8 BAB 9. PEDOFILIA

Pipit keluar dengan membawa koper ukuran sedang.Koper itu berisi pakaianku dan pakaiannya.Kami memang tidak membawa banyak salinan karena kami berencana hanya menginap semalam.

Aku lalu mengambil alih koper itu dan menaruhnya kedalam mobil.

Ku pandangi Pipit sejenak.Rambut panjangnya nampak diikat satu dengan wajah tanpa Make-up terlihat cantik natural.memakai kaos putih dan celana jeans biru Dongker serta sepatu kets berwarna putih membuat penampilannya tampak lebih dewasa.

Wajah Pipit merona merah ketika sadar saat aku memandangnya secara intens.

"Apa ada yang salah kak"tanyanya sambil memperhatikan penampilannya sendiri.

Aku menggelengkan kepalaku dengan canggung.

Aaaakh malu-maluin saja..,...

Kenapa aku memandangnya seperti itu siii....gerutuku menyadari kebodohanku.Lalu aku berjalan menuju kemudi mobil.

Ku hidupkan mobil sambil menatap ke arah kaca spion.

Pipit bergegas masuk ke mobil, duduk dikursi penumpang sebelah ku.Dibelakang mobil tampak ibuku tersenyum aneh.Terlihat ibu menatap ayah yang dibalas dengan senyuman yang tidak biasa.

Kutautkan kedua alisku.

ada rasa aneh melihat sikap orang tuaku.

Apa yang mereka pikirkan atau apa yang sedang mereka rencanakan,

batinku curiga.

"Hati-hati bawa mobilnya jangan kencang-kencang Bay",pesan ibuku sambil melambaikan tangan.

Ku jalankan mobil keluar dari rumah menuju kampung halaman Pipit.

Kutepiskan kecurigaan ku pada orang tuaku dan mencoba berkonsentrasi pada jalan.

Sepanjang jalan aku dan Pipit hanya diam.Sifatku yang memang tidak banyak bicara dan sikap Pipit yang tampak malu-malu membuat kami sibuk dengan pikiran masing-masing.

Setelah 3 jam perjalanan akhirnya kami sampai di kampung halaman Pipit.Dari kejauhan tampak rumah sederhana milik almarhum orang tua Pipit.Rumah itu nampak terawat dengan baik, halaman bersih dengan pohon bunga yang tertata rapih.

Ku parkirkan mobilku di halaman samping rumah.

Pak Yasin suaminya Bu Ema datang menghampiri kami sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.Kusambut uluran tangannya sambil sedikit senyum.

"Eeeeh neng Pipit....mas Bayu...sudah sampai rupanya....."terdengar suara ramah Bu Ema dari pintu depan.

Dia berjalan tergopoh-gopoh menyambut kedatangan kami.

Bu Ema memeluk Pipit dengan suka cita.Ini sebenarnya bukan kepulangan pertama Pipit setelah ayahnya meninggal.Beberapa bulan sekali Pipit pasti menyempatkan diri untuk pulang ke rumah ini dengan diantar mang Parman.Hanya saja kali ini Pipit memang agak lama tidak pulang.

sudah hampir 6 bulan dia tidak mengunjungi tempat ini.

Sedangkan aku ini kali kedua aku datang ke rumah ini.

Yah....kali pertama adalah saat aku mengucapkan akad nikah, menjadikan

Pipit sebagai istri kecilku.

"Mari mas masuk"sapa Bu Ema lagi memotong lamunanku.

Bu Ema menggandeng Pipit masuk,aku mengikuti mereka dari belakang disusul pak Yasin.

Rupanya didalam juga sudah ada beberapa ibu-ibu yang sedang sibuk memasukkan makanan ke dalam besek.Kusalami mereka satu persatu sambil mengucapkan terima kasih.

"Apa semuanya sudah siap pak?", tanyaku pada pak Yasin, yang di jawab dengan anggukan kepala.

"Sudah mas.... semuanya sudah siap"

jawab Pak Yasin sopan.

"Terimakasih atas semua bantuannya Pak, Bu"Ucap Pipit dengan penuh haru.Bu Ema kembali memeluk Pipit sambil tersenyum.

"Sudah neng tidak perlu sungkan, itu memang sudah menjadi tanggung jawab ibu dan bapak disini". jawabnya dengan suara lembut.

"Sekarang sebaiknya neng sama mas Bayu istirahat dulu....."

"Perjalanan dari kota ke kampung ini pasti cukup melelahkan"Ucap Pak Yasin memberi saran.

"Tidak pak kami tidak lelah....kami berencana langsung ke makam saja".

ucapku sambil memandang ke arah pipit. Pipit menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Ya sudah kalau begitu terserah mas Bayu dan neng Pipit saja",ucap Pak Yasin dengan sikap sopan.

"Kalau begitu kami permisi ya Bu, Pak,mau langsung kemakam Bapak"pamit Pipit kepada kedua orang tua itu.Aku berjalan menuju mobil kemudian menghidupkan mesin mobil. Pipit kembali duduk di kursi sebelahku.Aku mengarahkan mobilku menuju arah pemakaman umum.

