17 JUJUR PADA MAX

"Hem... dan kamu sedang menyuapiku sebelum kecelakaan itu terjadi. Aku terlena oleh perhatianmu hingga tidak fokus pada jalan di depanku." ucap Dean sambil menghela nafas panjang.

"Cukup Dean, jangan di ingat lagi hal itu. Cerita lalu akan menjadi kesedihan bagi kita. Sebaiknya kamu makan dan minum obatmu." ucap Marey sambil mengusap lembut wajah Dean. Marey sangat tahu Dean juga mengalami penderitaan yang sama seperti dirinya.

"Kamu benar Marey. Sekarang kita harus makan." ucap Dean seraya mengambil makanannya.

"Biarkan aku menyuapimu Dean." ucap Marey dengan suara pelan sambil mengambil makanan untuk Dean.

Dean tersenyum menatap Marey dengan tatapan yang sangat dalam.

"Terima kasih Marey cantik." ucap Dean sambil membuka mulutnya saat Marey mulai menyuapinya.

Marey hanya tersenyum sambil melanjutkan menyuapi Dean yang tersenyum bahagia.

"Marey...kamu juga harus makan." ucap Dean seraya mengambil makanan dan menyuapi Marey.

"Dean, apa yang kamu lakukan? aku bisa makan sendiri." ucap Marey dengan wajah merah terpaksa mengunyah makanannya j

yang di suapi Dean.

Dean tertawa manis melihat wajah Marey kemerahan karena malu.

"Semakin kita saling menyayangi dan saling perhatian satu sama lain cinta kita akan semakin kuat Marey." ucap Dean dengan tatapannya yang penuh cinta.

Marey menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Dean.

Sambil bercanda dan berbincang santai tak terasa makanan satu kotak habis di makan mereka berdua.

"Dean, makanan masih sebanyak ini siapa yang akan makan Dean?" tanya Marey sambil menutup kembali kotak makanan yang masih banyak tersisa.

"Kamu panggil Max saja Marey, minta pada Max untuk menghabiskan makanan ini bersama teman-temannya." ucap Dean dengan tanpa pikir panjang.

"Apa kamu yakin akan memberikannya pada Max dan teman-temannya?" tanya Marey dengan serius.

Dean menganggukkan kepalanya dengan pasti.

"Tidak apa-apa Marey, kamu jangan mencemaskan aku. Kalau aku lapar ada kamu yang bisa memasak untukku, atau kita bisa pesan lagi." ucap Dean dengan santai.

"Baiklah Dean kalau kamu sudah memikirkan hal itu. Aku tidak ingin kamu lapar tanpa memberitahuku." ucap Marey benar-benar merasa cemas dengan keadaan Dean.

"Walau aku tidak memberitahumu, kamu pasti lebih dulu tahu kapan waktunya aku untuk makan. Benarkan Marey cantik?" ucap Dean dengan senyuman menggoda.

Marey hanya bisa tersenyum dan mencubit hidung Dean dengan perasaan gemas.

"Kamu selalu membuatku malu Dean." ucap Marey kemudian memindahkan semua makanan di atas meja dan mengambil segelas air putih serta obat Dean.

"Minumlah obatmu Dean. Aku mau menghubungi Max dulu." ucap Marey memberikan segelas air putih dan obatnya pada Dean.

Sambil melihat Dean meminum obatnya, Marey menghubungi Max agar segera datang untuk mengambil semua makanan yang ada.

"Bagaimana Marey? Apa Max mau datang ke sini untuk mengambil semua makanan itu?" tanya Dean setelah meminum obatnya.

Marey menganggukkan kepalanya.

"Aku sudah mengatakannya pada Max, dia akan datang. Sekarang sebaiknya kamu istirahat agar keadaanmu cepat pulih." ucap Marey dengan penuh perhatian.

"Hem...aku mau istirahat tapi aku ingin tidur dalam pelukanmu Marey." ucap Dean dengan tatapan penuh harap.

"Dean, kita belum menikah? bagaimana kalau ada yang tahu?" tanya Marey merasa malu.

"Aku hanya tidur dengan memelukmu saja Marey, aku tidak melakukan apapun." ucap Dean dengan wajah memelas.

Marey terdiam sejenak tidak tega melihat wajah Dean yang pucat dan memelas.

