12 Hari ketigaku denganya

Setelah berganti baju, aku dan Aditya pamit pergi untuk membeli kue kering kesukaan Bagas pada ibu dan ayah.

Aku dan aditya pergi menaiki sepeda motor miliknya.

"Pegangan.."

"Iya !"

"Bukan apa-apa, tar kalo lu jatoh gue yang disalahin Bagas"

"Iya.. iya bawel. Ngomong-ngomong kita mau kemana?"

"Beli kue kering"

"Ihhhh.. kok beli kue sih. Kan aku mau ngomongin hal penting"

"Iya, di depan toko kue ada tempat duduk. Kita bisa ngobrol disana"

"Ohhh..." Aku lega karna sempat berfikir bahwa Aditya tak menghiraukanku.

Sekita 20 menit perjalanan akhirnya kami sampai.

kami langsung mencari tempat yang enak untuk duduk dan ngobrol.

Toko kue ini tidak seperti kebanyakan toko kue ternama di kota J. Hanya sebuah toko kecil yang memiliki dekorasi klasik dan untuk bagian luarnya dihiasi dengan taman kecil serta beberapa tempat duduk untuk pembeli menikmati kue yang mereka beli sembari menikmati kopi hangat yang juga ada pada menu mereka.

"Mau pesan apa?" Seorang pelayan menghampiri kami.

"Saya kopi hitam 1, kalo nona ini..." mata aditya sembari melirik ke arahku

"Saya jeruk hangat saja mba"

"Oke, satu kopi hitam dan satu jeruk hangat. Ada tambahan lain ? kami sedang ada paket khusus untuk couple loh" Pelayan tersebut menambahkan.

"Hah? couple?" suara Aku dan aditya berbarengan

kami kembali bertatap-tatapan.

"Maaf mba, tapi kita bukan couple yang mba maksut" Aditya menjelaskan.

Pelayan tersebut hanya tersenyum saja sembari memperhatikan kami berdua.

"Oke, ditunggu pesananya ya" Pelayan tersebut berlalu pergi.

"Jadi lu mau ngomongin apa? Aditya langsung membuka omongan

"Dit, aku kembali dit" Tanpa basa-basi aku langsung jadi ke inti pembicaraan.

"Maksutnya?" tanya Aditya penasaran

"Aku dit, aku kembali ke duniaku. Tapi anehnya itu hanya berlangsung sebentar. Disana aku terbaring di kamarku. Mungkin aku sedang sakit parah disana" Kataku sembari meng-ingat ingat.

"Apa, lu sakit?. Ini bahaya"

"Bahaya gimana dit?"

"Mishelnya Bagas yang lagi sakit disana. Yang seharusnya itu jadi takdir lu"

Aku panik mendengar penjelasan Aditya.

"Lalu.. aku harus gimana?"

tiba-tiba suasanya menjadi senyap, aku dan aditya sama-sama hanya berdiam tak tau harus bagaimana.

Sementara aku memikirkan jika benar Mishel-nya Bagas menggantikan takdirku maka aku sangat merasa bersalah pada Bagas. Bersalah karna mencuri kehidupan gadisnya.

"Permisi, ini pesananya" Suara pelayan membuyarkan lamunan kami.

"Oh iya, terima kasih" Kataku pada pelayan itu.

"Sementara pembicaraan ini kita akhiri dulu. Nanti gue pikirin gimana caranya lu bisa balik kesana. Sekarang mending kita pulang. Bagas udah sampe dirumah lu"

Aku hanya mengangguk saja.

"Aku beli kue kering dulu buat Bagas baru kita pulang"

"Iya, gue tunggu di parkiran motor ya"

"Iya.."

Aku bergegas membeli kue kering namun ketika sudah sampai didepan pintu masuk toko aku berhenti.

Betapa bodohnya aku, aku mana tau kesukaanya apa.

Saat aku berbalik karna ingin bertanya kepada Aditya, aku terkejut. Aditya berdiri tepat di belakangku, mata kami bertatap-tatapan bahkan sangat dekat, posisiku hampir jatuh tepat didepannya.

"Duh.. bikin kaget aja" Aku memegang dadaku yang hampir meledak karnanya.

"Gue mau bilang, kue kering yang Bagas suka itu apa aja. Yang penting kue kering dia suka"

"Ohhh.. iya, makasih"

Aditya langsung berbalik dan kembali pergi ke parkiran motor. Aku memandanginya dari belakang sebelum akhirnya masuk ke toko.

Setelah kira-kira 10 menit didalam toko, aku bergegas menghampiri Aditya yang terlihat sedang duduk di atas motornya.

"Udah?" Aditya memastikan aku sudah membeli kue itu.

"Sudah.." Jawabku singkat.

Kami langsung bergegas pulang.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam tanpa berbicara apapun. Aku memikirkan pembicaraan kami tadi, entah adit memikirkan apa. Mungkin sama.

Akhirnya kamipun sampai, terlihat mobil Bagas sudah terparkir di halaman.

"Apapun yang gue omongin hari ini, jangan cerita-cerita ke Bagas ya" kataku sembari turun dari motornya.

Dia hanya mengangguk saja.

Aku melihat Bagas berdiri didepan pintu memandang ke arah kami sembari tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum gitu" Kataku saat sudah sampai tepat didepanya.

"Engga, kamu beli apa?"

"Beli ini.." Sembari menunjukan kue kering di tanganku

"Kamu inget aja aku suka apa?" Bagas terlihat senang.

Ah, lagi-lagi aku merasa bersalah karna sebenarnya yang memberi tauku juga Aditya apa kesukaanya. Tapi aku tak mampu berbica apapun selain tersenyum padanya.

"Thank you ya, lu udah jagain cewe gue" Kata Bagas

"Hemm.. sama-sama" Jawab Adit singkat.

"Yuk, masuk dulu" Aku mengajak Bagas serta Aditya masuk.

"Oh, makasih sebelumnya. Tapi gue mau langsung balik aja. Ada kerjaan di rumah" Aditya menolak.

Dia menolak masuk? tapi kenapa? apa dia masih memikirkan tentang pembicaraanku?. Ah.. sungguh aku tak enak hati.

"Kerjaan app.. " Aku hendak menanyakan namun tangan Bagas menggenggam tanganku seolah memintaku membiarkan Aditya pulang. Hal itu membuatku tak jadi menanyakanya.

"Lu mau ngomong apa Shel?" Aditya menjadi penasaran

"Ah engga, maksutnya. Hati-hati dijalan" Aku mencari alasan.

Dia hanya tersenyum saja dan bergegas pergi.

Kami hanya memandanginya berlalu. Beberapa kali Bagas melambaikan tangan kepada Aditya.

"Yuk masuk" Suara Bagas mengajakku.

Kami masuk dan menutup pintu. Tanganku masih digenggamnya, entah kenapa aku memperbolehkanya. Mungkin rasa bersalahku membuatku membiarkan apapun yang ingin dia lakukan denganku.

"Tanganmu dingin, kamu sakit Shel?"

"Oh.. engga. Bentar ya aku buatin kamu minum dulu. Udah lama nyampenya?"

"Oh gak usah shel, tadi ibu sudah buatkan. Sudah ku habisnya juga sembari nunggu kamu pulang"

"Hemmm.. yasudah, sebentar ya aku ganti bajuku dulu"

"Iya.."

Bagas duduk di ruang TV sembari menonton.

Ayah dan Ibuku sepertinya sudah tertidur karna sudah malam. Cuaca dingin di kota ini membuat orang mudah mengantuk.

avataravatar
Next chapter