4 RUANG CEO

Setelah makan siang Karin duduk di meja kerjanya sambil menghadap komputer yang ada di depannya lalu dagunya di topang oleh telapak tangan kanannya. Dia bingung harus bagaimana saat nanti berhadapan dengan CEOnya itu. Apa yang harus ia jelaskan atas ucapannya tadi di parkiran. Saat Karin sibuk dengan pikirannya, tiba tiba dia pun di kagetkan dengan seseorang yang menepuk pundaknya.

Rin, kamu di panggil, di suruh ke ruangan CEO kita yang baru". Ucap deniah. Karin yang mendengar itu langsung berdiri dari kursi kerjanya.

"Iya den, makasih ya " Karin sambil tersenyum pada deniah.

Melihat Karin yang dari tadi murung deniah pun sedikit mengkhawatirkan sahabatnya itu

" Rin, Lo ga apa - apa kan ??? Sorry ya gara - gara gue Lo kena sama tu CEO" deniah merasa bersalah pada Karin kalau tidak karena dia terus terusan membicarakan CEO nya itu mungkin sahabatnya tidak akan mendapatkan masalah.

"Ga apa - apa kok den, semua akan baik baik aja dan ini bukan salah Lo kok. Emang kata-kata gue aja yang salah" ucap Karin sambil tersenyum pada deniah . " Ya udah gw pergi dulu ya, ga enak masa boss yang nunggu karyawan nya " canda Karin pada deniah . Lalu Karin pun berjalan meninggalkan deniah.

 

\\\\\\\\

 

Sesampainya di depan pintu ruang CEO Karin pun menyapa sekertaris yang ada di depan ruang CEO nya itu. Karena ternyata Karin sudah di tunggu di ruang CEO maka sekertaris itu langsung mengantarnya.

Karin yang sudah berada di ruang CEO merasa bingung karena laki - laki yang ada di hadapannya itu malah sibuk dengan pekerjaannya dan tanpa menyadari akan keberadaan Karin. Karena merasa di abaikan Karin pun memecahkan kesunyian di ruangan itu.

"Ehem. . .siang pak " ucapan Karin

Rey yang merasa ada yang menyapa dia pun melihat ke depan dan di lihat nya Karin yang sedang berdiri di hadapannya.

"Iya" jawab Rey sambil menatap Karin dengan tajam.

"Saya kesini mau menjelaskan kesalah paham yang tadi siang pak " ucap Karin pada Rey

Lalu Rey pun tersenyum tipis hampir tidak terlihat.

"Kamu ke sini ingin menjelaskan kesalah pahaman tapi harus saya panggil dulu ".

Mendengar ucapan itu Karin sedikit agak gugup tapi tak berselang lama dia bisa menguasai nya lagi.

" Bukan begitu pak, tadi saya mau langsung menemui bapak tapi tadi ada pekerjaan yang harus saya selesaikan dulu." Jelas Karin mencari alasan kenapa dia tidak langsung menghadap pada CEOnya itu

"Oh, , , ,gitu, tapi bukan alesan kamu doang kan ???"

DEEEEGGG !!!!!

"Gak kok pak" jawab Karin

Lalu suasana hening lagi. Dan Karin pun memecahkan suasana.

" Pak, saya mau minta maaf atas kesalah pahaman tadi, saya harap bapak bisa mendengar kan penjelasan saya ." Ujar Karin yang merasa Rey hanya bicara seadanya tanpa minta penjelasan atas ke jadian tadi siang.

Rey yang ada di hadapannya bersandar di kursi kekuasaan nya langsung bangkit dan mendekati Karin yang sedang berdiri.

"Emang saya lagi minta penjelasan tentang masalah tadi siang ???" Ucap Rey yang balik bertanya pada Karin.

"Bukannya bapak manggil saya ke ruangan ini buat minta penjelasan atas ke jadian tadi siang ya ???"

" Saya ga bilang seperti itu ya. Saya cuman bilang kamu temui saya di ruangan saya " ucap Rey dengan senyum licik nya.

"Sialan gw di bohongi , harus nya gue tau ini cuman akal - akalanya dia doang " gumam Karin dalam hati

"Terus bapak ngapain manggil saya kalau gitu" Tanya Karin sambil menahan rasa kesalnya pada atasannya itu.

Rey yang melihat Karin kesal hanya tersenyum tipis dia merasa puas dengan raut wajah Karin yang penuh dengan kekesalan itu.

"Saya cuman pengen nanya kabar mantan saya aja, dan mau nanya kenapa kamu tadi kaget banget pas tahu saya atasan kamu yang baru ? ? Ucap Rey yang sambil tersenyum puas melihat rasa kesal Karin yang tidak bisa Karin tututpi.

"Saya cuman kaget karena ga nyangka aja ternyata CEO baru kami itu masih muda" jelas Karin sambil tersenyum menutupi rasa kesalnya.

"Yakin ??" Ucap Rey memastikan apa yang di ucapkan Karin.

"Iya, saya yakin pak." Jawab Karin dengan tatapan yang meyakinkan pada rey. " Kalau tidak ada yang di bicarakan lagi saya pamit undur diri pak " ucap Karin pada Rey. Karin tidak ingin berlama-lama dengan laki - laki yang di hadapannya itu.

"Sebegitu benci kah kamu padaku rin " tanya Rey pada Karin dengan tatapan yang berubah menjadi dingin.

"Kenapa saya harus benci ???"

"Lalu kenapa kamu menghilang selama ini ???"

"Tidak perlu saya jelaskan karena buat saya itu tidak penting " ucap Karin sambil menahan rasa sakit yang selama bertahun-tahun ia pendam sendiri.

" Tapi itu penting buat saya " ucap Rey penuh dengan penekanan.

"Say tidak ingin membahas yang sudah terjadi." Ucap Karin sambil melangkah ke arah pintu. Ia sudah tidak ingin lagi membahas sesuatu yang menurutnya sangat menyakitkan untuk di ingat lagi.

"Baik kalau kamu ga mau bahas yang sudah terjadi, saya mau besok kamu menemani saya makan siang " ucap Rey masih dengan tatapan dingin dan penuh amarah di dalamnya.

" Maaf pak, saya tidak bisa karena saya tidak mau ada gosip yang tidak menyenangkan di tempat saya bekerja tentang saya " jelas Karin dengan menahan rasa marahnya dan kesalnya sambil mengepalkan tangannya .

" Baiklah kalau kamu menolaknya temen kamu yang suka bergosip itu saya keluarkan sekarang juga dari perusahaan saya " penuh penekanan namun ada senyum licik di bibir Rey. Dan Rey yakin Karin tidak akan menolaknya.

" Anda mengancam saya ??? Tanya Karin sambil menahan kekesalannya itu.

" Saya ga ngancem, tapi saya benci adanya penolakan "

Karin yang mendengar ucapan Rey merasa geram tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh laki - laki yang ada di hadapannya itu.

"Liat aja nanti besok " ucap kali sambil menahan rasa marahnya pada laki - laki yang sudah lama tidak ingin dia ingat lagi. Sambil melangkah menuju luar ruangan CEOnya itu .

Setelah Karin keluar dari ruangannya Rey pun tersenyum namun di balik senyum itu ada sedikit rasa sakit yang ia simpan selama ini. Ya dua orang manusia yang sama sama terluka di masa lalu di sebabkan karena kesalah pahaman. Yang sampai sekarang tidak di mengerti oleh Rey kenapa mantan nya meninggalkan nya saat itu.

Happy reading

avataravatar
Next chapter