16 TAKUT KEHILANGAN

"Lalu, bagaimana denganmu? kamu harus makan dan minum obat Dean?" ucap Marey merasa sedih tidak bisa membahagiakan Dean selain merepotkannya karena keterbatasannya.

"Kenapa kamu memikirkan itu Marey? aku bisa pesan makanan untuk makan malam kita. Ayo, kita kembali ke kamar." ucap Dean seraya mendorong kursi roda Marey ke arah kamar.

"Seharusnya aku tahu kalau kamu bisa melakukan hal itu Dean?" ucap Marey dengan tersenyum.

"Aku bisa melakukan apa saja untukmu Marey. Kamu tahu pasti itu kan?" ucap Dean seraya membelai rambut Marey dan masuk ke dalam kamar.

"Dean, seharusnya kamu istirahat dan aku yang merawatmu. Tapi kenapa kamu yang repot menjagaku?" ucap Marey merasa kasihan pada Dean.

"Keadaanku sudah lebih baik Marey, dan biarkan aku menyayangimu dan menghabiskan waktuku bersamamu." ucap Dean dengan tatapan memohon.

Kedua mata Marey berkaca-kaca, sangat tersentuh dengan ucapan Dean.

"Aku tidak bisa bilang apa-apa lagi Dean. Kamu tahu dari dulu aku tidak bisa menolak semua yang sudah kamu putuskan. Bahkan saat kamu menjadi Luis, aku masih saja di bawa kendalimu. Aku benar-benar telah jatuh hati padamu." ucap Marey dengan perasaan bahagia yang meluap-luap.

"Marey, seperti apa yang aku inginkan. Apa kamu mau menikah denganku?" tanya Dean dengan tatapan serius.

"Kenapa kamu masih bertanya Dean? tentu saja aku mau menikah denganmu." ucap Marey dengan tersenyum.

"Aku akan membicarakan hal ini pada orang tuaku saat mereka datang dari luar negeri." ucap Dean merasa kebahagiaannya telah lengkap.

"Dean, sudah waktunya kamu makan dan minum obat. Apa kamu sudah memesan makanannya?" tanya Marey mendorong kursi rodanya ke arah meja untuk mengambil segelas air putih dan di berikan pada Dean.

"Aku sudah mengirim pesan pada Jack untuk membelikannya dan membawa ke sini." ucap Dean seraya menerima minuman dari Marey dan meminumnya hingga habis tak tersisa.

"Sekarang berbaringlah Dean, wajahmu masih pucat." ucap Marey masih merasa cemas dengan keadaan Dean.

Tanpa membantah ucap Marey, Dean berbaring di tempat tidur dan menatap Marey yang berada di sampingnya.

"Marey, aku sudah bicara dengan Dokter Chan. Besok pagi dia akan kembali ke Indonesia, aku ingin bicara dengannya tentang keadaan kaki kamu." ucap Dean dengan wajah serius.

"Maksudmu?" tanya Marey dengan tatapan penuh.

"Di saat aku masih hidup, aku ingin kamu bisa berjalan lagi. Aku tidak mau melihatmu tenggelam dalam kesedihan." ucap Dean berharap di saat dia menikah nanti Marey sudah bisa berjalan.

"Tapi... bagaimana aku bisa membayarnya Dean? kalau aku mampu dari dulu aku sudah berniat untuk terapi." ucap Marey dengan perasaan sedih.

"Kenapa kamu memikirkan hal itu Marey? aku akan membantumu, semua harta yang aku miliki tidak ada artinya di banding dirimu." ucap Dean menatap dalam wajah Marey dengan sepenuh hatinya.

Tiba-tiba terdengar suara tangis Marey membuat Dean menjadi cemas.

"Kamu kenapa Marey, apa ada kata-kataku yang salah?" tanya Dean bangun dari tidurnya dan duduk di hadapan Marey yang masih menangis dengan menutup wajahnya.

"Aku....aku minta maaf padamu Dean, sungguh aku telah berbuat tidak adil padamu." ucap Marey mengingat rasa kecewa dan bencinya pada Dean.

"Marey, kamu jangan seperti ini. Aku tidak apa-apa. Bahkan aku merasa bersalah padamu, karena kecerobohanku kamu jadi seperti ini tidak bisa kemana-mana." ucap Dean memeluk Marey agar tidak menangis lagi.

