1 Tragedi

Malam itu terlihat gadis cantik bernama Anaya menemui laki-laki paruh baya, yang tidak lain adalah ayahnya.

"Ayah ... apa kali ini aku boleh menemui ibu? Aku mohon Ayah ... Bagaimanapun wanita yang Ayah anggap berkhianat itu sudah melahirkanku. Jadi, aku boleh kan ... menemui ibu ...." bujuk Anaya kepada sang Ayah.

"Luka yang ditancapkan ibumu sangat dalam. Sulit untuk memaafkannya. Mungkin Fania juga menjadi wanita liar seperti dia. Wanita hina yang melayani banyak orang."

"Astagfirullah ... Ayah," sahut Anaya tidak terima. 

"Ayah yakin dia tidak berhasil mendidik Fania."

"Kak Fania adalah orang yang tegar Ayah. Aku akan tetap menemui ibu dan kakak. Semoga ayah memaafkanku." Gadis cantik itu pergi meninggalkan ayahnya. Terlihat pria paruh baya itu sedang berpikir. Kejadian masa lalu kembali menghantuinya. Di mana seorang Istri tengah berpelukan dengan temannya sendiri.

Pyarrr!!!

Mendengar itu Anaya segera turun. "Ayah! Stop ... jangan lakukan ini ...." tangis Anaya menjadi, dia memeluk ayahnya.

Melihat tangisan dari putrinya, pria itu kemudian membelai rambutnya. "Temuilah ... minta doanya," ujar ayahnya. Senyum Anaya menghiasi wajahnya. 

"Terima kasih banyak ayah ...."

"Sekarang cepat tidur. Kurang tiga hari kamu menikah." 

Titah sang ayah membuat Anaya sangat bahagia. Anaya tidak sabar ingin segera menemui Kakak dan Ibunya secara dia sudah hampir tujuh tahun tidak bertemu.

*****

Alfito adalah sosok pemuda yang mandiri. Dia pun segera mempersiapkan pernikahannya dengan Anaya. Hari demi hari dipenuhi dengan kegembiraan baginya. Kedua adiknya juga sangat membantu. 

****

Rembulan bersinar sangat terang. 

Sementara di sana gadis bermanik hazel sedang berlari sekuat tenaga. Dia sampai di tengah pintu dan segera masuk, lalu menutup pintu. "Ibu ... heh ... heh ... ayo pergi kita tidak aman." Suara lelah dan ngos-ngosan.

"Fania, Ibu sudah tidak sanggup." wanita paruh baya itu terlihat sangat sangat lemas dan pucat. Gadis cantik itu bernama Fania. Fania kebingungan dia berusaha mencari ide agar dia bisa selamat dari tiga orang yang mengejarnya.

"Ploakkk! Bayar hutangmu kalau tidak kamu bayar aku akan memperkosa mu!" 

Mendengar tamparan tangan itu dari dalam rumah, Fania sangat terkejut saat mengintip. "Anaya ...?!" Fania segera mencari sesuatu untuk memukul para penagih hutang itu. Dengan perasaan yang sangat gugup. Fania membuka pintu. 

"Lepaskan dia, dia saudaraku! Kalian mencariku jangan melampiaskan apa pun kepadanya!" teriak Fania yang tidak terima saudara kembarnya akan dilukai. 

"Wah ... Wah, ternyata kalian kembar. Lagian kalian cantik-cantik kok. Jadi daripada bayar dengan uang, bayar dengan tubuh kalian saja." Pria itu menyandra Anaya. 

Anaya menginjak kakinya dengan sekuat tenaga, lalu menggigit lengannya kemudian melarikan diri. Fania segera meraih tangan adiknya kemudian keduanya lari bersama. Fania melupakan ibunya, Fania menghentikan langkah.

"Aku minta kamu pergi sekarang. Demi keselamatan kamu dan pernikahan kamu. Aku akan baik-baik saja dengan Ibu." Fania melepaskan tangan Anaya lalu kembali. 

Fania menghela napas panjang, kemudian berani maju. "Aku sudah bilang aku akan membayar hutang ku." 

"Ayolah. Sayang ... lagian aku ini masih kuat kok untuk mempuaskan hasratmu."

Fania geram mendengar ucapan pria tua bangka itu. "Dasar laki-laki enggak punya etika. Ingat, kamu sudah punya cucu! Tidak tahu malu!" 

Mendengar ucapan lantang dari Fania. Pria paruh baya itu mengode kedua anak buah dengan kedua jarinya. Melihat dua anak buah yang masuk rumah, Fania semakin marah. 

Buhg!

Buhg!

Fania memukul tanpa ampun kepada laki-laki tua itu. Tiba-tiba lelaki tua itu menangkis kayu balok yang dipegang Fania. Dia mendorong Fania sekuat tenaga. Fania akan terjatuh. Tiba-tiba Anaya menahan tubuh Fania. 

