webnovel

Ada Jalan, Bagi Orang Yang Mau Berusaha

Riski pulang ke rumah dengan keadaan yang happy.

"Kemana aja kamu baru pulang? Banyak keringat juga, habis darimana saja?" tanya Sastro, yang melihat anaknya.

"Tadi habis kerja kelompok, habis itu maen bola." bohong Riski. Jika ia mengatakan yang sebenarnya pasti akan tidak diperbolehkan ia bekerja lantaran usianya yang masih remaja.

"Oh, yaudah cepat mandi dan pergi ke masjid." perintah Sastro.

Riski masih terdiam memandangi luar rumahnya, ia melihat Joko-kakaknya juga baru pulang dari kerja. Lalu, Riski memikirkan satu hal. Jika ia bisa bekerja dari pagi sampai menjelang maghrib, apakah ia akan mendapatkan uang yang lebih banyak? Hmm, kayaknya menarik.

Sayangnya, di pagi hari Riski harus bersekolah. Ia tak mungkin bolos sekolah demi bekerja. Ada cita-cita yang harus ia gapai dengan sekolah. Mungkin di hari minggu.

"Lo juga baru pulang? Tumben, biasanya sekolah pulang cepat." tanya Joko, ia duduk di sebuah kursi untuk melepas sepatunya.

"Kak?"

"Iya, kenapa?"

"Gue boleh nanya nggak?" Riski ingin menanyakan, berapa penghasilan Joko dari bekerja pagi sampai sore seperti ini.

Joko tersenyum, "Boleh, mau nanya apa?"

"Berapa upah yang lo dapetin dari bekerja pagi sampai saat ini baru pulang? Pasti banyak yaa.." kata Riski antusias.

Joko nampak berpikir, kenapa adiknya yang kecil ini menanyakan perihal orang dewasa? Apa mungkin ia akan meminta uang jajan kepadanya? Ah tidak-tidak, sesama saudara tidak boleh pelit.

"Kak?" Riski menyenggol lengan Joko, karena tak ada jawaban darinya.

"Eh iya. Penghasilan ya? Setiap harinya mendapatkan uang 70ribu. Kalo minggu kan libur, jadi minggu nggak dapat uang. Kali aja sendiri selama satu bulan." jelas Joko dengan jujur.

Riski kaget, "Kenapa penghasilan kakaknya yang bekerja dari pagi sampai sore hanya 70 ribu. Gue yang bekerja hanya 3 jam bisa mencapai 50 ribu, apa mungkin karena sayuran itu habis?" batin Riski.

Lalu Joko masuk kedalam kamar miliknya yang berada di paling depan.

Joko dan adiknya bernama Rudy jarang sekali berbicara, seakan sibuk dengan dunianya sendiri. Padahal, satu sama lain selalu peduli. Ternyata rasa peduli tidak harus dengan percakapan yang sering, dengan saling berdiam pun bisa.

Entah karena malu, atau alasan yang lain Riski tidak mengetahui akan hal itu. Tetapi, Riski ke kedua kakaknya selalu sering berbicara. Apa mungkin Riski yang masih kecil butuh bimbingan dari kedua kakaknya??

Riski berjalan menuju lemari miliknya, ia akan segera mandi. Kalo tidak, pasti Sastro akan memarahinya.

***

Waktu yang terus berjalan dengan cepat.

Hari-hari yang Riski jalani begitu-begitu saja, sekolah, bekerja, dan di rumah di gunakan untuk belajar.

Pendapatan Riski dari bekerja juga tak menentu, kalo sayuran sampai habis Riski akan mendapatkan uang 50 ribu. Tetapi, jika sayuran hanya terjual beberapa saja ia hanya mendapatkan 5 ribu saja. Tapi, Riski tetap menjalaninya dengan enjoy, tenang dan happy.

Namanya juga pedagang, pasti pendapatanya juga naik turun. Tak mungkin selalu terjual habis, pasti akan ada moment di mana hanya terjual beberapa atau hanya separuh.

Uang tabungan Riski dari bekerja juga sudah cukup banyak, ia masih tidak tau akan menggunakannya untuk apa.

Dan saat ini Riski juga hendak masuk ke SMA. Pasti di sana juga membutuhkan banyak uang, pelajaran semasa SMA pasti akan lebih berat, menghabiskan banyak uang untuk membeli seragam dan masih banyak keperluan lainnya.

