11 Hari ketigaku denganya

Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamarku dan membuatku terbangun. Tak tau berapa lama aku tertidur karna kini jam di kamarku menunjukan pukul 8 malam. Mataku masih bengkak karna tadi siang aku sempat menangis merindukan Yandra, masih sedikit basah di bantalku.

"Siapa?"

ketukan itu semakin kencang namun tak ada suara yang menjawab pertanyaanku.

"Ibu?"

tetap tak ada sautan suara dari balik pintu.

"Ah, keisengan apa ini. Ayah.. ibu.. tolong jangan iseng begini deh" Aku mengeluh sembari turun dari tempat tidurku hendak membukakan pintu.

Pelan-pelan ku buka pintu kamarku, dan gelap.

Sangat tumben rumah orang tuaku gelap gulita begini padahal ini tidak sedang mati lampu karna lampu di kamarku menyala terang.

"Ibu..., ayah..." Aku memanggil mereka dengan tetap berdiri didepan pintu kamarku. Namun tetap tak ada sautan Ayah maupun Ibu.

Aku mulai khawatir dan terus memanggil mereka.

"Ayah.. !!! Ibu.. !!! kalian dimana?. ayah?" Suaraku panik dan sangat takut.

Aku memeriksa setiap ruangan dirumah ini sembari memanggil ayah dan ibu.

Tiba-tiba sinar putih dari pintu ruang tamu muncul tiba-tiba membuatku takut namun juga penasaran.

Aku mendekati sibar pelan-pelan, membuat mataku silau karnanya. Aku berusaha mendekati dan terus mendekati sampai aku dekat dengan sinar itu. Setelah dekat, aku mencoba memegang sinar itu menggunakan tanganku namun keanehan berikutnya terjadi, Sinar itu menghilang entah kenapa.

Seketika mataku susah melihat keadaan sekitarku.

"Mataku.. mataku kenapa?" Aku panik dan menangis.

Ternyata itu hanya sebentar saja. Mungkin karna cahaya tadi terlalu terang. Kini aku bisa melihat keadaan sekitarku.

"Aku... aku dimana?" Aku terheran-heran.

Ini bukan di rumah ayah dan ibuku. Ini dirumahku, rumahku di kota J.

Dengan posisiku yang tertidur di tempat tidurku. Ku lihat disampingku Aditya sedang memegang tangaku dan tertidur juga. Jam Digitalku yang tergantung di dinding menunjukan pukul 01.00 dini hari.

"Aku dimana?" aku berusaha duduk dengan tubuh yang sedikit berat entah kenapa.

"Shel? kamu udah bangun Shel. Ya tuhan.." Aditya memelukku.

Spontan aku mendorongnya karna terkejut dengan reaksinya.

"Aditya?, kamu Aditya kan?" Aku terheran karna aditya tak pernah sedekat ini denganku.

"Aditya?, Shel.. aku Yandra Shel"

"Ya.. yandra ?" Aku benar-benar berharap aku tak salah mendengar.

Tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja, aku kembali.. iya.. kini aku kembali.

Aku memegang wajah Yandra, memastikan bahwa itu wajah Yandraku.

"Yandra.. kamu yandraku kan?" Aku memastikan dengan suara terbata-bata.

"Iya sayang, ini aku. Tolong jangan sakit lagi" Suaranya seperti menahan air mata yang akan keluar dari matanya.

Meski begitu air mata itu tetap keluar.

Aku memeluknya dengan erat dan menangis sejadi-jadinya.

"Aku sangat rindu padamu" Kataku sembari menciumi bibirnya.

Yandra hanya mengangguk yang menandakan ia juga sangat merindukanku.

Terdengar suara pintu diketuk.

"Itu pasti ayah dan ibumu. Sebentar ya.. aku bukakan pintu dulu" Suara yandra terdengar begitu senang.

Aku hanya tersenyum sembari mengangguk.

Suara langkah yandra jelas terdengar, aku tak sabar ingin melihat Ayah dan Ibuku dan menceritakan semuanya pada mereka.

