17 Goodbye

--- kalimat perpisahan itu harus ada, meskipun akan terdengar menyakitkan---

***

Sia diantar Anggi pulang dengan pipi yang masih dibanjiri air mata. Sebelum Sia keluar Anggi mengusap pipi pacarnya itu, berharap bisa sedikit menenangkannya.

"Hati-hati...nanti aku jemput lagi, telefon aku ya." Pinta Anggi pada Sia.

"Iya, makasih ya udah nganterin...aku masuk dulu, mau ganti baju."

"Iya, ya udah sana...nanti aku kesini lagi."

Sia menganggukkan kepalanya pelan dan turun dari mobilnya Anggi. Dia menunggu Anggi melajukan mobilnya kembali didepan pagar rumahnya. Setelah itu baru Sia masuk kedalam rumah, dan rumahnya seperti biasa...kosong. tak ada orang didalam. Bahkan disaat ia merasa hancur orang tuanya tidak ada disampingnya.

Sia pun merebahkan tubuhnya di atas kasur, mengambil bantal terdekat, sebelum akhirnya menangis kencang. Dia telah kehilangan orang yang disayanginya. Sia memejamkan matanya sebentar dan tiba-tiba dia ingat bahwa dirinya pernah diberikan sebuah buku dan meminta dirinya untuk menjaga buku itu. Dengan cepat Sia mencari keberadaan buku itu, tanpa mempedulikan kamar yang akan berantakan.

"Gue harus tahu isi buku itu."

Saat membuka lemari buku, akhirnya Sia menemukan buku yang dicarinya. Ia mencari tempat duduk yang nyaman didekat jendela. Satu persatu lembar dibukanya. Dan beberapa membuatnya semakin menangis histeris. Ia sulit melepaskan kepergian sahabat terbaiknya.

31 Januari 20xx

Maaf...

Sia aku harap kamu ngertiin aku kenapa sampai saat ini aku belum juga jujur sama kamu...aku ngga bisa jelasin itu semua, karena setiap aku mengingatnya kembali...aku merasa hancur. Aku tak ada nyali untuk itu...

Maaf Sia, mungkin aku tidak bisa dianggap sebagai sahabat yang baik...karena aku masih memiliki sebuah rahasia yang tak bisa aku ceritakan padamu. Mungkin lain kali...aku harap kamu mau menunggu:)

Sia langsung menutup buku tersebut dan memeluknya dengan sangat erat. Dia tak menyangka jika dibalik senyuman dan canda tawanya selama ini memiliki sebuah luka yang mendalam. Sia merasa sangat bersalah. Sia pun menelfon Anggi untuk segera menjemputnya. Tak lupa Sia juga memasukkan buku diary Lia ke dalam tasnya. Ia berencana untuk memberikannya pada Farhan, sesuai permintaan Lia sebelumnya.

Sia mengganti pakaiannya dan segera keluar rumah. Disana ia sudah mendapati Anggi yang menunggunya di samping mobil. Sia pun menghampiri Anggi dan mereka pun berangkat ke tempat yang dituju.

***

"Farhan, kamu sudah pulang." Sambut mamahnya yang sengaja menunggu Farhan diruang tamu.

"Farhan, langsung ke kamar."

"Iya, nak."

Sesampainya dikamar Farhan langsung mengambil sebuah handuk dilemari dan mandi. Setelah mengganti pakaiannya Farhan pun langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia memandangi langit-langit kamar yang berwarna putih polos, dan entah mengapa itu membuat nya lebih tenang. Kemudian Farhan pun mengalihkan pandangannya pada sebuah meja kecil di dekat komputer. Diatas meja kecil itu terdapat buku yang diberikan Sia.

Sia berkata, bahwa buku itu merupakan buku yang pernah dititipkan Lia sewaktu ia masih hidup. Buku itu berisikan semua keluh kesahnya selama ini. Farhan menghela nafasnya terlebih dahulu sebelum bangun dari tidurnya. Dengan langkah kecilnya, Farhan menghampiri meja tersebut. Setelah meraih buku tersebut, Farhan pun membolak-balikkan bukunya secara perlahan dan membuka lembar pertama. Disana Farhan mendapati foto Lia sewaktu kecil dan masih terus berlanjut.... Setelah membuka beberapa lembar buku tersebut, tangan Farhan tiba-tiba terhenti pada salah satunya, seolah tulisan itu membujuk Farhan agar dibaca olehnya.