"Baiklah, bergeserlah Dean." ucap Marey meminta Dean untuk sedikit bergeser agar memberinya tempat untuk berbaring.

Dean menuruti permintaan Marey dengan menggeser tubuhnya ke kanan.

Dengan perasaan malu, Marey berusaha mengangkat kedua kakinya untuk duduk di tempat tidur.

Setelah duduk di pinggir tempat tidur, Marey berbaring di samping Dean.

Hati Dean merasa bahagia tidak merasa takut sendirian lagi di saat dia harus pergi suatu saat nanti.

Kedua mata Dean terpejam sambil menyandarkan kepalanya di atas dada Marey.

"Belai rambutku Marey, aku ingin tidur dalam belaian dan kasih sayangmu." ucap Dean dengan suara lirih.

Segera Marey melakukan apa yang di minta Dean. Penuh perasaan Marey membelai rambut Dean dalam pelukannya.

"Istirahatlah Dean, aku akan menjagamu." ucap Marey seraya mengecup puncak kepala Dean.

"Hem...." Dean memejamkan matanya merasakan belaian lembut tangan Marey yang membelai rambutnya.

Hingga beberapa saat Marey melihat Dean sudah tertidur pulas dalam pelukannya.

Dengan hati-hati Marey membetulkan posisi tidur Dean agar tidur dengan nyaman.

Tanpa menimbulkan suara Marey berusaha turun dari tempat tidur. Dengan susah payah Marey kembali duduk di atas kursi rodanya.

"Ya Tuhan, sampai kapan aku harus duduk di kursi roda? bagaimana aku bisa menjaga Dean kalau aku masih tetap seperti ini?" tanya Marey dalam hati sambil menatap penuh wajah Dean yang terlihat sangat tampan.

"Dean, aku selalu berdoa untukmu agar kamu bisa bertahan hidup dan akan sembuh seperti dulu lagi." ucap Marey dengan air mata yang sudah menggenang di pipinya.

"Drrrt... Drrrt...Drrrt"

Kepala Marey terangkat saat mendengar ponselnya berbunyi. Marey berpikir yang menghubunginya adalah Max yang akan mengambil makanannya.

Tanpa menjawab panggilan Max, Marey mengambil makanan yang ada di atas meja dan membawanya keluar untuk di berikan pada Max.

"Marey." panggil Max saat melihat Marey keluar dari dalam rumah.

"Maaf Max, aku tidak menjawab panggilanmu karena Luis sedang tidur di dalam kamarnya. Duduklah dulu Max, ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." ucap Marey sambil memberikan makanannya pada Max.

Sambil menerima makanan dari Marey, Max duduk di hadapan Marey.

"Ada apa Marey? Kamu terlihat serius sekali?apa terjadi sesuatu pada Luis?" tanya Max ikut merasa cemas karena beberapa hari terakhir Marey sangat perhatian pada Luis yang sedang sakit.

"Ya Max, aku mau menceritakan tentang Luis padamu." ucap Marey sedikit gugup untuk menceritakan semuanya pada Max.

"Ada apa dengan Luis? apa Luis sakit parah?" tanya Max dengan penasaran karena yang dia tahu Luis hanya sakit karena terlalu capek bekerja.

"Luis memang sakit parah, tapi yang lebih penting lagi. Luis adalah Dean, Dean tidak meninggal Max." ucap Marey kemudian menceritakan semuanya tentang kejadian di masa lalu hingga pada sakitnya Dean yang hanya tinggal beberapa bulan saja.

"Ya Tuhan Marey, sungguh tragis apa yang menimpa Dean. Aku yakin perasaan Dean pasti terluka saat tahu kamu begitu membencinya. Tapi...kamu harus bersyukur Marey, Dean tetap mencintaimu walau keadaannya sekarang memerlukan perhatian penuh darimu." ucap Max ikut bersedih atas keadaan Dean yang sudah di anggapnya sebagai saudaranya.

"Kamu benar Max, hanya kamu yang punya keyakinan kalau Dean tidak mungkin menyakiti hatiku. Kamu selalu percaya penuh pada cinta Dean. Dan kamu tahu penyesalanku sekarang Max? aku tidak bisa berbuat apa-apa dengan keadaanku seperti ini." ucap Marey dengan air mata menetes di pipinya.

avataravatar
Next chapter