131 Indahnya cinta

Nizam tenggelam dalam berkas-berkas laporan keuangan hotel Gardenia dan beberapa perusahaan lainnya yang ada di Indonesia. Laptopnya juga menyala dari tadi. Sejak sholat subuh Dia tidak pernah beranjak dari meja kerjanya. Alena yang sudah selesai mandi dan sedang bersiap-siap sarapan jadi menunggu untuk sarapan bersama.

Alena merasa badannya sekarang lebih segar. Karena Ia cukup istirahat dan makan. Tinggal di Indonesia dengan menu makanan yang biasa Ia makan, membuat badan Alena cepat pulih. Nizam juga sama sekali tidak pernah menganggunya lagi, apalagi tampaknya Ia sangat serius dengan pekerjaannya. Jadi hampir setiap malam Nizam tenggelam dengan berkas-berkasnya. Hingga terkadang Alena melihatnya menjadi kasihan sebenarnya Ia ke Bali mau kerja atau bulan madu.

Kesal menunggu lama, Alena akhirnya bangkit lalu Ia berjalan menuju ke arah Nizam. Nizam sedikit kaget ketika Alena tiba-tiba duduk dipangkuannya, Ia lalu merangkulkan tangannya ke leher Nizam. Nizam menaikkan alis matanya sambil menggigit pulpen yang sedang Ia gunakan untuk mengkoreksi laporan keuangan yang sedang Ia hadapi.

"Daripada pulpen yang Kau gigit kenapa tidak bibirku saja yang Kau gigit?" Alena berbisik ditelinga Nizam. Nizam menggelengkan kepalanya. "Kamu baru sehat, Alena. Jangan memulai membangunkan macan tidur" Ia menarik tangan Alena dari lehernya.

Alena malah bersikeras. "Aku sudah sehat, Kamu tahu tidak ibuku mengirimkan banyak jamu dari Surabaya untuk aku minum agar badanku cepat pulih. Dan Aku bisa mengimbangimu sekarang."

"Tidak!! Cepat bangun Alena, jangan menggangguku, Aku sedang banyak pekerjaan"

Alena malah mengambil selembar kertas yang sedang diperiksa Nizam.

"Laporan keuangan Hotel Gardenia?? Neraca, Laporan rugi laba, Laporan perubahan modal?? Kamu sedang mengaudit laporan mereka?" Kata Alena sambil melihat deretan angka-angka yang tertera dalam laporan tersebut.

"Yaah... Entahlah Aku sedang mencocokan antara laporan yang real dari Indonesia dengan laporan yang aku peroleh dari menteri keuangan tentang laporan seluruh perolehan laba/rugi perusahaan kerajaan Azura. Aku mencurigai ada perbedaan yang mencolok antara laporan Mentri keuangan kerajaan Azura dan laporan real yang disampaikan oleh pihak manajemen keuangan dari Indonesia "

"Apakah Kamu merasa sedang mencium adanya penggelapan laba oleh para pejabat di departemen keuanganmu?" Kata Alena sambil mengangkat sarung yang dikenakan Nizam.

Nizam tidak menjawab pertanyaan Alena malah balik bertanya karena tangan Alena yang mulai tak terkendali.

"Kamu mau apa?" Nizam mencekal tangan Alena.

"Aku cuma mau melihat betapa lucunya kamu mengenakan sarung khas Bali" Kata Alena dengan nakal. Tangannya mengelus-elus paha Nizam. Mata Nizam terbelalak.

"Alena..tolong jangan mengganggu konsentrasi ku" Suara Nizam sudah mulai berubah. Darahnya secara perlahan mendidih bagaikan zat cair yang sedang dipanaskan oleh api lalu dengan cepat merangkak naik hingga mencapai titik didihnya.

"Apa kamu tidak mengenakan apa-apa lagi didalam sarungmu?" Tangan Alena malah semakin menaikkan elusannya.