18 Februari 20xx

Hari, tanggal, bulan, dan tahun ini...akan ada selamanya dalam hatiku. Aku mengenalnya berawal dari sebuah ketidaksengajaan yang akhitnya berujung pada sebuah perasaan. Aku rasa dia bukanlah orang yang aku temui waktu itu. Dia beeubah...menjadi sosok yang lebih dewasa dari siapapun. Aku percaya suatu saat nanti aku pasti akan bisa membalas kebaikannya...dan menjawab pertanyaan yang pernah dia katakan siang itu di laboratorium sekolah.Maaf karena telah menundanya, tapi aku merasa tak pantas untuk menerima pernyataan itu darimu. Mungkin aku akan menjawabnya pada waktu yang tepat. Karena aku yakin kamu juga pasti akan setia menungguku...bukan begitu?

Aku berharap semua ini bukanlah hayalan yang tak akan pernah menjadi nyata:)

Setelah membaca tulisan itu, Farhan pun lebih memfokuskan dirinya lagi.

23 February 20xx

Terimakasih untuk segalanya...

Aku senang mengenalmu, kamu selalu membuatku bahagia. Hari ini aku sangat bahagia... Membolos bukanlah hal yang buruk jika bersamamu. Waktu begitu cepat berlalu, hati ini merasa tenang jika ada di dekatmu. Jadi? Perasaan apakah yang sedang kurasakan kali ini? Jujur, kali ini aku merindukanmu....

"Aku juga merindukanmu, selalu merindukanmu...dan untuk kali ini pun masih sama." ucap Farhan yang diikuti senyum tipisnya.

Aku ingin..bertemu kembali, dan ego ini juga meminta dirimu hanya untukku seorang.

"Aku juga ingin kamu hanya untukku...dan sekarang---"

Selamanya kita akan bersama, itulah yang terbesit dalam pikiranku.

"Kamu sudah pergi...meninggalkanku untuk selamanya. Mengapa?" Farhan menghela nafasnya pelan dan tak terasa buliran bening pun jatuh tanpa dipinta.

10 April 20xx

Hari ini aku akan memulai sesuatu yang baru...

Aku harus terus belajar untuk menjadi penulis yang lebih baik. Semoga kali ini aku bisa berhasil dan mewujudkan mimpiku untuk menjadi seorang penulis terkenal. Dan untuk ayah, aku tak benci padamu. Aku sangat menyayangimu, bahkan lebih dari dugaanmu. Aku sayang Ayah.

Suatu hari nanti aku pasti bisa membuatmu bangga. Aku akan mewujudkan semua impianku sampai berhasil. Aku tak akan mudah menyerah. NEVER GIVE UP LIA!!!!

Dengan cepat Farhan mengusap bekas air matanya dan mengambil kunci mobilnya. Dia ingin pergi ke tempat dimana dia bisa mencurahkan semua isi hatinya sekarang. Sekali lagi Farhan merasa bahwa dirinya tidak berguna. Mengapa ia harus mengetahui segalanya setelah semuanya sudah tak akan bisa diubah kembali.

Sesampainya di sana Farhan pun memarkirkan mobilnya dan langsung berlari menuju tempat peristirahatan terakhir dari orang yang ada dihatinya. Farhan berdiri disamping makam Lia, sebelum akhirnya mengambil posisi setengah jongkok.

"Maafin aku... Aku sudah menghancurkan segalanya. Sekarang aku harus gimana? Kenapa? Kenapa semua ini terjadi?! Ngga adil!!! Kamu harus bahagia. Kamu ngga boleh pergi sebelum semuanya tercapai. Impianmu masih banyak!" Ucap Farhan dengan suara yang sedikit serak.

Farhan tidak suka jika dirinya menangis. Tapi, kali ini dia tak henti-hentinya menangis walaupun tanpa suara. Dia tak pernah merasakan kehilangan seseorang sampai sepeti ini.

"Udah gue duga, lo pasti bakal kesini lagi."

"Ngapain lo nusulin gue?"

"Nyokap Lo yang nyuruh, habisnya dia khawatir sama lo yang tiba-tiba lari kesetanan, bawa mobil lagi."

