan, karena jika berada di rumah orang tuanya Nea selalu disuruh banyak istirahat. Rumah orang tuanya itu memiliki satu asisten rumah tangga yang datang setiap hari di jam delapan pagi hingga jam tiga sore.

Yang membayar ART tersebut tentu saja Nea. Dika dan Hana benar-benae sudah pensiun. Dan uang pensiun mereka setiap bulan digunakan untuk merawat ibu Hana yang sudah tua.

Sebagai anak tunggal, Nea tidak mempermasalahkan hal itu. Selama ia masih bisa berjuang dan membuat orang tuanya menikmati hasil kerja kerasanya, maka ia sudah cukup bahagia.

Orang tua Nea tentunya sebenarnya tidak mau seperti ini. Lagi pula, orang tua mana yang mau hidup dengan terus dikasih oleh anaknya perihal ekonomi? Setiap orang tua pasti inginnya memberi, bukan menerima. Namun Dika dan Hana hanya bisa menuruti kemauan Nea. Jadi sekarang keluarga kecil itu selalu harmonis dalam hal apapun.

"Pagi Mbak Nea.." sapa Dandi, sang satpam.

Nea tersenyum saat setelah memberikan beberapa lembar uang tunai pada sopir taksi. "Pagi juga Pak Dandi. Cepat banget ya, udah Senin lagi.. ketemu lagi.."

"Hehehe iya Mbak, benar. Masuk Mbak." Ujar Pak Dandi ramah dan membukakan pintu kantor berbahan kaca itu agar Nea bisa masuk.

Nea mengangguk sopan dan ia masuk.

Ternyata di dalam kantor sudah ada Dina yang tengah merapikan beberapa dokumen customer. Nea tentu saja menyapa Dina ramah.

Di ruang utama juga sudah ada Arumi, sang admin utama di kantor tersebut. Ruangan Arumi memang dikelilingi kaca transparant dan bagian tengah kaca dibikin buram sepanjang enam puluh centi. Nea hanya bisa melihat dua kaki jenjang Arumi yang memakai sepati hak tinggi berwarna hitam itu berjalan mondar-mandir seperti sedang bertelepon.

Nea juga sedikit merapikan mejanya. Seraya menunggu komputernya menyala, Nea ingin mengambil stok kertas HVS dan juga ordner kosong di ruangan perlengkapan.

Di situ memang ada sebuah ruangan 3x4 yang berisi perlengkapan administrasi saja. Seperti klip, stapler dan isinya, gunting, kertas, ordner kosong, dan lainnya.

Ruangan itu terletak di dalam kantor yang berdekatan dengan ruangan BM. Dan ruangan itu tidak memiliki pintu, jadi memang tinggal masuk saja dan terbuka.

Jadi Nea bisa mendengarkan apa saja jika ada suara di sekitar situ.

Dan kini, gadis itu mendengar percakapan antara dua orang laki-laki yang cara bicaranya sedikit memelan. Nea tentu saja diam dan tidak bergerak sejenak. Ia mendengarkan perbincangan dua orang itu.

"Gini Lang, saya itu sungkan sama Pak Ginanjar. Beliau kan minta kamu buat segera berhenti dari sini. Tapi kamu sendiri yang nggak mau. Kalau beliau tanya lagi, saya harus gimana?"

Nea yakin itu suara Pak Rudi, sang BM kantor bank tempat ia kerja ini.

Terdengar decakan kecewa dari mulut orang lain. "Ayolah Pak, jangan naikin surat resign saya. Dua bulan lagi deh Pak. Janji."

Itu suara Gilang. Nea sangat hafal dengan suara Gilang. Sebenarnya Pak Rudi dan Gilang sedang membicarakan hal apa? Mengapa ada sangkut pautnya dengan surat resign?

Nea diam di tempatnya. Ia merapatkan diri pada tembok dekat ambang pintu. Agar jika ada yang lewat, ia tidak terlihat karena terhalang rak tinggi berisi ordner kosong.

"Saya usahakan deh Lang.. pokoknya kalau Pak Ginanjar marah ke saya, kamu yang tanggung jawab ya?"

Gilang mengangguk. "Iya Pak, itu mah soal yang beres. Bapak tenang aja. Pak Rudi gak bakal dipecat dari sini. Kasih saya waktu dua bulan. Setelah dua bulan, saya akan berhenti kerja di sini."

Setelah itu tak terdengar percakapan lagi. Pak Rudi hanya menanggapi perkataan Gilang dengan anggukan kepala.

Kemudian terdengar dua langkah kaki berjalan terpisah. Dan yang melewati ruangan perlengkapan itu adalah Gilang.

Nea tidak terlihat. Ia tetap diam di posisinya sampai Gilang menghilang di belokan lorong yang menuju ke kantor bagian depan tempat para CS dan Teller bekerja.

Mendengar pembahasan tadi, Nea cukup penasaran.

Namun, karena ia juga mendengar tentang kesempatan dua bulan, ia jadi teringat dirinya sendiri. Ia teringat permintaan Hana yang memberinya target mendapatkan pasangan daoam waktu dua bulan hingga tanggal ulang tahunnya.

"Huufft, aku sendiri juga lagi gila sama target hidupku. Ngapain juga aku penasaran sama masalah orang lain. Hmm.." gumamnya pelan dan mulai mengambil beberapa barang yang ia perlukan.

