16 Terima Kasih Untuk Segalanya

--- jangan biarkan kepergian seseorang, membuat diri kita jadi lemah. Tapi, jadikanlalah sebagai alasan untuk mengubah diri kita menjadi manusia yang lebih tegar.---

***

Nomor yang anda tuju tidak menjawab cobalah beberapa saat lagi...

"Lia kemana sih?!" Geram Sia yang tak henti-hentinya menelepon Lia.

"Kamu, kenapa kok keliatannya kesel banget?" Tanya Anggi sambil menaikkan satu alisnya.

"Ini si, Lia. Dari tadi aku telfon ngga diangkat-angkat. Kemana sih tuh anak?!"

"Tenang aja, palingan dia lagi jagain Farhan di RS. Kamu ngga usah khawatir. Kamu ngga inget tujuan kita jalan-jalan hari ini buat apa?"

"Iya, aku minta maaf. Tapi, kenapa perasaanku ngga enak gini ya Nggi? Aku takut kalo tiba-tiba ada---" ucapan Sia langsung dipotong oleh Anggi yang diikuti dengan senyuman di bibirnya.

"Ssstttt, jangan ngomongin hal yang belum pasti." Anggi menghela nafasnya pelan sebelum melanjutkan kata-katanya "Makan yuk..." Ajak Anggi yang mencoba mencairkan suasana dan diikuti dengan anggukan dari Sia.

Hari ini Anggi dan Sia pergi jalan-jalan di mall untuk menghabiskan waktu seharian. Mereka berhenti disalah satu restoran yang menghidangkan makanan khas Jepang. Tempatnya begitu nyaman, apalagi desain yang di rancang oleh pemiliknya sangat patut diacungi jempol. Arsitektur yang begitu unik dan indah sangat memanjakan mata. Apalagi untuk Anggi yang seorang wibu. Disana Sia tak henti-hentinya mencoba menelfon Lia. Tapi setelah mencoba berkali-kali hasilnya tetap sama, NIHIL! Lia sama sekali tak mengangkat telfon darinya dan itu membuat sia semakin khawatir.

"Belum diangkat?" Tanya Anggi yang dilanjutkan dengan gelengan dari Sia.

"Anggi...aku khawatir kalo Lia---."

"Udah jangan mikir yang nggak-nggak... Kamu udah coba telfon Farhan belum?"

"Oiya, aku lupa...bentar aku telfon si Farhan dulu."

Sia kemudian mencari kontak Farhan dan mencoba untuk menelfonnya. Tak lama kemudian telfonnya diangkat. Namun, bukannya oleh Farhan sendiri tetapi telefon itu diangkat oleh seseorang yang suaranya sudah tak asing lagi ditelinga Sia.

"Kenapa hp Farhan ada sama Lo?"

"Lo ada waktu?"

"Gue lagi jalan sama Anggi, emangnya ada apa Niel?"

"Anggi? Coba gue mau ngomong sama dia bentar."

"Oke bentar..." Sia pun menghampiri Anggi dan menyodorkan ponselnya. Dengan kerutan yang tampak dikening Anggi, ia pun menerimanya.

"Kenapa? Tumben Farhan mau minjemin hp ke orang."

"Bisa lo ke rumah sakit sekarang? Sekalian ajak Sia?"

"Sebenernya ada apa sih?!"

"...."

"Woiii!! Niel, lo ngga budeg kan?"

"Lia meninggal." Jawab Daniel lemas.

Mata Anggi membulat, ia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Pandangannya kini beralih ke arah Sia yang sedang menunggu pembicaraan mereka selesai. Anggi berfikir, bagaimana jika Sia tahu bahwa sahabat terbaiknya itu meninggal?

"Gue kesana sekarang." Jawab Anggi cepat.

Anggi mematikan ponselnya dan memberikannya kembali pada Sia. Dengan tergesa-gesa ia merapikan barangnya yang ada dimeja dan memasukkannya ke saku celana. Sia yang melihat tingkah pacarnya itu hanya diam, ia merasa bahwa semuanya sedang tidak baik-baik saja.

"Ayo." Ajak Anggi.

"Kemana?"

"Rumah sakit."

"Emangnya ada apa sih, Nggi?"

"Lia--- Lia meninggal, Si."

Bagai disambar petir disiang bolong. Tubuh Sia lemas seketika, namun dengan cepat Anggi menangkap tubuhnya.

"Lia?! Meninggal? Kamu bohong kan? Anggi jawab!!!"

Anggi hanya diam.

"Kita ke rumah sakit sekarang..."

***

Farhan masih ada ditempat yang sama dengan kepala tertunduk. Farhan menyalahkan dirinya atas kejadian ini. Sedangkan Daniel yang baru selesai mematikan telfon dari Sia, langsung menghampiri Farhan dan mengusap pundaknya pelan.

"Takdir ngga ada yang tahu, Han. Gue tahu gimana perasaan lo kaya gimana sekarang, tapi ngga seharusnya lo bersikap kaya gini. Semuanya itu ngga disengaja, siapa yang tahu kalau Lia akan---"

"Terus gue harus gimana, Niel?! Gue yang udah lalai, gue yang ngga bisa jagain Lia, dan gue juga yang buat Lia ngalamin ini semua!!! Dan sekarang gue ngga bakal bisa ketemu dia..." Jeda Farhan "untuk selamanya..."

"Lo harus tegar! Lo harus bisa Nerima ini semua. Mau bagaimanapun semuanya udah ngga bisa diubah, Han. Sampai kapan Lo mau nyalahin diri lo sendiri? Hal itu ngga bakal bisa buat semuanya berubah!"