"Cukup Alena, Kau yang mulai" Nizam malah bangkit lalu mendorong kursinya dengan kaki kanannya ke belakang. Kursi itu segera meluncur ke belakang di atas roda kakinya. Lalu Tangan Nizam mendorong Alena ke dekat pinggiran meja. Alena menyimpan kedua tangannya di atas meja ketika Nizam menarik pinggulnya ke belakang agar sedikit nungging. Rok pendeknya Diangkat hingga bokongnya terlihat jelas. Tangan kanan Nizam melepaskan ikatan sarungnya dan lalu menyimpan kedua tangannya di pinggang Alena. Tidak Lama Ia sudah membuat Alena merintih sambil berdiri. Ditimpahi oleh lenguhan suara Nizam menunjukkan betapa Ia sangat menikmati kegiatan yang selama lima hari ini Ia tinggalkan.

Ketika matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, cuaca sedikit mendung tapi angin bertiup dengan kencang hingga menggugurkan daun-daun yang tua dan sudah rapuh bertahan dirangkainya. Daun-daun yang rapuh itu seakan menggambarkan tubuh Alena hampir roboh kalau saja tangannya tidak bertumpu pada meja kerja Nizam serta tangan Nizam yang menahan tubuhnya melalui pegangan dipinggangnya. Tubuhnya harus bertahan terhadap serbuan tubuh Nizam Dibelakang tubuhnya.

Kenikmatan yang sedang melandanya bagaikan ombak besar yang menggulung di dalam dadanya. Rintihannya berhamburan dari mulutnya seumpama titik-titik air hujan yang mulai turun membasahi tanah Bali dipagi hari. Mulutnya tak henti-hentinya memanggil nama suaminya. Hingga akhirnya ketika hujan semakin deras membasahi bumi. Alena dan Nizam mengerang penuh kepuasan.

Nizam kembali menarik kursinya mendekati meja kerjanya. Ia lalu duduk diatasnya sambil memangku Alena yang bersender di pelukannya. Nizam menghapus keringat Alena yang tampak menetes membasahi pelipisnya. "Apakah Kamu merasa lelah?" Tanya Nizam kembali merasa khawatir.

"Aku hanya kelelahan biasa Yang Mulia, bukannya sakit parah yang tidak bisa ngapa-ngapain. Mengapa Kamu menganggapku seumpama gelas kristal yang rapuh"

Nizam tersenyum sambil mengecup pipi Alena. "Dua kali aku melihatmu tak sadarkan diri karena Aku, Kamu tahu melihatmu terkulai tidak berdaya seakan nyawaku seperti tercerabut dari jasad ku. Aku merasa betapa bersalahnya diriku dan Aku tidak pernah ingin mengulanginya lagi. Aku mencintaimu bukan karena nafsu aku mencintaimu karena Aku ingin menghabiskan seluruh hidupku denganmu di dunia dan akhirat." Nizam menghela nafas lalu Ia berkata lagi.

"Maafkan Aku karena telah memaksamu agar cepat mengandung anakku. Alena aku sebenarnya tidak ingin memaksamu seperti itu bukan tanpa alasan. yang pertama aku takut kau melarikan diri dariku dan berlari ke pelukan Edward. Dan ada hal penting lainnya." Nizam mengelus-elus punggung Alena dengan lembut. Alena menatap wajah Suaminya penuh rasa ingin tahu.

"Katakanlah!!" Kata Alena, mukanya menyelusup ke leher Nizam membaui aroma keringat yang keluar dari leher suaminya. Aroma kejantanan suaminya seakan mengkilik-kilik hidung Alena untuk tetap menghirup aroma tersebut.

"Aku ingin membubarkan Harem dan mengembalikan semua wanita yang didalamnya ke orang tua mereka."

Kata-kata Nizam membuat Alena langsung mengangkat kepalanya. Matanya terbelalak melihat ke wajah Suaminya.

"Benarkah itu?"

"Tentu saja, Hanya saja Aku tidak bisa melakukan itu semua sampai Kau benar-benar melahirkan anakku. Dengan adanya anak padaku maka Aku bisa meyakinkan pihak kerajaan dengan tindakanku. Dalam sistem kerajaan, Seorang anak sebagai ahli waris generasi penerus, menjadi hal yang sangat penting untuk tetap mempertahankan suatu dinasti."

Alena langsung memeluk Nizam dengan erat "Nizam.. Betapa Aku sangat mencintaimu, Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk melahirkan anak-anakmu. Semoga Allah senantiasa menyatukan cinta kita hingga akhir nanti."

"Aamiin.." Kata Nizam sambil kembali mencium Alena dengan lembut dan penuh perasaan.

avataravatar
Next chapter