9 BAB 10. CANGGUNG

Ku buka mataku perlahan, tampaknya hari sudah pagi.Sinar matahari masuk ke dalam kamar melalui celah pintu dan jendela.Ku kerjapkan mataku untuk menetralisir sinar matahari.

Lalu aku bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu kamar mandi.

Ku lakukan ritual mandi pagi ku sambil merendam kepalaku.Ku coba mengusir sakit Kepalaku dengan mengguyurnya dengan air dingin.

Akibat kelakuan ku semalam terhadap Pipit membuatku tidak bisa tidur.

Berkali-kali kurutuki perbuatanku.

Aku tidak habis pikir bagaimana bisa aku tergoda pada tubuh gadis yang masih pentil.

Rasa bersalah membuatku gelisah dan tidak bisa tidur.

Aku telah mengotori pikiran gadis kecil itu dengan perbuatan yang tidak senonoh.Aku telah mengenalkan seks pada gadis sekecil itu.

"Tuhan ampuni dosaku"

Aku benar-benar sangat menyesal.

Puas merutuki diri aku lalu keluar dari kamar mandi.Ketika aku keluar dari kamar mandi aku melihat Pipit yang sudah berdiri didepan pintu.

" Maaf....."

"Pppintunya tadi tidak terkunci....."

"Tadi saya sudah mengetuknya tapi kaka tidak menjawab"

"Maaf.... saya hanya ingin mengantarkan baju ganti untuk Kaka...." ucap Pipit terbata-bata.

Aku memandangnya intens

Dia tampak semakin gugup, dengan berjalan cepat dia meletakkan pakaianku diatas tempat tidur.

"Sarapan sudah saya siapkan di meja makan". Ucapnya lagi tanpa memandang kearah ku.Aku melihat rona merah di wajahnya.Mungkin dia malu karena melihat aku yang telanjang dada dan cuma melilitkan handuk di pinggang.

Atau mungkin dia masih malu karena ingat kelakuanku semalam.

Sesaat kami diam

Suasana menjadi canggung.

Sunyi untuk beberapa saat.

"Aku ingin kopi hitam"ucapku juga dengan kata-kata yang terdengar canggung.

Pipit menganggukkan kepalanya kemudian berjalan keluar.Ku keringkan tubuh dan rambutku, kemudian

Kuambil baju yang dibawa Pipit untuk segera ku pakai.

Setelah merasa rapih aku baru keluar menuju meja makan.Disana Pipit sudah duduk menunggu. Aku duduk dihadapannya tanpa memandang kearahnya.Dia meletakkan sepiring nasi goreng dan secangkir kopi yang ku pesan.Suasana kembali terasa canggung.

Suasana sunyi...

Hanya denting sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.

Aku hampir tersedak.....

Nasi yang kumakan terasa sulit untuk ku kunyah.

Berkali-kali aku menarik nafas untuk menetralisir perasaanku.

"Maafkan atas tindakan ku semalam"

"Kuharap kau tidak membenciku".

ucapku pelan.Ini adalah ucapan terpanjang yang pernah aku ucapkan pada Pipit semenjak kami menikah.

Wajahnya kembali merona, dia anggukan kepala dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ku lanjutkan sarapan ku walau aku kesulitan mengunyah.

Waktu berjalan sangat lambat, entah sudah berapa kali aku menarik nafas untuk mengusir rasa canggung ini.

Tok....

Tok....

Tok....

Suara pintu diketuk.Pipit segera bangkit dari tempat duduknya untuk membuka pintu.Kudengar suara Pak Yasin dan Bu Ema menyapa Pipit dengan ramah.

Kuhentikan sarapanku kemudian berjalan menuju ruang tengah.Kulihat pak Yasin dan Bu Ema berdiri didepan pintu sambil melepaskan senyum ramahnya.

"Apa kehadiran kami mengganggu?"

tanya Pak Yasin ragu.

"Oh tidak pak...."

" Mari silahkan masuk..."

"Kami baru saja akan siap-siap untuk pulang ke rumah". ucapku ramah.

Aku merasa bersyukur karena kehadiran Pak Yasin dan Bu Ema membuat suasana mencair.

Kami ngobrol untuk beberapa lama hingga akhirnya kami ijin untuk pulang ke kota.Kutitipkan kembali rumah itu pada mereka.

avataravatar
Next chapter