10 Hari ketigaku denganya

Sebenarnya aku masih canggung jika harus berdua saja di teras dengan Aditya karna aku masih menganggapnya Yandra, bagaimana tidak.. wajah itu.. senyum itu.. semua milik Yandra. Milik Yandraku.

"Semalam Ibu Lu cerita banyak sama gue"

"trus?" aku menatapnya.

"Gue gak tau sih gimana jadinya kalau gue ada diposisi lu"

"trus?" Aku penasaran dengan tanggapanya

"Trus trus mulu udah kaya tukang parkir lu!"

"Iya trus kenapa" Jawabku sembari terkekeh karna kelucuan perkataanya.

"Sebenernya gue pecaya semua tentang lu, gue pernah baca artikel tentang orang yang tiba-tiba bangun dengan keadaan aneh. Kaya linglung gitu. Jadi dia lupa beberapa hal mirip kaya apa yang terjadi sama lu"

"Iya, aku juga udah baca-baca tentang itu. Tapi mau gimana lagi. Gak ada yang percaya sama aku. Bahkan Ayah sama Ibu aja begitu, kamu liat sendiri kan" Aku putus asa menjelaskan pada mereka.

"Gue... gue pengen tau, di dunia lu itu gue kaya gimana sih?"

mendengar pertanyaan Aditya aku merasa dipercaya olehnya, dan itu membuatku sedikit senang.

"Kamu?... hemm kamu itu sama seperti kamu"

"Ambigu banget sih jawaban lu!"

"Hahahaha, maksutnya dari fisik semua sama. Hanya saja, kepribadian serta caramu bertutur kata itu beda"

"Bedanya?"

"Hemm.. aku ceritakan sedikit tentangmu di duniaku"

"Boleh, dengan senang hati" Aditya antusias mendengarkan

"Namamu di duniaku itu Yandra. Pria yang sangat aku cintai begitupun kamu yang sangat mencintaiku. Kisah kita memang gak selalu bahagia namun semuanya berarti. Kamu adalah seseorang yang konsisten. Bahkan waktu kita PDKT, aku meminta nomormu berkali-kali meskipun kamu tolak sampai aku berfikir bahwa mungkin kamu memang tidak suka denganku. Tapi pada akhirnya kamu memberikan nomormu. Sungguh, itu manis sekali. Kau tau.. Bagas pernah menceritakan ini padaku, tapi anenhnya di dunia ini dia yang meminta nomorku dan aku yang terus-terusan menolaknya. Aneh bukan?" Aku bercerita sembari tersenyum.

"Trus?"

"Kamu itu gak pernah berkata kasar, meskipun kita tinggal di kota J, kota dengan pergaulan yang bebas dan tutur katanya-pun bebas. Dia yang ngajarin aku untuk menyebut "Lu" menjadi "Kamu" atau "Gue" menjadi "Saya atau aku". Kalimat itu lebih enak di dengar katanya. Itu membuatku jadi terbiasa menggunakan kata itu meskipun aku lama tinggal di kota "J". Kau itu tampan jadi di kantor banyak yang suka padamu. Termasuk salah satu rekan kerjaku. Itu yang membuatmu berulang kali menolak memberikan nomor telepon padaku. Katanya untuk mencegah cibiran orang padahal yang sebenarnya kau sudah jatuh hati padaku".

"Menarik..." Gumamnya

"Apanya yang menarik?"

"Ceritamu, eh elu"

"Gapapa, coba deh bilang aku, kamu"

"Iya.." respon Aditya sembari menggaruk kepalanya.

"Menariknya kenapa?"

"Aku ngrasa aku punya kehidupan lebih baik di duniamu. Gak seperti disini"

"Hemm?" Aku bingung dengan jawabnya.

"Ya gitudeh. Lain kali ceritain aku tentang kita yang ada di duniamu ya. Eh tapi.." Aditya seperti memikirkan sesuatu.

