6 HUKUM ADAT DESA KUNJANG (1)

Hafiz terduduk lemas di kursi depan setelah mendengar semua cerita dari Abah Husnan ayahnya.

"Ini semua salahku Abah, seandainya aku tidak membawa Dek Fazrani kemari..hal ini tidak akan terjadi." ucap Hafiz dengan suara lirih penuh dengan penyesalan.

"Sudah Hafiz, ini mungkin sudah takdir Allah, jadi kamu harus kuat dan bersabar kasihan Fazrani kalau kamu bersedih seperti ini." ucap Husnan dengan hati yang mulai tenang.

"Di mana Dek Fazrani sekarang Bah?" tanya Hafiz dengan hati sedih.

"Ada di kamar bersama Bunda kamu dan Laila, Laila tidak mau pergi sebelum Fazrani memaafkan Allam." ucap Husnan yang tidak habis pikir kenapa Allam sampai berbuat nekat seperti itu.

"Ummi seharusnya tidak melakukannya, hal itu akan membuat Dek Fazrani semakin ada beban, seiring waktu nanti Dek Fazrani pasti akan memaafkan Allam. Dan Biar hukum adat yang memberikan hukuman pada Allam." ucap Hafiz seraya menekan salah satu pelipisnya.

"Apa yang kamu katakan benar Nak, biar hukum adat yang bicara atas kesalahan Allam." ucap Husnan bersyukur Hafiz masih bisa berpikir jernih.

"Jam berapa sidang hukum adatnya di mulai Bah?" tanya Hafiz masih merasa tidak percaya dengan apa yang telah terjadi.

"Kurang setengah jam lagi, Tetua sudah ada di sana dengan Affandi dan Allam, kita bisa berangkat sekarang." ucap Abah Husnan yang menjadi wakil Tetua.

"Abah berangkat saja dulu, biar aku berangkat bersama dengan Dek Fazrani, Bunda dan Ummi." ucap Hafiz yang bertekad tidak akan meninggalkan Fazrani sendirian.

"Baiklah Nak, Assalamualaikum." ucap Husnan kemudian keluar halaman.

"Waalaikumsallam." jawab Hafiz seraya menghela nafas panjang, tidak bisa membayangkan bagaimana Allam akan menjalani hukuman lima puluh cambukan, belum lagi menjalani hukuman tobat dengan di pasung selama tiga hari hanya makan saat saur dan berbuka saja.

"Hafiz, masuklah Nak.. Fazrani tidak mau datang ke sidang hukum adat, tolong bisa bujuk dia agar Allam mendapatkan hukuman sesuai dengan apa yang di lakukannya." ucap Habibah tidak perduli ada Laila di sampingnya.

"Maaf Laila, kesalahan Allam saat ini sudah di luar batas, aku sendiri tidak bisa memaafkan Allam yang telah tega menodai Fazrani." ucap Habibah yang bersahabat baik dengan Laila.

"Aku mengerti Bibah, memang kesalahan Allam sudah tidak bisa di maafkan lagi, aku sendiri malu mempunyai anak seperti dia." ucap Laila pelan dengan perasaan malu.

Hafiz masuk ke dalam kamar Humairah yang sekarang di tempati Fazrani menangis seorang diri.

"Dek Fazrani, jangan menangis lagi.. melihat kamu menangis aku ikut sedih dan tak bisa mengendalikan diriku lagi untuk menghajar Allam hingga mati." ucap Hafiz dengan pelan tapi mampu mendiamkan tangis Fazrani.

"Jangan lakukan itu Mas Hafiz, aku tidak mau tangan Mas Hafiz terkotori oleh amarah dan dendam." ucap Fazrani dengan tatapan yang sedih dan sayu.

"Jika tidak ingin melihatku menghajar Allam sampai mati, kita harus mengikuti sidang adat agar Allam mendapat hukuman yang pantas dengan apa yang di lakukannya." ucap Hafiz dengan serius.

Hati Fazrani bingung dengan apa yang harus di lakukannya. Melihat Ummi yang begitu baik padanya dan tidak ingin melihat kesedihan di wajahnya. Tapi sisi lain ada kemarahan pada Allam yang sangat besar dan ingin melihat Allam di hukum dengan setimpalnya agar tidak ada lagi Allam-Allam yang lain yang berani melakukan hal itu lagi.

"Baiklah Mas Hafiz, aku akan ikut." ucap Fazrani dengan hati yang pasrah dengan semua yang terjadi nanti.