"Aku tidak bisa melupakannya Dean, aku telah membencimu selama bertahun-tahun. Bahkan aku sering mengutukmu." ucap Marey di sela-sela isak tangisnya.

"Marey, cukup... jangan menangis lagi. Kita lupakan hal yang membuat sedih hati kita. Kita harus bahagia Marey. Kalau kamu seperti ini aku semakin bersedih." ucap Dean menangis sambil memeluk Marey.

"Dean.. kenapa kamu menangis juga?" Tanya Marey dengan panik melihat Dean menangis dengan memeluknya.

"Aku takut kehilanganmu Marey, kamu mungkin tidak tahu dalam setiap hariku aku selalu mengingatmu dan aku selalu cemas akan dirimu. Saat Jack menceritakan tentang keadaanmu dan membenciku aku tidak ada keinginan untuk hidup. Tapi aku memikirkan kamu, siapa lagi yang bisa menjagamu selain aku? karena itulah aku bertahan. Aku berusaha untuk sembuh agar bisa pulang untuk bisa menjagamu dan membahagiakanmu." ucap Dean dengan kedua matanya yang merah karena air mata yang di tahannya.

"Maafkan aku Dean, seandainya aku tahu dari awal...aku tidak akan mungkin membencimu. Aku sangat mencintaimu Dean. Aku juga takut kehilanganmu." ucap Marey menangkup wajah Dean dengan air mata berlinang.

"Aku juga mencintaimu Marey." ucap Dean menautkan keningnya pada kening Marey. Hati Dean semakin sedih tidak bisa membayangkan bagaimana hidup Marey setelah kematiannya nanti.

"Berjanjilah padaku Dean, kamu akan bertahan untukku." ucap Marey semakin merasa takut kehilangan Dean yang sudah di vonis hidupnya tidak akan lama lagi.

"Aku akan selalu bertahan untukmu Marey." ucap Dean menenangkan hati Marey agar tidak bersedih lagi.

"Sekarang jangan jangan menangis lagi Rey, aku tahu kamu wanita yang kuat dan keras kepala. Kalau kamu menangis terus aku akan kehilangan senyum cantikmu itu." ucap Dean seraya mengusap air mata Marey yang masih menetes di pipinya.

Marey menganggukkan kepalanya ikut mengusap air matanya dengan perasaan malu karena pujian Dean.

"Tok... Tok... Tok"

Terdengar suara pintu kamar terketuk dan Dean tahu kalau Jack pengawal pribadinya yang datang.

"Masuk saja Jack, pintunya tidak terkunci." ucap Dean sambil menegakkan punggungnya.

"Selamat siang Tuan Dean, ini pesanan anda. Apa ada lagi yang harus aku lakukan?" tanya Jack seraya meletakkan beberapa kotak makanan mewah di tempat tidur Dean.

"Terima kasih Jack, aku bisa minta tolong padamu untuk menjemput Dokter Chan di Bandara besok pagi. Setelah itu kamu ke sini untuk mengantarku ke tempat praktek Dokter Chan." ucap Dean sambil memberi uang pada Jack.

"Terima kasih Tuan Dean, saya permisi dulu." ucap Jack menganggukkan kepalanya pada Dean dan Marey kemudian keluar dari kamar.

"Marey, coba buka makanannya apa kamu suka dengan makanan yang aku pesan?" ucap Dean sambil mendekatkan makanan di hadapan Marey yang duduk di kursi roda di samping tempat tidur.

Dengan penasaran Marey membuka plastik tebal yang berisi beberapa kotak makanan.

"Banyak sekali yang kamu beli Dean, siapa yang menghabiskan makanan sebanyak ini?" ucap Marey beberapa kali menggelengkan kepalanya melihat bermacam makanan yang enak-enak dan itu kesukaannya semua.

"Kamu tahu ini Dean, makanan terakhir yang kita makan sebelum kita kecelakaan." ucap Marey dengan perasaan sedih menatap makanan yang di pegangnya.

"Hem... dan kamu sedang menyuapiku sebelum kecelakaan itu terjadi. Aku terlena oleh perhatianmu hingga tidak fokus pada jalan di depanku." ucap Dean sambil menghela nafas panjang.

avataravatar
Next chapter