15 Lost

-Jangan menangis...kamu tahu kan kalau aku tidak akan mungkin bisa kembali lagi untuk menghapus air matamu itu?-

***

Saat ini pikiran Farhan kacau balau. Lia terkena tembakan pada pinggangnya. Dengan segera Farhan membawa Lia ke rumah sakit.

Sekarang pikirannya telah dikuasai dengan ketakutan yang sangat besar. Dia tak ingin kehilangan orang yang disayanginya. Farhan membopong Lia dengan meninggalkan tetesan darah di koridor rumah sakit. Farhan meletakkan Lia diatas ranjang rumah sakit dan dokter pun segera mengambil alih. Diruang UGD dokter langsung mengambil tindakan operasi untuk mengambil peluru yang ada ditubuh Lia.

Wajah Farhan kini terlihat pucat, kemeja putih yang semula dipakainya kini terdapat bekas darah yang sangat banyak. Farhan tak henti-hentinya memandangi kedua tangannya yang penuh dengan darah ketika ia membopong Lia.

"BODOH! LO BODOH! NGAPAIN SIH LO BAWA LIA KELUAR!" Teriak Farhan sambil meninju tembok yang ada didepannya.

Daniel yang baru saja membeli makanan tak sengaja melihat Farhan yang tak henti-hentinya meninju tembok rumah sakit. Dengan cepat Daniel menghampiri Farhan dan menghentikan tingkah temannya itu.

"Lu napa sih?! Tembok aja lu ajak ribut!" Tanya Daniel panik.

"Gue bodoh, Niel! Gue bodoh!"

"Iya, lu emang bodoh! Baru sadar lo?! Sekarang coba tenangin diri lo sambil duduk." Ucap Daniel sambil membantu Farhan duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Kepala Daniel sekarang telah dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan. Tentang bagaimana kemeja Farhan yang bisa berlumuran darah dan Lia yang sekarang entah ada dimana. Mengapa Farhan ada di depan ruang UGD?

"Sekarang Lo cerita sama gue, kenapa Lo bisa ada disini? Lia kemana?" Tanya Daniel sambil mengerutkan dahinya.

"Lia... gara-gara gue Lia kena tembakan."

Mata Daniel seakan ingin keluar dari tepatnya. Perkataan Farhan membuatnya sangat terkejut dan tak percaya. Sekarang pertanyaan dikepalanya bertambah 2x lipat. Daniel tak percaya dengan apa yang dikatakan sahabatnya itu.

"Gua bawa Lia ke taman. Gue, gue ceroboh..." Ucap Farhan lemas sambil mengacak-acak rambutnya.

Daniel menghembuskan nafasnya pelan. Rasa ingin menyalahkan muncul di kepalanya. Namun, keadaan Farhan saat ini tak seperti orang panik pada umumnya.

"Ayah Lia udah tahu?" Tanya Daniel serius

Farhan menggelengkan kepalanya. "Gue belum sempet kasih tahu papahnya Lia. Sebenernya gue ngga berani bilang semua ini. Gue malu, gue ngga bisa jagain Lia...bahkan setelah Lia tertembak pun sekarang gue ngga bisa apa-apa. Gue cuma duduk dan tinggal menunggu informasi dari dokter."

Daniel hanya diam dan mendengarkan semua keluh kesah yang Farhan katakan. Ia hanya tak mau menambah masalah, jika saja Daniel salah bicara.

"Mau gue wakilin?"

"Jangan, biar gue aja yang kasih tahu semuanya."

"Ya udah gue nurut kali ini."

***

"Bagaimana? Tepat sasaran bukan?" Tanya wanita itu pada seorang anak lelakinya.

"Pastinya, mah."

"Anak pintar, mamah bangga sama kamu. Sekarang pembalasan kita akan sampai pada puncaknya. Kita hanya tinggal menunggu sebuah kabar gembira dan semua ini akan benar-benar selesai."

"Iya, mah."

"Terimakasih ya, nak."

"Sama-sama, mah. Randy juga seneng kalau bisa buat mamah bahagia."

Keduanya saat ini masih berada di ruangan yang sama. Ruangan itu adalah tempat persembunyian mereka. Tak ada siapapun yang mengetahuinya. Ruangan itu ada di bawah tanah dan hanya ada satu jalan rahasia yang hanya diketahui sang pemilik.

"Mah" panggil Randy.

"Kenapa, Dy?"

"Apa Farhan tahu kalau kita adalah dalang dibalik semua ini?"

Ia mendekati Randy dan memeluknya sebentar.

"Kamu ngga usah khawatir. Jika Farhan mengetahuinya dan melaporkan ini pada yang berwajib, mamah mau kamu pergi dan biar mamah yang menanggung ini semua."

"Mah!"