*****

Kegiatan bank di hari Senin lumayan padat tentunya. Banyak customer bank yang menyerbu sejak jam 08:00 tadi. Dan di jam 11:00 malah semakin antri dan bertambah.

Alhasil, sistem istirahat dibuat bergantian.

Dan kini, Nea menghembuskan napas lega saat jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Banyak data yang harus ia bereskan dan juga membuat laporan daily.

Para Teller dan CS jam pulangnya hari ini sama. Jam 5 sore.

Karena Nea membawa tas dan koper mini, ia tak mau diantar pulang oleh Gilang. Alhasil, gadis itu sudah memesna taksi onlina sepuluh menit yang lalu. Dan kini Nea langsung masuk ke dalam taksi tersebut.

Jika besok Gilang bertanya kenapa tidak pulang bersama sesuai janji, maka Nea akan menjawab lupa saja. Jurus utama harus selalu tersedia.

Sampai di apartemennya, Nea menghela napas lega dan langsung menghamburkan diri di atas kasur empuknya yang berukuran king.

Iya, ukuran kasur Nea memang ukuran king. Sangat besar. Gadis itu gaya tidurnya bergerak ke mana-mana. Jadi enak-enak saja jika memakai kasur yang lebar sekalian.

Kemudian kedua mata Nea terbuka lebar. Padahal itu baru saja bernapas lega.

Gadis itu bangkit dan berlari menuju teras balkon. Ia menghampiri gantungan jemuran kecil yang ternyata blezer dan kemejanya masih ada di sana.

Tidak. Nea tidak takut dua hal itu hilang. Lagi pula siapa juga yang mau mencuri blezer dan kemeja biasa itu? Lagi pula juga, siapa yang hendak mencuri dua hal tidak penting itu sampai rela memanjat lantai tujuh?

Yang Nea cari ada amplop kertas pink yang ukurannya kecil itu.

Gadis itu mendapatkannya. Amplop itu terlihat aman dan tidak rusak. Padahal blezernya sangat kusut dan kering. Bagaimana bisa amplop biasa berbahan kertas tidak rusak dan lecet sama sekali?

Tampilan aplop itu sama seperti pertama kali Nea temukan. Seperti masih baru. Apa bahan kertasnya bahan modern dari abad 22 ya? Ah, Nea mulai berkhayal lagi.

Kalau dipikir-pikir, Nea sebenarnya masih bertanya-tanya. Bagaimana bisa Dina tidak melihat amplop pink ini di mejanya? Padahal saat itu Nea menunjuk dengan jelas. Dina juga tidak rabun jauh, mengapa ia tidak bisa melihat amplop tersebut?

Nea menuju kembali ke kamarnya setelah menutup pintu balkon.

Gadis itu duduk bersila di tengah kasurnya sambil memangku sebuah bantal.

Dibukanya amplop kecil berwarna pink itu. Nea mengintip dulu dari celah amplop. Penasaran, ia keluarkan isinya.

Ternyata isinya hanya sekedar kertas berukuran 8x8 centi. Kertas itu berbahan kaku dan agak tebal, berwarna putih. Terdapat tulisan nomor dengan angka 1711. Tulisan angka itu menggunakan tinta berwarna emas dan terdapat butir-butir seperti serbuk gliter yang halus.

Ada motif bingkai bunga-bunga krisan warna pink dan merah. Nea mengernyit memandangi kertas tersebut.

"Kok gini doang? Ini apaan sih? Jangan-jangan punya customerku yang ketinggalan kali yah?" Tanyanya sendiri.

"Gak deh. Orang aku kejatuhan amplop ini pas lagi makan bekal. Kejatuhan loh. Bukan ketinggalan dari seseorang. Jatuhnya dari mana coba? Orang plafon kantor juga baik-baik aja." Omelanya lagi sambil membalik kertas angka tersebut.

Dan saat membalik kertas itu, gliter keemasan bertekstur halus itu tumpah ke telapak tangan kanan Nea.

Nea kaget sedikit. Karena begitu gliter itu terjatuh dan berhamburan di telapak tangan kanannya, tulisan nomor keemasan tadi lenyap.

Kedua mata Nea melotot bukan main. Bagaimana bisa angka 1711 tadi kini hilang dan ada serbuk gliter keemasan yang berada di telapak tangan kanannya?

Kemudian serbuk gliter itu seperti terangkat sendiri dan berubah menjadi asap keemasan yang cantik. Kedua mata Nea kini berbinar. Asap keemasan itu terlihat cantik dan berpendar.

Lalu, lubang hidungnya mulai menghirup aroma yang sangat amat harum.

Aroma parfum mewah yang belum pernah Nea hirup. Aromanya sangat tenang, lembut, meresap, hingga membuat kedua mata Nea terpejam menikmati keharuman itu.

Asap keemasan tadi yang berasal dari serbuk gliter, memang menjadi sebuah aroma yang sangta wangi.

Dan... tahu apa yang terjadi?

Nea terbaring begitu saja setelah menghirup asap beraroma wangi tersebut. Tepat saat aroma wangi itu hilang dan serbuk gliter juga habis tak tersisa, Nea tertidur begitu saja.

Tunggu, dia pingsan atau tertidur ya? Apakah aroma yang ia hirup itu beracun??!!

*****

avataravatar
Next chapter