"Selamanya! Gue ngga bakal bisa maafin diri gue sendiri. Gue benci! Benci dengan gue yang saat ini, yang ngga bisa apa-apa. Lo tahu? Kedua tangan gue sekarang masih ngerasain gimana rasanya saat gue bawa Lia ke rumah sakit. Disetiap langkah gue berharap dan berdo'a supaya semuanya baik-baik aja...tapi, kenapa gue harus mendengar semua hal ini!"

"Semua sudah rencana Tuhan, Farhan. Lo ngga bisa menyalahkannya."

"Gue belum sempet bahagiain dia, gue..."

Farhan sudah kehabisan kata-katanya dan kembali menenggelamkan kepalanya dengan tetesan air mata yang terus membasahi pipinya.

Daniel menghela nafasnya berat, ia sudah tak bisa berbuat apapun untuk membuat sahabatnya itu baikan. Hati Farhan kini lebih keras dari sebelumnya. Keduanya sama-sama diam dan beberapa lama kemudian Anggi datang bersama Sia dengan langkah yang tergesa-gesa.

Sia yang mendapati Daniel dan Farhan yang sedang duduk langsung berlari menghampiri keduanya dan menanyakan semua hal yang ada dipikirannya. Tangis Sia pecah saat itu. Dia tidak pernah menyangka dengan kondisi sahabatnya sekarang.

"Daniel, semua ini bohong kan? Bilang ke gue kalo kalian lagi nge-prank gue!!! CEPET BILANG!!!'

Daniel masih diam begitupula dengan Farhan, pria itu bahkan tak melihat kearah Sia.

"JAWAB!!! Kenapa diem?!"

Anggi yang ada dibelakang Sia sangat kaget saat mendengar bentakan pacarnya itu. Tapi, dia bisa memaklumi hal itu. Semua orang pasti akan sedih jika mendengar bahwa orang yang kita sayangi pergi, apalagi untuk selamanya. Anggi menghampiri Sia dan memeluknya dengan erat sambil mengelus rambut Sia yang tergerai saat itu. Anggi juga merasa sedih ketika melihat Farhan yang sekarang. Farhan terlihat kacau dan dia mengerti mengapa demikian.

Waktu telah memisahkan mereka dan kini hanya tersisa sebuah kenangan yang tak akan mungkin bisa mereka ulangi setelah ini.

"Anggi....Lia...." Isak Sia dalam pelukan Anggi.

"Kamu harus kuat, aku yakin kamu bisa Nerima semua ini..." Jawab Anggi yang mencoba menenangkan pacarnya.

Anggi tak peduli jika jaketnya basah saat ini. Ia hanya ingin jika Sia bisa merasa tenang dan menerima semuanya.

***

Pemakan dilaksanakan tanpa adanya halangan apapun. Banyak orang yang menghadiri acara pemakaman Lia dengan mengenakan baju berwarna hitam yang sudah sangat khas. Sia yang masih tak henti-hentinya menangis memeluk foto almarhumah sahabatnya dengan didampingi Anggi yang merangkul bahunya. Setidaknya itu membuat Sia merasa lebih tenang. Sedangkan Farhan, tatapannya kosong. Farhan berdiri disamping ayah dan ibunya.

Mata ayah Lia terlihat sangat sembab, tatapannya begiu sayu. Pasti sangat sulit baginya untuk melepaskan putri semata wayangnya itu. Terlebih akhir-akhir ini beliau sedang memperbaiki hubungan dengan Lia. Namun, semuanya hancur seketika. Kini beliau benar-benar sendiri, tak ada lagi pelukan kasih sayang. Setelah pemakaman selesai, semua orang pun satu persatu pamit untuk kembali pulang ke rumah. Orang tua Farhan pulang terlebih dahulu, karena mereka yakin bahwa Farhan masih ingin menghabiskan waktunya disini.

"Gue yakin lo bisa nerima ini semua." Ucap Daniel pelan pada Farhan.

Farhan hanya diam. Perlahan ia menghampiri ayah Lia yang masih memandangi makan putrinya dengan mata yang sayup.

"Maaf..."

Ayah Lia langsung memandang sang pemilik suara.

"Om, sudah percaya sama kamu...tapi kenapa? Kenapa kamu buat om kecewa?" Jawab ayah Lia dengan suara yang serak.

Daniel, Anggi, dan Sia hanya diam, mereka memilih untuk memperhatikan mereka. Berjaga-jaga jika akan terjadi sesuatu.

"Maaf, saya sudah mengecewakan om..."

"Apa dengan kata maaf, putriku bisa kembali? Tidak semudah itu..."

Ayah Lia pergi setelah mengucapkan kalimat yang membuat Farhan membisu. Sekarang Farhan hanya bisa pasrah dengan semua ini. Dia sadar bahwa semuanya sudah tak bisa lagi dirubahnya.

"Farhan..." Panggil Sia dengan suara serak.

Farhan mengalihkan pandangannya ke Sia.

"Beberapa hari yang lalu, sebelum Lia meninggal dia pernah nitipin buku ini ke gue...dan---setelah gue coba baca, gue ngerasa kalo Lo juga berhak tahu..." Jeda Sia yang mengusap bekas air matanya. " Tentang semua isi hati Lia selama ini..."

Setelah memberikan buku itu, Sia dan yang lainnya pergi meninggalkan Farhan sendirian di samping makam Lia. Setelah suasana sudah benar-benar sepi, Farhan pun pamit pada Lia untuk pulang.

"Aku pamit, terimakasih untuk semuanya. Aku mau bilang kalau aku sayang sama kamu...aku, ngga akan lupa dengan semua kenangan yang pernah kita habiskan bersama...makasih buat segalanya, i love you."

avataravatar
Next chapter