webnovel

Akhirnya

- Akhirnya -

"Rey, apa kita bisa seperti ini terus?"

Reyn sedikit tidak mengerti dengan perkataan Riandra.

"Aku mau kita bisa terus bersama-sama. Sampai kapan pun. Karena, aku cinta sama kamu."

Reyn merenung.

"Aku gak bisa jamin, kalo aku bakalan jatuh cinta sama kamu. Tapi, kamu bisa terus mencobanya. Dan jika itu terjadi, aku akan langsung menyatakannya sama kamu."

"Kalo suatu saat nanti, ada orang lain yang bisa bikin kamu jatuh cinta. Apa yang harus aku lakuin?"

"Kamu boleh membenciku, menjauhiku dan melupakanku. Atau apa pun terserah kamu. Asal jangan biarkan hatimu terluka."

"Itu gak mungkin, Rey. Hatiku pasti sakit."

"Maka izinkan aku untuk menyembuhkannya."

Riandra bingung.

"Dengan cara?"

"Kamu akan terus punya hak atas aku, sebagai teman masa kecilmu. Teman sejati, meski tak sehati."

Reyn dan Riandra saling berpelukan.

***

Reyn tersenyum ke arah Riandra, dibalas oleh Riandra. Lalu, Reyn berdiri dan berlalu dari hadapannya.

Anita langsung menghampiri Riandra dan duduk di sebelahnya. Ketika Reyn sudah berlalu.

"Ri, kenapa kalian malah diam-diaman saat lo habis bilang kalo Rey jahat sama lo? Terus, kenapa lo malah senyum-senyum kayak gitu?"

"Ada, deh."

Riandra tidak memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada Anita.

Anita merasa aneh dengan sikap Riandra.

"Aneh banget, sih, lo."

Anita menempelkan punggung tangannya ke kening Riandra.

"Tunggu, jangan-jangan lo..."

Riandra menghempaskan tangan Anita dari keningnya.

"Apaan, sih? Gue masih waras, tau."

"Habisnya, sikap lo kayak orang stres, sih."

Anita ketus. Lalu, memasang muka kesal. Sedangkan, Riandra malah tertawa melihat tingkahnya tersebut.

***

Riandra menunggu Reyn di balkon lantai dua rumahnya. Sembari memandangi hamparan sawah yang hijau.

Reyn datang dan langsung menyapa Riandra. Serta berdiri di sebelahnya sembari memandang ke arah yang sama.

"Hey!"

"Hai."

Sejenak mereka terus memandangi hamparan sawah tersebut. Lalu, tiba-tiba mereka berbicara hampir berbarengan.

"Rey,"

"Ri,"

Mereka sedikit tergelak tawa. Kemudian, Reyn memberi kesempatan Riandra untuk bicara lebih dulu.

"Kamu duluan."

"Sebelumnya kita udah sepakat soal perasaan kita. Dan ternyata, orang lain yang kamu pilih."

Reyn termenung sejenak.

"Aku Cuma ingin tau aja. Apa yang bikin kamu mudah jatuh cinta sama dia dibanding sama aku?"

Reyn menghela nafas sejenak.

"Aku sendiri juga gak tau, kenapa perasaan ini timbul sama dia."

Reyn merubah posisinya jadi bersandar di pagar balkon.

"Dia, tanpa kusadari sebelumnya, udah bikin aku semangat lagi. Dengan cara bersaing buat ngebuktiin, siapa yang terpintar di kelas. Sehingga aku punya alasan untuk kembali belajar dengan giat. Namun, aku kalah dan aku salut padanya."

Tiba-tiba Riandra meneteskan air mata. Bahagia bercampur sedih.

"Dan setelah itu, aku mulai suka padanya. Dari senyumnya, cara bicaranya, bikin aku kagum padanya."

Seketika Riandra menghapus air matanya ketika Reyn melihat ke arahnya.

Reyn memegang tangan Riandra dan menghentikan aktivitasnya. Riandra sedikit terkejut dibuatnya.

"Udah, gak usah dihapus. Keluarin semuanya, biar kamu merasa lega."

