32 Pisahkan Mereka

Siang hari yang panas, Frans mengendarai mobilnya menuju ke sebuah restoran yang lumayan terkenal di kota itu. Dia tadi di telepon oleh Leon dan menyetujui ajakan Leon untuk makan siang bersama, karena bisa di bilang sudah bertahun-tahun mereka tidak pernah meluangkan waktu untuk mengobrol berdua saja meskipun mereka tinggal satu kota. Apalagi semenjak pernikahan Leon dan Clara, Frans dan Leon seperti enggan untuk bertemu satu sama lain.

Setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan restoran itu, Frans berjalan memasuki restoran yang terlihat ramai di jam-jam sekarang, dia mengedarkan pandangan mencari-cari sosok Leon. Dan di lihatnya Leon sedang duduk di meja ujung bagian kiri ruangan di barisan pertama paling depan jadi dengan mudah Frans bisa melihatnya. Restoran semi VIP itu memang menempatkan sekat papan kayu berukir setinggi satu setengah meter antara tiap baris meja untuk memberikan privasi pada pengunjungnya agar bisa makan lebih tenang tanpa merasa terganggu oleh pengunjung yang lain.

Leon melambaikan tangannya ke arah Frans sambil tersenyum lebar. Franspun berjalan menghampiri meja di mana Leon sedang duduk, mereka berdua saling menempelkan kepalan tangan kanan mereka sebagai ganti dari bersalaman, kebiasaan lama yang mereka lakukan sejak dulu jika mereka berdua bertemu.

Frans dan Leon duduk berhadapan, dan saling menanyakan kabar mereka masing-masing. Setelah makanan yang mereka pesan datang, mereka berdua menikmati makan siang mereka sambil tidak berhenti mengobrol.

Di tengah-tengah obrolan mereka yang menyinggung soal kesibukan Frans saat ini setelah mengambil pensiun dini, ada sesuatu yang membuat wajah Leon terkejut dan terlihat sedang berpikir keras untuk menanyakan serta membahas sesuatu yang dia sangat hindari sejak dulu.

Leon meletakkan sendok di atas piring kosong setelah dia menyelesaikan suapan terakhirnya, lalu tangannya meraih gelas berisi juice dan menghabiskan separoh isinya. Frans juga sudah selesai dengan makanannya.

Dengan berusaha setenang mungkin Leon bertanya pada Frans, sementara dadanya berdetak lebih kencang.

"Kak Frans.. Eng.. Aku lupa nama adiknya Monic siapa ya..?"

"Bukan lupa, tapi memang kita tidak pernah ada kesempatan membicarakannya."

Kata Frans dengan di barengi oleh tawa hambar mereka berdua, karena mereka masing-masing seperti di ingatkan betapa jauhnya mereka sekarang.

"Hehe..iya.. Kita semakin tua semakin sibuk dengan kegiatan kita masing-masing.." Leon menimpali dengan nada canggung.

"Aneh.. Kenapa setelah belasan tahun kamu baru menanyakan soal Fellya. Kami biasa memanggilnya Felly. Dia sudah lulus kelas tiga SMA sekarang, tinggal menunggu penerimaan ijasahnya saja."

Setelah kalimat Frans di akhiri, Leon tanpa sadar tersedak salivanya sendiri sampai dia terbatuk-batuk. Buru-buru diminumnya sisa juice di gelasnya sampai tandas.

Frans merasa heran dengan sikap Leon yang tidak biasa, namun Frans tidak mau mengambil kesimpulan apapun dari sikap Leon hari ini.

Saat Leon sudah bisa menata hatinya, dia menceritakan pada Frans tentang hubungan asmara antara Felly dan Lerry yang seharusnya tidak boleh terjadi. Dengan sangat berat hati karena sudut hatinya yang tentu saja menyimpan rasa ego seorang lelaki, Leon harus menyinggung soal Lerry yang berdarah sama dengan Felly, secara tidak langsung Leon terpaksa untuk mengakui jika Lerry bukanlah darah dagingnya sendiri.

Beberapa saat Frans dan Leon hanya terdiam karena bemacam rasa yang berkecamuk dalam hati mereka.

"Aku... Aku akan berusaha memaksa Felly untuk meninggalkan Lerry, dan kamu juga lakukanlah hal sama pada Lerry." Frans terdiam lagi sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya dengan suara setengah berbisik, "Tapi, sebaiknya demi kebaikan mereka jangan ceritakan pada anak-anak itu tentang alasan yang sebenarnya."

Mendengar kalimat Frans, bibir Leon tersenyum masam.

"Demi kebaikan mereka atau demi kebaikan kak Frans sendiri? Tapi aku juga tidak punya pilihan lain selain menuruti saranmu, aku tidak mau jika kak Sheyla terluka lagi."

Pembicaraan Frans dan Leon yang panjang akhirnya menemukan suatu titik kesepakatan, hingga mereka keluar bersama-sama untuk meninggalkan restoran itu.

Tanpa Frans dan Leon sadari, di meja belakang mereka yang hanya di batasi kayu tipis itu, duduk sekelompok pemuda umur belasan tahun yang sedang berkumpul merencanakan acara tour perpisahan sekolah.

Namun salah satu dari pemuda yang duduk di meja itu, terlihat lebih banyak tediam sejak tadi, karena telinga dan pikirannya terfokus pada suara dan pembicaraan dua orang lelaki dewasa dari meja di balik pembatas kayu berukir itu. Yang pasti karena awalnya dia merasa sangat mengenali salah satu suara dari dua orang lalaki tadi, dan berlanjut dengan rasa penasarannya untuk mencuri dengar pembicaraan mereka, hingga akhirnya pemuda tampan itu hanya bisa terduduk lemas di kursinya, kedua kakinya terasa kebas seperti sedang tidak berpijak di bumi.

avataravatar