"Tapi kenapa?"

"Ah, engga. Gak jadi"

Tiba-tiba ponselku berdering. Tentu saja itu dari Bagas.

"Hallo..?"

"Iya Gas.."

"Lagi ngapain?"

"Lagi ngobrol sama utusanmu"

"Utusanku?"

"Iya, Aditya.."

"Oohh... nurut juga dia. Ku kira dia gak kesana karna awalnya nolak. Syukur deh kamu jadi ada temen ngobrol"

"Iya.. ada urusan apa di sana?"

"Aku?, hemm.. ngurusin kerjaan. Penting soalnya gak bisa digantiin orang lain"

"Ohh..."

"Oh ya Shel, aku tadi dapet surat pemberitahuan dari kantor buat kamu. Isinya sih kurang lebih kamu diberhentikan sementara waktu sampai kondisimu membaik. Kamu gakpapa kan?"

"Iya gakpapa Gas"

"Sorry ya, suratnya ku baca duluan"

"Iya gakpapa Bagas.."

"Oke, selesai ngurusin kerjaan ini aku langsung kesana ya. yaudah aku tutup"

Telepon terputus. Aku menatap Aditya yang memandangiku.

"Ngapain liat-liat?"

Pertanyaanku membuatnya salah tingkah.

"Engga, siapa? GR aja kamu" katanya gugup.

"Aku pergi dulu ya, ada urusan. Nanti sore aku kesini lagi"

Aku tak menjawab hanya tersenyum saja..

Aditya pamit pada ibu dan segera pergi.

"Nak, masuk yuk. Kita makan siang" Suara halus ajakan ibu.

Aku hanya mengangguk saja.

Setelah makan siang dan membantu ibu merapihkan meja serta mencuci piring kotor aku pergi ke kamarku untuk merebahkan tubuhku. Entah mengapa aku merasa lemas.

Aku sudah menghabiskan beberapa hari disini, namun tetap saja rasa rinduku tak hilang untuk Yandra. Bahkan bertambah. Apalagi dengan bercerita kepada Aditya tentang Yandra, itu rasanya membawaku kembali kesana.

Bisakah aku kembali?, bisakah?. Hanya itu yang slalu ku fikirkan.

Aku juga kasian pada Bagas yang pasti juga merindukan gadisnya yang kini menghilang karna kehadiranku.

Aku masih ingat jelas malam terakhir aku bertemu dengan Yandra.

Malam itu kami berencana pergi ke Bioskop untuk menonton film namun apesnya ban mobilnya kempes di tengah jalan yang membuat kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Segera Yandra menghubungi salah satu temanya.

Sambil menunggu teman Yandra yang akan membantu kami, kami berbincang-bincang.

"Maaf ya.."

"Iya.." Aku menjawab sembari tersenyum

"Shel, hemm.. kamu gak bosen kan sama hubungan kita?"

"Kok tanya-nya gitu?, engga lah. Gak mungkin. Justru aku selalu bersyukur bisa dicintai orang seperti kamu. Kamu kali.."

"Engga.. gak akan pernah. Aku gak kebayang kalo kamu gak ada dihidup aku. Aku gak tau gimana caranya memulai semuanya dari awal lagi"

Mendengar itu aku hanya berkaca-kaca dan segera memeluknya.

"Gak akan, gak akan pernah.. aku janji" Kataku sembari tetap memeluk.

Dia melepaskan pelukanku dan mencium keningku.

Meskipun kita gak jadi nonton, tapi malam itu sangat indah untukku. Melihat orang yang sangat mencintaiku disampingku itu sudah membahagiakan. Hubunganku yang sudah berlangsung selama 2 taun membuatku berharap akan terus seperti ini seterusnya. Namun mimpi itu lenyap ketika aku menemukan diriku berada entah dimana.

Aku menangis kembali ketika menggingat kehidupan lamaku.

avataravatar
Next chapter