Riandra langsung menangis dan memeluk Reyn begitu erat. Reyn mengusap punggungnya.

"Aku minta maaf. Karena, sebelum peristiwa pahit itu, aku sempat suka sama kamu. Tapi, tiba-tiba perasaan itu hilang. Hilang entah ke mana, bersama semangat dan keceriaanku yang dulu."

Riandra masih terus menangis. Dalam pelukannya, Riandra seakan merasakan kekosongan tersebut di hati Reyn. Dan kini hati Reyn sudah tak lagi untuknya. Tangisannya pun semakin menjadi.

Reyn juga ikut meneteskan air mata. Bersalah atas apa yang terjadi padan Riandra.

Setelah beberapa saat tangisan Riandra mereda. Lalu, tiba-tiba hujan turun. Tidak begitu deras. Reyn melepaskan pelukan Riandra, lalu menghapus air matanya.

Riandra mengulas senyuman ketika tangan Reyn menyentuh lembut area mata dan pipinya.

"Kau tau, kenapa hujan turun?"

"Apa?"

"Karena, beban yang dibawa awan sudah terlalu berat. Maka, ia tumpahkan semuanya. Dan nantinya setelah hujan berakhir, ia bisa memancarkan pelangi."

Riandra semakin tersenyum lebar.

"Sekarang, aku yakin beban kamu juga hilang seiring kau menangis. Dan kamu bisa jadi pelangi."

"Kamu benar, aku memang sakit hati. Karena, gak bisa milikin kamu. Tapi, gak separah yang aku kira. Karena, kita masih bisa jadi teman."

Riandra mengulurkan jari kelingkingnya.

"Teman sejati."

Reyn juga melakukan hal yang sama. Lalu, mereka saling menautkan jari kelingking mereka. Dan saling melempar senyuman penuh ketulusan.

Setelah itu, mereka melepaskan tautan jari kelingking mereka.

Riandra menghembuskan nafas lega.

"Akhirnya, aku berhenti juga buat ngejar kamu. Cape."

Reyn hanya mengusap rambut Riandra dengan gemas.

"Oh iya, kamu kapan mau nembak dia?"

Reyn berpikir.

***

Elena berusaha untuk tidak memikirkan Reyn. Namun, malah semakin terpikirkan. Sehingga ia tidak fokus dalam menulis pelajarannya.

"Kok, jadi nulis ini, sih?" Kesal Elena.

"Lo kenapa, sih? Tiba-tiba kesel kayak gitu?"

Elena cepat-cepat menutup tulisan yang salah ia tulis tersebut.

"Nggak, kenapa-napa, kok. Cuma salah nulis aja."

"Oh."

Saly kembali fokus melihat ke depan.

Yang Elena salah tulis adalah "Reyn, aku suka sama kamu." Harusnya yang ia tulis adalah "Rudi suka memainkan game di ponsel."

Ia pun menimpa tulisan tersebut dengan tip-x dan menuliskan kalimat yang benar.

***

Elena kembali berusaha untuk berhenti memikirkan Reyn. Namun, malah kecemasan yang ia dera sekarang.

"El, lo kenapa? Kayak yang gelisah gitu lo."

"Emm..."

Awalnya Elena malu untuk memberitahu Saly bahwa ia sedang berusaha untuk tidak memikirkan Reyn. Namun, akhirnya ia bercerita kepada Saly.

"Gue gak bisa nyingkirin Rey dari pikiran gue."

Saly tidak begitu terkejut ketika Elena berbicara seperti itu.

"Akhirnya, lo jatuh cinta juga sama Rey."

"Lo gak marah sama gue?"

"Gue emang udah peringatin lo. Tapi, gue gak ngelarang lo buat jatuh cinta sama dia."

Elena sedikit merasa lega.

"Gue peringatin lo, karena gue gak mau perasaan lo itu bertepuk sebelah tangan. Ya, secara Rey sama Riandra udah sangat deket banget dari kecil."

"Bukannya lo bilang kalo mereka gak pacaran?"

