19 Dayyan

Setelah selesai mengantar ransel milik Kakaknya, kini Dayyan bilang ke ART untuk pergi ke pondok.

Karena tiba hari di mana Dayyan harus mengikuti lomba baca kitab Fathul Mu'in, dia merasa sangat gugup saat akan maju dan para juri sudah menanti.

'Tangan dingin, keluar keringat rasanya kayak bertemu gadis impian. Dayyan ... ayolah ... huh ... jangan lagi buat malu,' batinnya. Dayyan pun melangkah maju dan mulai membaca kitab secara acak lalu mengartikan.

Dia sangat lancar saat membaca, lalu menerjemahkan, menjelaskan dan menjawab nahwu sorofnya, dengan benar, namun masih harus menunggu dua hari hasilnya.

"Alhamdulillah plong ...." gumamnya senyum sumringah. Matanya terbelalak, terbuka lebar saat melihat seorang nenek yang menyebrang saat keadaan sangat ramai.

Dayyan melangkah panjang, berlari sekuat tenaga dia segera mendekap nenek itu berlari ke pinggir jalan.

"Ya Allah makasih ya Mas, Nenek aku kurang pendengaran, aku suruh diam tapi ... begitulah," ujar gadis itu, lalu menggandeng Neneknya.

"Lain kali harus dijaga ya Mbak," ujar Dayyan pergi dengan ponselnya. Dayyan menepuk dahi. "Aku belum membeli buku untuk nanti sore, hem ... calon Ustadz TPQ semoga lancar Ya Allah." Dayyan.

Untuk adik Alfito satu ini, dia sering menghabiskan waktu di pondok pesantren, menaikan wajah lalu mengusap wajah dengan kedua tangan.

Pemuda berbaju putih tulang pergi kesalah satu toko buku. Untuk membeli beberapa buku pelajaran untuk anak-anak.

"Aku merindu ... ku yakin kau tau." Dia terus bernyanyi.

Entah apa yang terjadi siang itu, Dayyan mulai penasaran dengan orang yang sedang berkerumun, Dayyan pun melihat jam, kemudian dia bergegas dan tidak memperdulikan orang-orang itu.

"Kamu tidak heran? Wanita bercadar yang sedang dimintai tanda tangan itu viral lo, kamu tidak ingin minta tanda tangan?" tanya Ibu berkaca mata, Dayyan menoleh kesana kemari lalu menunjuk ke dirinya.

"Saya Bu?" tanya Dayyan yang masih bingung.

"Iya, kamu, tidak minta tanda tangan ...?" ujar ibu itu setengah bertanya, sontak Dayyan lari, matanya mencoba mencari kesetiap sudut tempat, namun dia tidak melihat dia terlambat.

"Memang bukan jodoh ... kamu adalah awan, cintaku ini kabut yang tidak tersentuh. Harapan yang tinggi kalau tidak bisa dicapai mending menyerah, semampunya saja Dayyan, jangan memaksakan hati. Cukup lupakan dia. Heh ...." Dayyan kembali membeli beberapa buku. Saat berada di dalam toko dia melihat pemandangan di luar toko.

"MasyaAllah ... anak jaman sekarang, dulu aku juga seperti itu tukang malak," gumamnya mengomentari apa yang dilihatnya.

Sisi lain mulai ditunjukkan, dia meletakkan buku itu di kasir. "Bisa masuk UGD," gumamnya, "Mbak nanti saya kemari lagi," ujarnya lalu pergi dengan berlari sedang.

Dua pemuda itu hampir memukul temannya, mereka berada di gang sempit, yang hanya terlihat dari toko di sebrang jalan.

Dayyan menarik kedua bahu dua pemuda itu. "Wih ... sok jagoan ya ...." tegur Dayyan, kedua pemuda itu sangat berani, mereka menghempaskan tangan Dayyan dari bahunya.

"Lo jangan ikut campur ya!" ujar salah satunya, Dayyan malah menggembungkan pipi lalu meniup.

"Huh ... Kalian masih muda lo, lihat tuh ada petugas sedang patroli," jelas Dayyan menunjuk dengan dagu, keduanya terlihat takut dan hendak kabur. "Eis ... buru-buru banget, minta maaf dulu!" titah Dayyan dengan melempar pandangan ke pemuda yang meringkuk tubuh karna takut.

Dua pemuda itu mau memukul, Dayyan menangkis kedua tangan yang hendak memukulnya.

