7 CWFJ 07 : Sesuatu Yang Tertinggal

"Siapa sih mbak? Kok mbak Nea sampai bohong. Dari raut wajahnya aku bisa rasain kalau dia cemburu ke aku." Kata Rasyid.

Nea terkekeh. "Dia temen kantor aku Syid. Dia emang lagi deketin aku gitu, tapi kayaknya udah nggak deh. Tadi dia jalan sama cewek cantik yang lebih muda dari aku. Syukur deh.."

Rasyid mengangguk saja. Ia langsung paham bahwa Nea berbohong demi keselamatannya sendiri.

Lagi pula tidak ada salahnya Nea berbohong. Saat ini Nea memnag sedang menyembunyikan identitas dirinya sebagai pemilik kafe cabang daerah Depok ini.

Kemudian, gadis itu berkutat di ruang manager bersama timnya. Tentu saja ada Lita, Rasyid, dua orang admin, dan dua orang karyawan sebagai kasir.

Nea mengarahkan beberapa hal kecil hingga hal besar. Hingga semuanya paham aturan baru darinya dan juga strategi pemasaran terbaru untuk meraih grafik penjualan yang tinggi.

Padahal trafic pelanggan sangat bagus sekali sejak kafe cabang itu pertama kali buka. Tidak menurun sama sekali, dan malah semakin meningkat setiap harinya. Beberapa karyawan yang berperan sebagai pramusaji dan petugas kebersihan saja selalu kewalahan setiap malam.

Kafe memang ditutup jam 21.00 namun karena banyaknya pelanggan, jadi terbiasa molor satu jam untuk keperluan bersih-bersih.

Nea selalu menekan keras tentang kebersihan. Sebisa mungkin semua karyawannya harus mau menurut. Ia menekankan tentang mencuci alat makan, mengepel, membersihkan semua meja, dan membuang sampah. Semua itu harus dilakukan setiap closing malam. Dengan catatan mau tidak mau.

Tentu saja semua karyawan menurut. Alhasil, mereka terbiasa dengan hal itu. Karena setiap pagi saat mereka baru saja sampai di kafe, tidak ada lagi hal yang masih kotor. Tindakan itu akhirnya sangat efisien dan dilakukan oleh semua karyawan setiap hari.

Nea tidak bersikeras tentang hari libur. Ia mengambil hari Senin untuk tutup toko.

Hari Senin memang kebanyakan dipakai sebagai hari libur bagi usaha yang bergerak di bidang restoran atau kafe. Ada juga yang nonstop tidak pernha libur dan hanya libur di tanggal merah atau hari khusus.

Namun Nea menetapkan hari Senin sebagai hari libur.

Senin adalah hari yang sangar produktif bagi para pekerja. Jadi tidak ada ruginya jika cafe tutup hari Senin.

Awalnya Rasyid menyarankan sebaiknya tutup pada hari Minggu saja, karena kebanyakan karyawan yang masih muda mudi itu ingin memiliki hari libur yang sama. Namun jika libur di hari minggu, kafe akan kehilangan trafic tertingginya. Weekend adalah hari di mana trafic penjualan sangat pesat dan semua meja resiko penuh. Seperti yang terjadi di hari Sabtu ini, padahal masih siang hari.

"Oke, ada yang bertanya lagi? Tanya aja apa saja, mumpung saya masih di sini." Kata Nea.

Ruangan manager yang digunakan untuk meeting singkat itu sejuk. Karena AC masih baru.

Setiap kepala kini menggelengkan kepala mereka. Nea terkekeh saja dan berniat menutup diskusi itu.

"Baiklah, saya rasa sudah cukup. Para admin dan para kasir harus cekatan ya. Dan ikuti apa yang dikatakan oleh Manager kafe ini, yaitu Kak Rasyid. Kalau ada cinlok juga gak dilarang kok..hehehe.." ujar Nea. Gadis itu sebenarnya memang sangat humble. Hanya saja Nea sangat terbuka di circlenya sendiri.

Suasana sedikit canggung. Dua admin dan dua kasir itu memang perempuan semua. Dan mereka melirik malu-malu ke arah Rasyid.

Rasyid memang tampan. Wajahnya itu wajah lelaki tampan khas Indonesia. Ia memakai kacamata silver dan memiliki lesung pipi di sebelah pipi kanannya. Kalau senyum, sangat manis. Bikin para gadis klepek-klepek. Tapi sayang, Rasyid itu tipikal cowok yang sangat sulit jatuh cinta.

Maklum saja, kebanyakan cowok kalem pasti ada juga yang sangat fokus pada karir dan usahanya. Sehingga tidak terlalu mengurus tentang percintaan.

"Hahaha, bercanda. Ya sudah saya hentikan diskusinya. Kalian para admin dan kasir boleh kembali ke tempat kalian masing-masing." Kata Nea tegas namun juga ramah.

Empat karyawan perempuan itu mengangguk sopan.

Dua perempuan sebagai admin itu lulusan D3 Administrasi Perkantoran. Sedangkan dua kasir kafe itu lulusan SMK dan D1.

Karyawan lainnya yang berprofesi sebagai pramusaji dan petugas kebersihan itu juga masih remaja. Usia mereka masih di bawah dua puluh tahun dan diantara mereka masih ada yang kuliah.

Nea sendiri salut melihat kegigihan para karyawannya. Ia bersyukur selalu memiliki karyawan yang ulet dan teliti. Di kafe pertama juga begitu, semua karyawan Nea sangat ulet dan usia mereka masih muda-muda. Sudah empat tahun kafe pertama itu berdiri, namun belum pernah ada pergantian karyawan satu pun. Mereka semua sangat betah bekerja di bawah pimpinan Nea.

"Balik sekarang nih Mbak?" Tanya Lita dengan raut wajah tak rela.