"Apa salahnya kalo waspada? Biar gak kejadian hal yang gak kita inginkan."

"Lo bener juga."

Elena termenung.

"Kayaknya, perasaan gue ini bakalan bertepuk sebelah tangan."

Saly merangkul Elena dan memberinya semangat.

"Yang sabar aja, semua bakal baik-baik aja, kok."

Elena melihat ke arah Saly dan tersenyum padanya.

***

Seorang Guru keluar dari kelas Reyn, disusul oleh siswa-siswi yang lain. Termasuk Reyn dan teman-temannya.

"Kita main game apa entar di Rental?"

"Biasa, main bola."

Evan sedikit tidak senang dengan pilihan Reyn.

"Jangan bola mulu, dah, bosen gue."

"Ya, terus apa? Gue Cuma bisanya main itu."

"Kita liat aja nanti."

Elena keluar kelas bersama Saly.

"Udah, kalo lo terus-terusan nyoba buat ngelupain dia. Lo malah makin nginget dia terus. Biarin aja pikiran lo mengalir."

Elena mengangguk.

"Elena!"

Riandra memanggilnya dari arah belakang. Lalu, mereka berdua berbalik menghadap ke arah Riandra.

"Gue bisa ngomong sebentar sama lo, gak?"

Elena dan Saly saling bertatapan. Saly mengangguk.

"Ok."

"Ya udah, lo ikut gue dulu."

Tangan Elena ditarik oleh Riandra. Agar ikut bersamanya. Sedangkan, Saly harap-harap cemas dengan apa yang akan mereka bicarakan.

***

Mereka berhenti di sebuah kelas yang sudah kosong. Riandra melepaskan genggamannya dari tangan Elena.

"Gue mau bicara jujur sama lo."

Elena menatap Riandra dengan perasaan bersalah.

"Rey itu cinta masa kecil gue. Impian gue. Dan kami sudah sangat deket. Tapi, semenjak ada lo..."

Elena sudah menduga bahwa Riandra akan memperingatinya.

"Dia jadi keliatan deket sama lo. Dan lo juga begitu. Apa lo suka sama dia? Jawab jujur."

Elena memilih untuk meminta maaf dan mulai bersedih.

"Gue minta maaf, udah ngeganggu hubungan lo berdua."

"Gak usah minta maaf. Jawab aja pertanyaan gue. Lo suka atau nggak?"

Riandra mencoba sedikit tegas.

Elena berhenti terisak.

"Iya, gue suka sama dia. Tapi, gue janji..."

"Lo harus cintai dia sepenuh hati lo."

Elena terkejut dan terdiam setelah mendengar pernyataan dari Riandra tersebut.

"Rey sama gue udah saling terbuka soal perasaan kami masing-masing. Dan, ya, dia milih lo."

"Tapi, lo pasti..."

"Udah, gak usah kasihani gue. Gue baik-baik aja. Meski, ya, banyak luka di hati gue."

Riandra sedikit merenung. Lalu, kembali tersenyum. Berusaha tegar.

Riandra memeluk Elena. Elena tampak tidak menyangka ini akan terjadi.

"Selamat, ya! Gue yakin, kalian emang berjodoh."

Elena membalas pelukan Riandra dan berterima kasih padanya.

"Makasih!"

Riandra melepaskan pelukannya.

"Gak masalah."

Lalu, Riandra berpamitan.

"Gue duluan, ya. Dah!"

Riandra melambaikan tangannya seraya berlalu.

Elena tersenyum bahagia dan salut kepada Riandra.

***

Elena berjalan melewati gerbang seraya kebahagiaan memancar dari wajahnya. Lalu, tiba-tiba senyumnya memudar saat mendengar bisik-bisik kakak kelas yang ia lewati.

"Oh, itu orangnya. Ih, gak banget, deh."

"Gue bilang apa. Cantikan Riandra daripada dia."

"Mana pendek, lagi. Kok, Rey bisa suka sama dia, sih?"

Elena menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak ingin meladeni orang-orang seperti itu. Ia pun kembali berjalan.

Next chapter