Karena hari ini merupakan libur sekolah, Riski meminta ke Widya untuk tidak bekerja dulu. Ia ingin berlibur sejenak meskipun ia masih membutuhkan banyak uang. Sesuatu yang di paksakan juga tidak baik.

Saat ini Riski pergi ke sebuah sawah, duduk di sebuah gasebo di sana, menikmati semilir angin dan hijaunya pemandangan sawah.

Karena tidak ada orang, ia membuka tas miliknya, "Gue hitung dulu, kira-kira udah dapat berapa ya dari kerja." batin Riski.

Selama mendapatkan uang dari bekerja, Riski tidak pernah menggunakannya sepeserpun. Ia selalu memasukkan kedalam tas miliknya.

Riski mengeluarkan lembar uang satu persatu dan menghitungnya dengan teliti.

10 menit kemudian, Riski telah selesai menghitung seluruh uang yang di dapatkan. Ia bahagia, sedih, dan juga kaget.

"Gila, gue bisa mendapatkan 10 juta. Bakal gue apain enaknya uang ini?" batin Riski, ia juga memikirkan bagaimana baiknya uang ini. Yang jelas Riski tak akan menghamburkan uang yang telah ia dapatkan mati-matian.

Tak lama, ide pun muncul. Riski berniat ingin membuka usaha sayur sendiri, uang yang di dapatkan akan ia gunakan untuk modal usahanya. Apalagi Riski sudah banyak memiliki pelanggan tetap. Eh, tapi bagaimana dengan Widya? Riski tak enak jika harus membuka usaha yang sama dengan Widya. Apalagi Widya sudah berjasa akan hidupnya, ia bisa mendapatkan uang sebanyak ini di usia muda.

"Bagaimana kalo gue ijin sama bu Widya terlebih dahulu akan rencana ini? Ijin aja deh." kemudian Riski berjalan menuju rumah Widya.

Berhubung Riski tak memiliki sepeda ataupun motor, ia kemana-mana selalu jalan kaki.

***

Setelah sampai di rumah Widya.

Tok, tok, tok.

"Assalamualaikum." teriak Riski dari luar.

"Waalaikumsalam." karena Widya juga sedang tidak bekerja, ia langsung membuka pintu untuk Riski. Widya sudah sangat hafal suara Riski karena setial hari selalu mendengarkan.

Setelah membuka pinti, "Eh Riski. Ada apa? Katanya hari ini meminta libur?" tanya Widya ramah.

"Ada yang ingin di sampaikan, bu. Boleh?" Sebenarnya Riski tak enak jika harus bersaing dengan Widya, tapi apa boleh buat. Ia tidak mau jika seperti ini terus, ia harus bisa berkembang dan berkembang.

"Boleh, silahkan masuk dulu." Widya sudah menganggap Riski seperti anaknya sendiri. Karena Widya sendiri sampai saat ini tidak memiliki anak, padahal usia pernikahannya sudah sangat lama. Ya, tapi mau bagaimana lagi?

Riski lalu masuk ke dalam rumah Widya dan duduk di sebuah kursi berwarna abu-abu dan Widya yang berada di depannya.

"Mau menyampaikan apa ini?" tanya Widya membuka obrolannya.

"Jadi, saya mau keluar dari pekerjaan ini, bu. Karena habis ini juga masuk ke SMA.." kata Riski, ia sangat pintar memainkan tempo. Ia belum mengatakan kalo ia juga akan membuka usaha sayur.

"Oalah begitu. Iya tidak apa-apa, lagian ibu juga akan ke luar kota ikut suami. Kamu buka lanjutin usaha ini aja sendiri, nggak masalah kok. Sudah banyak yang kenal kamu, kan?"

Ini yang ditunggu-tunggu oleh Riski, perintah sendiri dari Widya. Kalo seperti ini ia tidak merasa bersalah dengan Widya, "Beneran, bu?"

"Iyaa, itu gerobaknya kamu pakai aja. Tapi, kalo sepeda akan di bawa keluar kota juga. Mau gerobaknya?" tawar Widya.

Widya ini merupakan malaikat penyelamat hidup Riski. Beruntung ia bertemu dengan sosok Widya ini.

"Mauu, buuu." jawab Riski bersemangat.

Next chapter