"Aku sudah cukup dewasa lo, kalian masih seragam putih abu-abu. Mau aku teriak atau kalian minta maaf," tegur Dayyan semakin erat menggenggam pergelangan tangan mereka.

"Ampun Mas ... minta maaf ya Di ...." ujar kedua remaja itu.

"Jangan ekting yang tulus dong. Sini ngobrol bentar, nanti aku tlaktir bakso," ujar Dayyan, mereka duduk bersama.

"Maaf ya Di ...." ujar salah satunya.

"Gini, kalian masih sangat muda lo, tidak pantas melakukan itu. Misal adik kalian digitukan, dikasari temannya, apa kalian tetap diam?" tanya Dayyan pelan sambil merangkul dua pemuda itu.

"Tidak Mas, kalau aku marah," jawab salah satunya.

"Jadi ... aku minta tolong, jangan diulangi lagi," tegur Dayyan yang lain hanya merunduk. "Dengarkan aku baik-baik ya. Apa kalian tidak dikasih uang jajan?"

"Dikasih Mas," jawab mereka serempak.

"Lalu kenapa masih malak? Pernah tidak diajari saling meyayangi dan tidak menyakiti? Pasti pernah dong dari TK sampai SMA, pasti sudah diajari hidup sosial, bermasyarakat. Apalagi kalau ngaji, ingat ada dosa, apa kalian tidak takut dicatat Malaikat?" tanya Dayyan memberi pengertian dengan sangat hati-hati.

"Lupa Mas, sibuk dengan game dan pacaran, sudah dikasih uang tapi pacar ingin beli ini itu, malulah Mas kalau lagi bucin tapi tidak mengabulkan apa yang diminta pacar," jawab salah satunya, Dayyan tertawa.

"Hehehe, boleh pacaran, tapi jangan mau dibodohi. Kamu kabulkan semua permintaan, saat dia nikahnya sama orang lain, lalu kalian nyanyi, harusnya aku yang di sana, bercanda. Jangan telalu bucin, kalau diselingkuhi nanti menangis dan putus asa. Hidup kalian masih terbentang jauh ... aku tidak akan menceramahi yang macam-macam. Pacaran silahkan, tapi kalau sampai minta apa-apa yang terlalu berlebihan dan sampai tidak tau kondisi dan situasi, apalagi kalian masih minta uangnya ke Mama Papa, itu namanya kalian diplorotin, hehehe kalau sekedar menlaktir sih tak apa, biar tidak dibilang pelit. Namun kalau sebelum nikah sudah mintanya keterlaluan kalian itu dikibulin," jelas Dayyan mereka mengangguk.

"Mas ini gokil banget, nyaman lo ... ngobrol dengan Mas. Maaf ya Di ...." ujar mereka terlihat sangat menyesal, Dayyan tersenyum.

Plok!

Dayyan menepuk tangan. "Satu lagi, man teman, mencintai wanita itu harus menghargai dengan cara menjaga kesucian dan kehormatan mereka. Pacaran status yang belum resmi, belum seutuhnya dimiliki, cara memiliki yang baik adalah menikahinya, bukan merampas kesuciannya. Oke ... calon Mas, Mas, ganteng ...."

"Sulit Mas, sudah sosor-sororan," jawab salah satunya, Dayyan tertawa.

"Aku memahami situasi kalian, aku juga pernah muda, aku juga pernah melakukannya, namun setelah itu aku membentengi dan ingat, Allah mengawasiku. Okedeh, sudah cukup, jadi saling menghargai ya? Minta maaf tidak berarti salah dan orang lain benar. Minta maaf adalah sesuatu untuk meredam ego yang berlebihan," jelas Dayyan berdiri, merogoh saku lalu memberikan uang tiga ratus ribu.

"Bagi tiga, ingat Allah Maha Melihat," jelasnya memberikan uang lalu kembali ke toko.

'Pembelajaran bagiku. Menghargai seseorang itu sangat penting, aku belum mengerti artinya itu. Berbagi itu memang indah. Ya Allah ... amal baikku masihlah belum cukup untuk menggapai surgaMu,' batinnya lalu menyebrang masuk toko.

"Mbak ambik buku yang tadi ya," pintanya merogoh saku, pelayan kasir memberikan.

"Sudah dibayar wanita bercadar, Mas," jelas orang kasir, Dayyan terkejut dan menoleh kesana-kemari, diapun segera mengambil dan berlari barang kali bisa melihat gadis itu.

Bersambung.

avataravatar
Next chapter