"Gue ngerasa bersalah banget, Niel. Gue udah menghancurkan semua impian Lia yang udah dia rangkai dengan sempurna. Gue benci diri gue!!!"

"Jangan terus-terusan nyalahin diri lo, dengan sikap lo yang kaya gini itu juga bisa buat Lia sedih. Lo harus ikhlas, biar Lia juga bisa tenang."

"Lo bener, Niel. Gue harus bisa ikhlasin Lia." Ucap Farhan sambil tersenyum tipis.

"Nah gitu dong...itu baru temen gue."

"Hmm, oiya makasih buat selama ini, Niel. Udah mau bantuin gue. Gue bener-bener makasih sama lo."

"Santai aja kali, gue juga seneng bisa bantu Lo. Jadi? Seterusnya lo mau gimana?" Tanya Daniel penasaran.

"Gue bakal tetep cari si pelaku, tapi kali ini biar gue dan tim lainnya yang nyelesein semuanya."

"Gue dukung keputusan Lo." Jawab Daniel sumringah.

***

Hari-hari pun berlalu dan semua orang sudah melakukan aktivitas mereka seperti biasa. Tak terasa hari kelulusan bagi siswa-siwi SMA Jayakarya menyambut hari kelulusan mereka. Semuanya terlihat bahagia, namun berbeda dengan Farhan dan yang lainnya. Mereka merasa telah kehilangan sosok yang begitu penting diantara mereka.

"Hei, ngomong-ngomong dari sini rencananya kalian mau gimana?" Tanya Daniel yang mencoba mencairkan suasana.

"Mau married gua." Jawab Bagas

"Bahasa lu ketinggian! Pacar aja kagak punya lu sekarang! Mau married sama siapa?...hahaha." Sambung Anggi yang di ikuti kekehan dari semua orang.

"Emangmya lo ada rencana nyet?!"

"Gue disuruh bokap nyokap buat nglanjutin kuliah di Jerman."

"Emang dibolehin sama lo, Sia?" Tanya Bagas sambil mengarahkan pandangannya pada Sia.

"Gue mah terserah sama Anggi, gue selalu dukung semua keputusannya. Lagian juga habis ini gue bakal pergi London nyusul ortu dan mungkin gue bakal nglanjutin sekolah disana." Jawabnya mantap.

"Thank you love. Tuh dengerin nyett!!" Ucap Anggi yang penuh kemenangan.

"ET DAH!!!BUCIN!!JIJIK GUA!!!"

"Biarin, suka-suka gue dong."

"Lu gimana, Han?" Tanya Daniel.

"Gue, mau ke Paris nglanjutin kerjaan yang belum kelar." Jawab Farhan datar.

"Udah? Gitu doang?"

Farhan mengangguk mantap.

"Baru aja lulus udah spaneng aja hidup lo."

"La trus lo sendiri gimana?"

"Gue, mau pulang lagi ke Singapore dan mungkin gue bakal nerusin hidup disana."

"Hmm..." Farhan mengangguk pelan beberapa kali. "Good luck, bro." Sambil menepuk pundak Daniel.

Setiap orang pasti memiliki sebuah rencana untuk kehidupannya masing-masing. Tinggal bagaimana cara mereka untuk mewujudkannya. Semua orang bahagia saat ini... Masa-masa SMA memang berkesan, sangat berkesan...

***

Sepulang dari acara Farhan menyempatkan untuk datang ke makam Lia dengan membawa satu buket bunga yang sangat indah. Ia ingin mengucapkan salam perpisahan sebelum ia pergi dengan waktu yang tidak bisa ditentukan. Mungkin...sangat sulit baginya untuk bisa kembali ke Indonesia.

"Happy graduation, Lia Anggraeni. Maaf...mungkin kali ini bukan cerita yang akan aku utarakan, namun sebuah perpisahan. Besok aku akan pergi ke Paris dengan waktu yang tak bisa aku perkirakan. Aku tak akan melupakanmu. Terimakasih untuk semua kenangan indah yang pernah kita lalui bersama. Aku akan menangkap pelaku yang merenggut semua impianmu ini. Aku berjanji padamu....selamat tinggal dan sampai ketemu lagi." Ucap Farhan dengan tersenyum pada kalimat terakhir.

__TAMAT__

avataravatar