"Kenapa kamu kembali? Cepat pergi! Kenapa?" tanya Fania sangat terkejut.

"Awas!!!" teriak Anaya lalu memutar tubuh Fania.

Bruggg!

Anaya tiba-tiba tergeletak lemah tidak berdaya dengan bersimpah darah. Fania lemas seketika. Dia memangku kepala adiknya dengan deraian air mata. Berusaha terus agar darah tidak keluar dengan melepaskan hijabnya. Gadis ini rela melepas hijabnya demi keselamatan adiknya. Ketika melihat adiknya sudah tidak sanggup untuk membuka mata.

"Kamu harus bertahan. Apa pendapat Ayah, jika kamu tidak selamat. Ayah menyayangimu. Selalu menyayangimu ... hiks est ...."

"Karena kamu sudah berani macam-macam kepadaku. Bahkan kamu berani memukulku. Aku tidak akan membiarkanmu hidup!" Pria paruh baya itu mendekat sambil menunjukkan belati.

'Aku benar-benar lebih baik mati. Ibu ....' Mata gadis itu membulat ketika melihat wanita paruh baya tengah berlari, sambil menahan rasa sakit di perutnya.

"Fania ...."

Jleb! 

Tusukan belati menancap di perut wanita yang melahirkannya.

"Ibu ...!" Tragedi itu membuat Fania menangis tertegun tidak berdaya.

"Ibu ... hik hik hiks. Ibu ...."

"Ayo pergi ...!" seru pelaku itu. Fania tidak berdaya.

"Anaya ...!" teriak seorang laki-laki yang menghampiri mereka. "Anaya ...." Dia mendorong Fania. Fania yang tidak berdaya mendekat ke ibunya dengan dada sesak dan linangan air mata.

"Anaya kamu bertahan ya sayang ...." Pria itu hendak membopong putrinya.

"Ayah ... aku sudah tidak sanggup. Ayah ... heh ... nikahkan. Kakak dengan Alfito," pinta Anaya lirih tak berdaya.

Mendengar itu Ayahnya semakin mendekap putrinya yang lalu mengeluarkan napas terakhir.

"Anaya ... Anaya ...." tangis sendu antara Ayah dan Fania.

"Ibu ... aku tidak punya siapa-siapa ... Ibu ...." Bibirnya bergetar hebat dengan memeluk wanita yang melahirkannya.

"Heh ... heh ... heh ... maafkan Ibu ... membuat, hidupmu sulit. Mas ... Rian ... maaf, dan terimalah putrimu juga ...."

Ucapan Ibu yang terputus-putus Fania semakin terisak, melihat Ibunya tidak lemah bersimpah darah. Laki-laki itu mendengarkannya. "Allah ...."

Napas terakhir sudah terhembus. "Ibu ...." Fania mendekap dan tidak terima. Air mata bercucuran dengan derasnya. Rumah kecil Fania sangat jauh dari rumah tetangga. Jarak satu kilo meter. Rumah kecil itu berada di tengah kebun jagung. 

Ayahnya dan Fania menguburkan dan di bantu beberapa orang desa dari sebrang sungai. 

'Aku akan mencari bukti dan menjebloskan pria tua bangka itu ke penjara,' ujar Fania dalam hati lalu menghapus air matanya. 

*****

Kejadian itu membuat Fania sangat hancur. Sulit untuk menerima kenyataan dan terus meratapi nasibnya. Dia menyalahkan diri sendiri.

Meringkuk tubuh dengan memeluk kedua kakinya. "Ayo ikut Ayah. Jika kamu tidak ingin Ayah semakin membencimu. Ayo ikut ayah ke rumah Ayah dan menggantikan Anaya. Ayah akan menganggapmu menjadi Anaya."

Mendengar itu Fania merasa sangat kesal. 

"Lebih baik aku terbujur kaku di sini dari pada ikut Anda!" seru Fania, Ayahnya tersenyum remeh. 

"Yang salah Ibumu tapi kamu selalu membenci Ayah."

"Aku membenci Ayah, karena Ayah selalu menganggapku sebagai Anaya. Aku sayang dengan Anaya, dia adikku sendiri. Tapi Ayah, heh  ... aku muak."

"Kamu harus menikah dengan Alfito. Apa kamu tidak ingin keadilan? Apa kamu tidak ingin mengungkap kebenaran? Kamu tidak aman di sini. Jadi ayo ikut Ayah sekarang!"

Fania tidak mau di paksa. Ayahnya yang kekar membopong dia dengan paksa. Fania memberontak dan terus bergerak. Rian tetap membawa putrinya secara paksa. 

'Badannya sangat ringan. Apa dia selama ini hidup susah?' 

"Aku tidak mau pinggang Ayah sakit. Turunkan aku. Aku bisa jalan sendiri," ujar Fania. Rian menurunkan putrinya. 

Bersambung. 

avataravatar
Next chapter