"Alhamdulillah, ayo kita berangkat sekarang." ucap Hafiz mengambil nafas lega. Yang sebenarnya tidak ada niat Hafiz untuk menghakimi Allam, karena semua sudah ada hukumnya.

Dalam perjalanan Laila hanya bisa berdoa agar Allam mendapatkan keringanan dalam hukum cambuknya.

Fazrani menatap kedua mata Laila yang tidak berhenti meneteskan airmata.

Perlahan Fazrani meraih tangan Laila dan menggenggamnya dengan lembut.

Laila mengangkat kepalanya membalas tatapan mata teduh Fazrani.

"Neng Fazrani." panggil Laila kemudian memeluk Fazrani dengan sangat erat.

"Sabar ya Ummi." ucap Fazrani singkat tanpa bisa bicara apa-apa lagi, karena dirinya juga lebih menderita dengan kejadian yang menimpanya.

Tiba di pendopo desa, tempat sidang hukum adat sudah tampak ramai. Hafiz berjalan di samping Fazrani. Habibah dan Laila mencari tempat duduk di depan di sebelah Abah Husnan dan Pak Affandi.

Fazrani di minta duduk di samping Tetua.

Dengan menundukkan wajahnya yang terlindung dengan hijab dan cadarnya, Fazrani merasakan ada seseorang yang menatapnya.

Fazrani mengangkat wajahnya ada Allam yang telanjang dada baru keluar dari pintu belakang dan berdiri di tengah-tengah di hadapan Tetua dengan tangan yang terikat di depan.

Tampak tubuh Allam yang sudah babak belur dan wajah yang penuh dengan lebam dan darah kering di ujung sudut bibirnya. Sungguh sangat miris melihat keadaan Allam.

Tapi bagaimana dengan keadaan dirinya, yang tiba-tiba terbangun dengan rasa sakit di sekujur tubuh dan pakaiannya yang sudah tercabik-cabik tak berbentuk.

"Nak Fazrani, ceritakan apa yang kamu ketahui sebelum kejadian itu terjadi?" tanya Tetua dengan tenang.

Dengan mengucapkan sumpah jika apa yang di ceritakannya adalah kebenaran, Fazrani mulai bercerita dari awal hingga sampai terakhir dia mendapatkan pukulan di tengkuk lehernya yang menyebabkan dia pingsan.

"Setelah pingsan apa kamu merasakan sesuatu? atau tidak sama sekali?" tanya Tetua lagi.

"Tidak merasakan apapun, yang aku tahu aku terbangun di rumah Ummi Laila." jawab Fazrani dengan jujur.

"Baiklah Nak Fazrani, pertanyaannya cukup itu saja." ucap Tetua menangkap kejujuran pada wajah Fazrani.

"Sekarang Allam, ceritakan apa saja yang kamu lakukan dengan teman-teman kamu terhadap Fazrani?" tanya Tetua dengan tatapan dingin.

"Aku dan teman-teman dalam keadaan mabuk kemudian kita beramai-ramai memperkosanya, dan aku yang lebih banyak melakukannya karena aku ketuanya." ucap Allam yang tiba-tiba pelipisnya berdarah terkena lemparan botol dari salah satu warga.

"Harap tenang, tolong amankan warga yang tidak bisa menghargai sidang hukum adat di sini." ucap Tetua dengan suara yang sangat keras.

"Kamu tahu Allam hukuman yang akan kamu terima dari kesalahanmu ini?" tanya Tetua dengan tatapan dingin.

"Aku siap menerima hukuman apapun Tetua." jawab Allam dengan suara beratnya.

"Baiklah, berdasarkan kesalahan yang telah kamu perbuat kamu akan mendapatkan hukuman lima puluh kali cambukan, dan tiga hari bertaubat dengan di hukum pasung di ruang suci. Dan untuk mengantisipasi kehamilan Fazrani di kemudian hari maka Allam Afraz harus menikahi Fazrani Aisyah dengan segera." ucap Tetua dengan tegas.

"Maaf Tetua, aku keberatan jika Allam harus menikahi Dek Fazrani, karena aku bersedia untuk menikahinya, aku tidak rela Dek Fazrani mendapatkan Imam yang tidak baik dalam hidupnya. Sebenarnya aku sudah melamar Dek Fazrani dan Minggu besok hanya tinggal menunggu jawaban dari Dek Fazrani saja. Tolong Tetua untuk hal ini biar Dek Fazrani yang memutuskannya." ucap Hafiz yang tidak ingin kehilangan Fazrani.

"Webnovel kontrak"

avataravatar
Next chapter