6 Selamat Sore

Tak tau apa yang ada di kepala Clara, dia terlalu rindu dengan guru ganteng pujaan hatinya. Belakangan ini pria itu seperti tengah menjauhi Clara. Tepatnya... Setelah kejadian sore hari di saat hujan deras beberapa hari yang lalu. Kejadian yang membuat Clara melambung dalam angan angan indahnya.

Sayang sekali, Kenapa kini Clara begitu yakin bahwa dirinya sedang dihindari? Itu karena pak Frans menunjukkan tingkah yang tidak biasa pada saat ekstrakurikuler!

Pria itu terus-terusan membatasi pembicaraannya dengan Clara... Bibirnya lebih sering terkatup dan bola matanya menghindari tatapan Clara.

Berkat hal itu sekarang kepala Clara terasa kosong, Ia hanya bisa mengikuti naluri kaki yang berjalan pelan menyusuri jalanan di area belakang gedung-gedung apartmentnya.

Di balik gedung gedung apartment itu terdapat perumahan kelas menengah sampai kelas atas.

Jalanan yang ada di situ terasa asri dengan pohon pohon palem tinggi dan berbagai macam bunga berjajar menghiasi jalanan sehingga terlihat hijau segar. Tanpa terasa langkah kakinya sudah membawanya di depan sebuah rumah dengan halaman yang tidak begitu luas, sebuah taman kecil yang terlihat indah dan rapi menghiasi halaman rumah itu. Clara berhenti di depan pintu, dan mengetuknya. Sementara tangan kirinya menenteng sebuah paper bag kecil warna biru.

Pintu itu di buka dari dalam, seorang wanita hamil menyambutnya dengan wajah agak keheranan.

" Selamat sore.." sapa Clara.

" Sore.. Mmm Adik mau cari siapa ya..? tanya wanita itu dengan ramah.

" Saya Clara. Ini benar rumahnya pak Frans kan..? "

" Iya benar. Ada perlu apa ya?"

Clara memandangi wanita itu tanpa berkedip.

Pandangan yang begitu lurus dengan bercak cahaya kecil. Semakin lama pandangan itu mengganggu orang yang di tatapnya.

" Oh iya, saya Sheyla, istri pak Frans. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu lagi sambil menyembunyikan perasaan risihnya.

" I... Iya, saya muridnya pak Frans, ada perlu sedikit." jawab Clara cepat, matanya masih memandangi wajah Sheyla tanpa berkedip.

" Oh, muridnya pak Frans. Ayuk masuklah dulu, pak Frans masih belum pulang, tunggu saja di dalam, biasanya jam segini sebentar lagi dia pulang."

Sheyla mempersilahkan Clara masuk dengan senyum khasnya yang ramah. Clara mengikutinya dari belakang dan duduk di salah satu ujung sofa di ruang tamu setelah di persilahkan duduk oleh Sheyla.

" Sebentar ya, Clara duduk dulu, saya buatkan teh."

Entah mengapa Clara seperti tersihir dan hanya menganggukkan kepalanya saja mengiyakan tawaran Sheyla tanpa berkata apa apa.

Sheyla berjalan masuk menuju dapur meninggalkan Clara duduk sendirian di ruang tamu.

Sunyi... Hanya terdengar suara gemerisik antara ranting dan dedaunan yang tertiup angin di luar rumah.

Mata bulat Clara perlahan mulai berkeliling menyapu semua isi ruangan tempat Ia berada. Sedikit-sedikit kelopak mata yang melengkung sempurna itu bergetar.

Ruang tamu ini kecil dengan penataan yang tepat sehingga terasa nyaman. Ada bunga bunga plastik yang dirangkai di dalam vas tinggi yang mempermanis setiap sudut ruangan.

Mata Clara terhenti pada dinding di ujung ruangan sebelah kiri. Dadanya berdetak lebih kencang dari biasanya, di sana terlihat tiga buah foto berukuran cukup besar tergantung di atas dinding. Sebuah foto pernikahan, foto keluarga dan sebuah foto seorang gadis cilik yang wajahnya mirip sekali dengan Frans.

Clara bangkit dari tempat duduknya dengan kaku, lalu dia berjalan pelan ke arah foto foto tersebut. Kepalanya mendongak ke atas, tangannya tanpa sadar agak gemetar terangkat ke atas, meraba foto pernikahan yang di hiasi oleh senyuman bahagia Frans dan Sheyla.

Mata indahnya terlihat memerah sedikit berkaca. Bibirnya bergerak gerak seperti mengatakan sesuatu tapi tanpa suara.

Matanya terpejam beberapa saat, debar jantungnya semakin cepat sampai dia sendiri bisa mendengarkan setiap denyutannya. Masih sambil terpejam dia mengambil nafas panjang berulang ulang berusaha menenangkan laju jantungnya yang begitu cepat.

Dan entah mengapa ketika dia perlahan membuka matanya, tersirat sebuah senyuman aneh di bibir mungilnya. Kini terlihat jelas sorot matanya begitu dingin memandangi foto yang tergantung di sana sambil masih tersenyum tipis dan berbisik lirih,

"Sayang... Aku datang..."

avataravatar
Next chapter