"Mamah tahu kamu pasti ngga mau kan? Tapi, dari awal memang mamah yang memulainya. Kamu ngga berhak menderita. Biarkan mamah yang menanggungnya. Janji..."

"Ngga! RANDY NGGAK MAU!"

Randy pun berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruangan. Ia mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya. Dari dulu Randy selalu diberi tugas oleh mamahnya untuk selalu mengawasi Lia secara tidak langsung disekolah.

Kenyataannya Randy adalah kakak tiri dari Lia dan merupakan sepupu Farhan. Farhan mengetahui hubungan persaudaraannya itu. Saat Randy mengetahui kepindahan Farhan ia sangat terkejut. Farhan selalu ada didekat Lia dan itu membuatnya geram.

Farhan dan Randy dulu sempat dekat karena mamahnya Randy selalu datang ke rumah menemui kakaknya, yaitu mamahnya Farhan. Karena suatu hal terjadi Randy sudah jarang sekali bertemu dengan Farhan. Hubungannya lama kelamaan menjadi merenggang. Saat perkelahiannya di sekolah waktu itu, Randy lah yang memulainya. Randy sudah tak tahan dengan tingkah laku Farhan, sehingga tangannya sudah gatal untuk memukulinya.

"Gue harap berita baik akan cepat datang." Gumam Randy pelan.

***

Beberapa lama kemudian dokter keluar sambil menundukkan kepalanya. Tiba-tiba suasana berubah jadi tegang. Sempat dalam pikiran Daniel terbesit hal buruk. Namun, dengan cepat ia alihkan dan mendengarkan kabar dari dokter. Sedangkan Farhan yang baru saja mengetahui bahwa dokter telah keluar dari ruang operasi langsung menemui dokter dan menanyakan keadaan Lia.

"Dokter, bagaimana keadaan Lia?" Tanya Farhan dengan wajah panik sambil memegang kedua pundak dokter.

Dokter masih diam, melihat ke arah Daniel dan Farhan secara bergantian. Selang beberapa waktu dokter pun mulai membuka pembicaraan.

"Maaf..." Dokter menghela nafas berat. Sedangkan Farhan langsung melepaskan tangannya dari pundak sang dokter. "Kami sudah melakukan yang terbaik bagi pasien. Karena pasien terkena tembakan pada pinggang bagian kanannya, dan peluru itu mengenai bagian vitalnya. Jadi, kami semua mohon maaf yang sebesar-besarnya karena tidak bisa menyela---"

"Nggak! Ini semua ngga mungkin! Lia masih hidup! Niel ini semua bohong kan?!" Bentak Farhan pada dokter itu.

"Han, sadar! Lu harus tegar!" Jawab Daniel yang mencoba menenangkan Farhan.

Karena suara Farhan yang cukup keras membuat ayah Lia yang sedang berjalan-jalan mendengarnya. Karena perasaannya tak enak, ayah Lia pergi menemui Farhan dan yang lainnya berkumpul.

"Farhan, Daniel. Ada apa ini? Lia mana?"

Farhan langsung menundukkan kepalanya dan mulutnya seakan terkunci. Jika ia mengatakan yang sebenarnya pada ayah Lia maka ia harus bisa menerima konsekuensinya untuk disalahkan. Dalam pikirannya, Farhan memang pantas untuk menerimanya.

"Lia..." Ucap Farhan dengan nada lirih. "Lia meninggal." Lanjut Farhan yang masih menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Mata ayah Lia membulat, matanya perih dan tak terasa air matanya pun jatuh dengan derasnya. Tanpa mengeluarkan satu patah katanya, ia langsung pergi memasuki ruangan dimana Lia baru saja selesai dioperasi. Didalam , ayah Lia memang menjumpai anaknya yang sudah terbaring sambil menutup matanya...dan itu untuk selamanya.

Ayah Lia langsung memeluk putrinya itu sambil tak henti-hentinya mengucapkan permohonan maaf...

***

Farhan yang masih ada diluar langsung duduk kembali di kursi dan menenggelamkan kepalanya dalam kesedihan. Daniel yang ada disampingnya hanya berusaha untuk tegar dan sesekali menenangkan Farhan.

Sahabatnya kini terlihat sangat menyedihkan. Beberapa kali Daniel menegaskan pada Farhan bahwa Lia sudah tiada. Farhan tak mau menerima kenyataan pahit ini. Farhan terlihat sangat rapuh, hatinya belum siap untuk mendengar kepergian seseorang yang disayanginya.

Drttdrttt

Ponsel Farhan berdering namun, ia sama sekali tak menghiraukannya. Daniel yang mengetahui hal itu langsung mengambil ponsel Farhan yang ada disaku celana dan melihat sang penelfon.

"Siapa?" Tanya Farhan lemas.

"Sia!"

avataravatar
Next chapter