Saat Yandra sudah sampai didepan pintu dan hendak membukanya. Perlahan dibuka pintu itu memunculkan cahaya yang sangat silau. Aku bahkan sampai susah untuk melihat, ketika pintu itu terbuka penuh cahaya putih terang itu seakan mengisi seisi ruangan.

"Yandra.. Yandra !!!! aku gak bisa melihat apapun" Aku panik karna aku tak melihat Yandra lagi. Semua ruangan hanya terlihat putih saja.

"Nak.. nak.. bangun. Mishel.. bangun sayang" Suara ibu mencoba membangunkan aku.

"Yandra !!!!" Aku terbangun sembari memanggil namanya.

Ku lihat ruangan ini adalah rumah kedua orang tuaku.

"Aku.. aku kembali kesini lagi?. Yandra.. bu Yandra bu" Aku menangis sejadi-jadinya.

Bagaimana semua itu hanya mimpi ?, bagamana bisa itu semua hanya mimpi belaka. Aku kembali kehilangan Yandraku, kehilangan kehidupanku yang semula.

"Mishel.. sayang. Kamu kenapa?. Minum dulu" Ibu memberikanku segelas air putih agar aku sedikit tenang.

"Aku kembali bu, aku kembali. Tapi entah kenapa aku malah berada disini lagi"

"Kamu bicara apa nak, ibu gak paham"

"Ibu.. tolong percaya aku. Apapun yang aku bilang semuanya benar bu. Tolong... bu, tolong aku" Aku menangis sembari memeluk ibu.

Ibu hanya terdiam dan membiarkan ku menangis dipelukanya. Tanganya hanya mengusap-usap punggungku.

"Nak.. kamu tenangin diri dulu ya. Biar ibu bilang sama Aditya kamu gak bisa nemuin dia dulu"

"Aditya?"

"Iya.. aditya kesini, dia nunggu kamu bangun tidur. Ibu mau bangunin kamu tadinya tapi katanya nunggu kamu bangun aja. Gak lama dia dateng eh ibu denger kamu triak-triak nak, ibu langsung ke kamarmu dan menemukan kamu histeris seperti ini" Ibu menjelaskan sembari mengusap rambutku.

"Aku gakpapa bu, sebentar lagi aku keluar" Aku ingin menceritakanya pada Aditya, karna dia satu-satunya yang percaya denganku.

"Yasudah, ibu ambilkan minum Nak adit dulu. Kamu temui dia. Dia di ruang tamu tu"

Aku hanya mengangguk.

setelah ibu keluar kamarku. Aku bergegas menyeka air mataku dan keluar kamarku.

Aku berjalan cepat menuju ruang tamu

"Dit, Adit aku mau cerita sesuatu" Suaraku gugup.

"Hei.. Hei.. sabar. Pelan-Pelan. Tarik napas..."

Aku mengikuti perkataanya.

"Buang... tarik lagi.."

Aku masih mengikuti perkataanya.

"Buang.. tar.."

"Udah !. Serius aku mau bilang hal penting sama kamu" Aku memotong perkataanya.

"Hehehehe, iya iya. Apa?. Oh ya kenapa tadi lu triak-triak dikamar. Lu ngelindur ?"

"Bukan.."

"Trus..?"

"Ya makanya aku mau cerita hal itu ke kamu. Tapi gak disini"

"Trus dimana?"

"Ya dimana kek, yang penting jangan di rumah. Ibu bisa denger"

"Wah.. wah.. kayanya serius banget ni. Gak nunggu Bagas pulang kesini dulu? bentar lagi dia sampe kok, lagian ini udah jam 9 malem mau pergi kemana coba"

"Ini gak ada hubungan sama Bagas. Aku butuh kamu sekarang bukan Bagas"

"A.. aaa..ak aku?"

"Jangan banyak tanya deh. Bentar ya, aku ganti baju abis itu kita pergi. Bilang aja sama ibu kita mau beli sesuatu buat Bagas atau apalah"

"Iya.. iya.."

Adit hanya mengiyakan aku meski dengan sedikit ragu.

avataravatar
Next chapter