1 Meeting (the Meaning)

((5 tahun sebelumnya))

Tiinn ... tiiinnnnnn ... tiiinnnnnnnnnn...!!

Celine yang saat itu sedang mengendarai motor, selalu menyalip setiap pengguna jalan yang menghalangi jalannya.

Bahkan sejak dari jauh juga, dia sudah membunyikan 'klakson' agar pengendara lain menepi dan memberikan jalan.

"Bawa motor pelan-pelan woy..!! Mau mati, apa?"

"Kalau gak bisa bawa motor, jangan sok-sokan! Kau mau mati, yang lain belum tentu!!"

"Cewek sialan, bosan hidup kau, ya? Bunuh diri jangan di sini!"

Makian selalu menjadi irama di setiap perjalanan bermotor Celine siang itu, yang seakan menganggap bahwa jalan itu adalah milik warisan nenek moyangnya.

"Maaf, yang penting aku sampai tepat waktu. Hemp," ucap Celine, seakan tidak peduli akan maut yang bisa saja merebut nyawanya hari itu juga, jika dia tidak mengurangi kecepatan berkendaranya.

Sesampainya di coffee box, sebuah cafe yang ditentukan sebagai tempat pertemuan hari ini. Dia pun memilih memarkirkan motor di dekat pintu keluar parkir.

Sambil menggerutu 'karena masih kesal akan keputusan dadakan sang manager'. Wanita berambut lurus panjang itu pun berjalan masuk.

"Apa yang dipikirkan bu Susan, sampai-sampai aku yang harus menggantikannya meeting hari ini. Malah perusahaan TO Brand itu sangat bermasalah, belum lagi 'produk' yang tidak jalan di pasaran, 'sales' yang tak pernah growth. Jangankan untuk growth, terus berada di grafik itu pun tidak, yang ada selalu turun. Ditambah PO-nya yang berantakan," gerutu Celine, "benar-benar tidak bisa diselamatkan! Membuatku akan semakin gila saja!" Celine menyentuh keningnya yang tidak sebenarnya tidak sakit.

Apakah orang itu sudah sampai, batin Celine. Bola mata berwarna grey miliknya, menyelidik ke segala ruangan cafe.

PLATAK!

Celine memukul kepalanya sendiri.

"Betapa bodohnya kau Celine, kalaupun dia sudah datang, apa kau bisa langsung mengenalinya? Sekarang yang paling penting adalah mencari tempat duduk, dan melihat ponsel. Kali aja dia sudah sejak tadi menghubungi tapi tidak kujawab."

Gadis bertubuh ramping dengan kaki jenjang itu pun memilih untuk mengambil tempat duduk di lantai 2, meja yang paling pinggir. Tujuannya agar bisa langsung melihat kericuhan kota metropolitan yang tidak pandang waktu, ramainya tidak akan berkurang.

Celine merogoh isi hand bag yang dia bawa, dan mengambil benda persegi panjang kecil dari dalam.

Text yang tadi saja belum di balas. Oh, batin Celine.

Dia sangat kesal mengingat bagaimana caranya berjuang hingga sampai ke tempat ini tepat waktu.

"Padahal aku sudah 'ngebut' biar gak terlambat, dia malah seenaknya terlambat. Benar-benar tidak kompeten! Pantas saja produknya tidak jalan, yang punya produk pun begini tingkahanya," cibir Celine.

"Jangan suka berbicara sendiri mbak, nanti dikira-" Pelayan pria itu pun terpaksa menghentikan perkataan begitu melihat ekspresi Celine yang seakan-akan siap menghantam.

Sambil tersenyum, untuk menghilangkan kecanggungan, sipelayan pria bertanya, "Mbak mau pesan apa?"

Celine mengambil buku menu. "Saya mau coffee latte art tulip," jawab Celine sambil menyerahkan buku menu itu, tidak lupa sambil tersenyum. Ia sedikit merasa bersalah karena sudah menatap kasar di awal.

30 menit berlalu, balasan text dari pria yang akan ditemui tak kunjung datang.

"Dia niat gak sih," omel Celine.

Di luar sadarnya, ia menekan tombol panggil yang ada di layar ponsel. Dan hanya dengan sekali dering, panggilan itu langsung terhubung.

-On Phone Call-

Suplier : "5 menit lagi saya akan sampai. Ibu duduk di meja nomor berapa?"

Celine : "Di meja 31F, lantai dua."

*tut* Panggilan ditutup sepihak setelah Celine mengucapkan keberadaannya.

"Dasar lelaki sialan! Sudah terlambat tapi malah seenaknya mematikan telepon. Lihat aja kalau sampai 5 menit lagi kau gak datang juga, silakan meeting sendiri!!" umpat Celine sambil menunjuk-nunjuk ponsel yang dibalut dengan case berwarna ungu biru itu. Seakan-akan objek yang dimarahinya ada di dalam benda kecil persegi panjang itu.