Nea yang masih memeriksa isi tasnya itu mengangguk. "Iya lah Ta.. aku haru nyampe rumah sebelum sore. Kamu tahu sendiri Mamaku kalau ngomel kayak gimana. Udah dimasakkin banyak makanan di rumah. Makanya maaf banget, aku gak bisa makan di sini. But, thanks banget ya Syid, udah bungkusin thai tea nya banyak banget."

"Iya Mbak.. gapapa. Buat keluarga Mbak Nea kan.. Masa iya Mbak habis dari kafe milik sendiri gak bawa apa-apa." Ujar Rasyid terkekeh.

Sedangkan Lita kini tatapannya fokus pada Rasyid. Perempuan yang tubuhnya tak terlalu tinggi itu sedikit manyun. Mengapa harus pulang secepat ini?

Andai saja Nea bisa diajak staycation, pasti Lita akan sangat bergembira sekali bisa menginap di Depok.

Nea dan Lita langsung berpamitan pada Rasyid dan para karyawan lain. Terumata sang chef yang berada di dapur. Chef tunggal di kafe cabang Depok ini usianya sudah tiga puluh tahun dan ia sudah menikah. Jadi tidak ada yang berani mendekatinya meskipun ia sangat tampan.

Perjalanan Nea dan Lita cukup menyenangkan.

Lita memaksa Nea untuk mampir ke toko baju batik sebentar. Dan akhirnya mereka membeli dua baju batik.

Setelah itu, mereka benar-benar melanjutkan perjalanan kembali ke daerah Kemang, Jakarta Selatan. Lita mengantarkan Nea sampai ke tujuan, yaitu tentu saja rumah orang tua Nea yang berada di perumahan residence.

Lita langsung pulang, karena ia ada janji temu bersama sahabat kuliahnya. Jadi tawaran Nea perihal mampir langsung ditolak oleh perempuan itu.

Kemudian Nea masuk ke dalam rumah yang terasa sepi. "Assalamu'alaikum.." salamnya.

"Wa'alaikumsalam.. masuk Ney.." ujar Dika dan langsung menyambar koper kecil putrinya untuk dibawakan ke kamar.

Nea nyengir saja. "Hehe.. makasih Pa.."

"Iyaa.. Papa tahu kok kalau kamu capek."

"Om sama tante ke mana?"

"Mereka pulang ke rumah Aiden. Nengokin cucu.."

"Oh, ke rumah Bang Aiden yang ada di Tangerang?"

Dika mengangguk. Dan Nea duduk di tepi ranjangnya yang empuk.

"Nanti kalau ketemu Mama cuek aja. Jangan didengerin omelannya tentang nikah lagi ya.. istrinya Aiden kan baru lahiran empat hari yang lalu. Ibaratnya, itu cicit pertama dalam keluarga kita. Pasti ntar kamu dibandingin. Jangan kecil hati ya, Nea.."

Nea tersenyum mendengar perkataan Papanya yang selalu berhasil menenangkannya. "Iya.. aku udah biasa kok Pa. Terus Mama ke mana? Nenek sehat?"

"Mama lagi shopping sama tetangga sebelah. Dia lagi cari bahan makanan buat bikin perkedel. Kamu kan suka perkedel sama sayur sup. Kalau nenek ada di kamar. Baru selesai dimandiin Mama tadi, sekarang tidur. Nanti saja ketemunya." Kata Dika.

Nea mengangguk.

Kemudian Dika menyuruh Nea untuk menikmati waktu sendirian sejenak. Ia pergi keluar dari kamar Nea sekaligus menutup pintunya.

Sedangkan Nea langsung merebahkan punggungnya yang terasa sedikit kaku. Ia juga meregangkan otot-ototnya yang terasa tegang.

Gadis itu menatap langit-langit kamarnya yang terisi stiker glow in the dark berbentuk bulan dan bintang. Stiker itu tidak pernah lepas sejak jaman kuliahnya yang menginjak semester 6.

Dulu, Nea bahkan tidak mampu membeli mainan itu. Gaji Dika dan Hana sebagai mandor pabrik dan dosen digunakan untuk melunasi hutang keluarga yang membengkak. Jadi Nea langsung memborong stiker glow in the dark itu ketika ia sudah mampu membelinya.

Dan sekarang semua stiker itu sudah tidak bisa lagi glow in the dark. Mungkin karena sudah usang dan terlalu lama.

"Kok kayak ada barang yang ketinggalan yah.." gumam Nea pelan seraya bangun dan duduk termenung mengingat sesuatu.

Kemudian ia mengobrak-abrik isi tasnya dan isi koper mininya. Bahkan ia juga menelpon Lita apakah ia meninggalkan sesuatu di mobil perempuan itu atau tidak.

Nea bahkan juga menelpon Rasyid, apakah ia meninggalkan sesuatu di kafe cabang Depok atau tidak.

Huft, dan dua orang itu menjawab hal yang sama. Bahwa Nea tidak meninggalkan barang apapun di dua tempat itu. Lalu apa yang tertinggal?

Nea kalau merasa dirinya melupakan sesuatu, pasti akan merasa janggal sampai ia berhasil mengingat sesuatu apa yang tertinggal dan membuatnya resah.

Sepersekian detik, akhirnya Nea ingat.

Amplop pink yang ia masukkan ke dalam saku blezernya. Kedua mata gadis itu melotot kaget.

"ADUH!! Belezernya kan aku masukkin ke mesin cuci. Itu amplopnya amplop bahan kertas pula. Dan blezernya sekarang pasti udah kering. Pasti amplopnya hancur. Duh, bodo amat deh. Aku buka hari Senin aja pulang kerja." Gerutu Nea yang akhirnya pasrah.

*****

avataravatar
Next chapter