Jarak pemakaman dengan rumah Pipit cukup dekat.Hanya 10 menit kami sudah sampai di pemakaman.Kami berjalan menuju makam Pak Utomo.

Makam itu nampak terawat dengan baik, ada batu nisan berwarna hitam dengan tulisan tebal bertinta emas diatas makam. Pipit mengusap batu nisan itu dengan mata yang berkaca-kaca. Sesaat ku panjatkan doa terbaik untuk ahli kubur dan kemudian Pipit menaburkan bunga yang memang sudah kami siapkan dari rumah. Setelah merasa cukup kami lalu kembali ke rumah almarhum.

Suasana rumah sudah makin ramai.

Tetangga-tetangga dekat rumah pun tampak sudah berdatangan.Bu Ema sudah menggelar tikar didepan rumah,

Pak Yasin pun tampak sibuk menyambut tamu. Ku hampiri mereka sambil kusalami mereka satu persatu.

Aku lalu duduk bergabung dengan Pak Yasin dan tetangga yang lain.Setelah dirasa semua sudah siap,akupun memberi sambutan sebagai ucapan terimakasih atas semua bantuan hingga terselenggaranya acara hari ini.Kemudian pembacaan doa dipimpin oleh tokoh agama setempat.

Semua acara berjalan dengan lancar.

Rumah itu pun kembali sunyi.Semua tetangga telah pulang ke rumahnya masing-masing.Hanya ada aku dan Pipit yang kini tertinggal di dalam rumah itu.Aku duduk sendiri di sofa ruang tamu sementara Pipit aku tak tahu dimana.Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam rasa kantukku mulai menyerang. Aku berniat tidur dikamar bekas pak Utomo

Aku memandang ke sekeliling ruangan

Ada dua pintu kamar yang tertutup

aku bingung aku tidak tahu mana kamar Pipit dan yang mana kamar Pak Utomo.Ragu kubuka pintu kamar sebelah kanan yang ternyata tidak terkunci.Kamar itu tampak sepi ,aku beranikan diri untuk masuk kedalam. Baru saja aku menutup pintu aku melihat bayangan yang keluar dari balik pintu kecil di dalam kamar itu.

Kulihat Pipit berdiri kaku didepan pintu itu dengan hanya menggunakan handuk yang melilit di tubuhnya.

Rambutnya terurai basah.

DEG...

DEG....

Jantungku berdetak kencang mataku terpaku kearah tubuh yang hanya tertutup handuk yang tidak seberapa besar.

Darahku memanas....,

Jiwa laki-laki ku tertantang.....

Otak mesum ku pun datang tanpa diundang."Ayolah Bay....makan dia....

dia halal untuk mu ",bisik hati kecilku menambah kacau pikiran ku.

Tubuhku bergetar.....ada yang berontak ingin keluar dibawah sana.

Perlahan kuhampiri Pipit yang masih berdiri didepan pintu kamar mandi.Kudekati dia hingga tubuh kami tak lagi berjarak.Ku kecup bibir mungilnya yang tampak merah walau tanpa lipstik....

Dia diam.....

Kulumat bibirnya dengan lembut

Dia malah memejamkan matanya.....

Merasa mendapat ijin dari yang punya tubuh kembali kulumat bibir indah itu dengan penuh hasrat.Tanganku mulai bergerilya menyusuri lekuk tubuhnya.

kulepaskan ciuman dibibirnya berpindah keleher jenjang nan mulus.

Pipit menarik napas panjang dan sedikit mendesah, membuat diriku tambah bergairah.

Kuber tanda kepemilikan dileher gadis itu.Handuknya melorot kebawah menampilkan tubuh bugil yang sangat indah.

Aku mundur...

sesaat kupejamkan mataku.....

Kesadaranku mulai datang.

Kupalingkan wajahku dari tubuh bugil Pipit.

"Pakai bajumu dan kunci pintu kamar sebelum tidur.....aku akan tidur dikamar sebelah",ucapku datar sambil berjalan menuju pintu suasana menjadi hening.Pipit buru-buru mengambil handuk yang melorot kebawah.Dia tampak sibuk mencari baju ganti.

Aku masuk ke dalam kamar sebelah yang merupakan kamar bekas pak Utomo.Ku lepas baju ku sambil berjalan menuju pintu kamar mandi.

ku guyur kepalaku untuk mengusir otak mesumku.Kukutuk perbuatanku.

Aku menyesali apa yang sudah aku lakukan terhadap Pipit.

Gadis itu baru berusia 15 tahun.

Bagaimana bisa aku melakukan hubungan seks dengan gadis dibawah umur. Bagaimana bisa aku melakukan tindakan sebodoh itu. Apakah imanku setipis itu.

GILAAA....

Apa aku sudah jadi seorang pedofilia

avataravatar
Next chapter