Tik tik tik ...!

"Waktunya tinggal kurang dari 1 menit lagi, tetapi batang hidung orang itu pun tidak kunjung nampak!" cibir Celine.

"Apakah Ibu pernah mendengar, ada batang hidung yang nampak tanpa ada orangnya?"

Bunyi suara yang sangat dadakan itu berhasil membuat Celine terkejut, dan bahkan dia hampir menjatuhkan coffee spoon miliknya.

"Maaf, saya berbicara tiba-tiba, sampai-sampai Ibu terkejut seperti ini." Pria itu menebarkan senyum.

Celine memperhatikan pria yang berbicara dengannya, dari atas hingga kaki. Sekaan ingin mengabsen setiap sisi pria itu dengan mata hitam pekatnya.

Gleg!!

Pria berambut Bowl Cut hitam, dengan alis yang tebal serta mata sipit berwarna coklat yang ditutupi oleh lensa, juga bibir tipis kecil yang mempermanis senyum pria itu. Dada bidang yang ditutupi oleh kemeja biru langit yang soft, serta dasi dengan warna senada menggantung rapi di leher, lengkap dengan penjepitnya. Celana formal berwarna grey berjenis flat front (datar tanpa lipit) membuat tampilan pria itu menjadi sangat rapi. Serta sepatu dan belt yang seakan disengaja dipakai dengan warna senada.

DEG!!

Sial!! Kenapa dia tampan sekali? Apa dia sengaja berkemas dulu sebelum datang ke sini? Apa dia tahu, dia akan bertemu denganku di sini? Oh, batin Celine.

DIA TAMPAN JUGA SINGLE perkataan Susan tadi terdengar kembali di telinga Celine.

Yah bu Susan memang benar, lelaki ini terlalu tampan,' batin Celine, membenarkan perkataan sang manager.

Mungkin karena Celine menyukai pria yang rapi, jadi dia merasa bahwa pria itu sangat tampan. Padahal, tidak kalah jauh lebih tampan kok artis dan boysband Korea.

"Ehem...!!!" Pria bermata sipit itu berdeham. "Apa saya bisa duduk? Atau kamu masih harus menatapku sekali lagi?"

Deg!

A-apa? Kenapa dia tahu kalau aku memperhatikannya sejak tadi? Oh habislah aku, aku telah melanggar etika perusahaanku, pikir Celine.

Dengan cepat ia pun berdiri. "Silahkan duduk Pak," tawar Celine formal.

"Maaf telah membuatmu menunggu, tadi ada kendala di jalan, saat saya hendak mau ke sini," jelas si suplier, dan sekali lagi dia tersenyum dengan manis lalu duduk.

Jangankan hanya menunggu 30 menit, seumur hidup pun aku rela menunggumu, batin Celine lagi.

Jeddeerrrr....!!! Suara gemuruh petir pun tiba-tiba menggelar.

"Cuaca hari ini sangat cerah, kenapa ada gemuruh?" tanya Celine tanpa ekspresi, karena memang dia sangat takut dengan petir.

"Mungkin ada seseorang yang sedang mengucapkan sumpah serapah, dan semesta mencatatanya," duga si supplier, lalu melihat ke arah Celine.

"Heuh?"

Celine tercengang mendengar apa yang dilontarkan pria itu.

"Ck! Kenapa Bapak menatapku seperti itu?" Celine menjadi kikuk.

"Tidak. Saya hanya sedang memastikan sesuatu. Bukan Ibu kan, yang sedang mengucapkan sumpah serapah tadi? Langit mencatatnya loh ya!"

"Omong kosong!" sanggah Celine cepat.

"Hemp, bagus deh kalau bukan Ibu." Supplier itu membuka laptop. "Oh iya, apa Ibu tidak berencana memperkenalkan diri?" tanyanya.

"Eh ... maaf atas ketidaksopanan saya," ucap Celine kikuk, ia menyondorkan tangannya. "Saya Celine, staf yang menggantikan bu Susan bertemu dengan Bapak hari ini, dikarenakan beliau ada urusan yang mendadak."

Sebisa mungkin Celine moncoba untuk mengendalikan ketakutan yang membuatnya terlihat sangat gugup.

Bagaimana tidak, ia masih tergolong sebagai karyawan baru, yang baru saja menyelesaikan masa magang 2 bulan lalu. Selama ini, dia tidak pernah bertemu suplier secara langsung, pasti akan selalu ada Leaders atau Susan yang bersamanya. Mereka yang akan meng-handle bagian ini, Celine hanya akan membantu mempersiapkan segala keperluan untuk itu.

"Bu Celine, kenapa terlihat sangat gugup? Saya tidak makan orang loh ya!"

Seerrrrr! Darah Celine mendidih.

Apa-apaan pria ini, batin Celine cemberut.

avataravatar
Next chapter