125 Coba Lagi

Dokter mengibas-ngibaskan test pack ditangannya untuk melihat munculnya tanda dua strip garis di alat tersebut. Nizam melihat dengan penuh harap sedangkan Alena hanya diam disampingnya. Ia melihat betapa wajah Nizam begitu serius dan penuh harap. Segitu hebatnyakah keinginan Suaminya untuk memiliki anak. Alena menggores-goreskan jarinya sendiri ke pahanya.

Sepanjang hidupnya baru kali ini Ia tahu bagaimana caranya orang mengetahui hamil atau tidaknya seseorang dengan menggunakan alat itu. Alat yang bagus pikir Alena. Orang-orang semakin pintar saja.

Dokter Weilla adalah dokter spesialis kandungan Ratu Sabrina. Ia yang bertugas memberikan pelayanan kepada Ratu tersebut. Usianya sekitar 40 tahun dengan keilmuan yang tidak perlu diragukan lagi. Setiap Ratu biasanya memiliki dokter kandungan masing-masing. Ini tentu saja menyangkut kepercayaan dan keamanan diri masing-masing di istana. Menggunakan dokter bersama sangat riskan mengundang seseorang untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Dan Nizam masih belum sempat mencari seorang dokter spesialis kandungan untuk Alena hingga akhirnya Ia memutuskan untuk menggunakan dokter yang biasa menangani Ibunya.

"Bagaimana dokter?" Tanya Nizam dengan wajah mupeng. Dokter itu tersenyum lalu meletakkan hasil testnya di depan Nizam. Hasilnya adalah strip satu bewarna merah muncul pada alat itu.

"Masih belum.." Dia berkata sambil mencoba memahami kekecewaan yang dialami oleh Pangeran dihadapannya. Wajah Nizam berubah menjadi kelam.

"Bagaimana bisa?? Bukankah Kami sudah melakukannya dimasa subur Alena??" Suara Nizam mulai meninggi. Alena langsung menciut di atas kursinya. Ia melihat wajah Nizam yang memerah karena kesal.

"Maafkan Hamba Yang Mulia. Berhasil tidaknya suatu pembuahan tergantung pada banyak faktor. Apakah pada saat melakukan Putri Alena tidak dalam keadaan stress atau tertekan? Karena hal itu juga sangat berpengaruh." Dokter Weilla mencoba menjelaskan dengan tenang, walaupun dalam hatinya dia ketar-ketir takut amuk Pangeran Putra Mahkota.

Nizam langsung terduduk dengan lemas. Ia menyadari malam itu Alena bukan saja dalam keadaan stress tapi dia pasti sangat ketakutan dan tersiksa dipaksa olehnya. Bahkan Nizam sendiri tidak dapat berhitung berapa banyak Ia memuaskan hasratnya pada malam itu. Ia merasakan badannya juga sakit-sakit ketika bangun dipagi harinya. Bahkan Alena sampai tidak bisa bangun selama dua hari. Tidak bisa dibayangkan betapa hebatnya Ia mengamuk dimalam itu pada Alena. Obat yang Ia minum ternyata reaksinya sangat kuat.

"Yang Mulia, Putri Alena masih sangat muda. Dia juga sangat sehat. Setelah diperiksa rahimnya sangat subur. Tidak usah khawatir dengan kondisi sebagus itu, Putri Alena akan sanggup melahirkan sepuluh anak"

Alena langsung meloncat ketakutan dari kursinya. "Aku tidak mau punya anak sampai sepuluh." Wajah Alena dengan wajah pucat pasi. Ia langsung hendak lari pergi tapi Tangan Nizam bergerak lebih cepat. Ia mencekal lengan Alena dan menyuruhnya untuk duduk kembali. Alena duduk kembali dengan mata berkaca-kaca.

"Aku bukan tikus yang bisa melahirkan sebegitu banyak anak" Kata Alena sambil mulai meneteskan air mata.

"Siapa yang mengatakan kamu tikus? Kamu lebih mirip kucing liar daripada tikus kecil. sekarang diamlah..." Nizam berbisik ditelinga Alena. Alena langsung mengkeret dikursinya suara tajam suaminya ditelinga dia, sangat membuat Ia jadi deg-degan ketakutan.

"Jadi jelaskan apa yang harus Aku lakukan agar istriku bisa hamil?" Tanya Nizam sambil tangan kanannya tetap mencekal tangan Alena yang kelihatan mulai gelisah tidak mau diam. Dokter itu tidak menjawab malah menatap Alena yang duduk dengan gelisah. Mata dokter itu menyiratkan seakan-akan pembicaraan akan lebih tenang dan nyaman kalau tidak ada Alena. Dan Nizam yang cerdas langsung dapat menangkap isyarat mata sang dokter.

Perlahan Nizam melepaskan tangannya pada Alena lalu berkata "Pergilah !!!"

Alena mengguman mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya Ia melesat keluar dari kamar kerja Nizam bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya. Begitu Ia keluar dia berpapasan dengan Cynthia yang baru keluar dari ruang perpustakaan Nizam.

"Hey..hey...ada apa? kenapa wajahmu pucat bagai dikejar hantu? " Tanya Cynthia sambil menatap Alena dengan heran.

"Itu...itu... suamiku berkomplot dengan dokter kandungan ibunya. Mereka mau memaksaku untuk punya anak sepuluh." Nafas Alena memburu karena Ia tadi berlari. Chyntia terbelalak. "Kamu ini masih pagi sudah mimpi disiang bolong, punya anak sepuluh?? memangnya bisa"

"Bisa saja...dikeluargaku ada yang punya anak 15, 8, 10 cuma ibuku yang punya satu anak dan anak adopsi satu."

"Ya..ya...Aku lupa kalau kamu berasal dari negara berkembang. Terus masalahnya apa? Kalau Nizam menginginkan anak sepuluh darimu ya berikan saja..apa susahnya."

"Masa hidup aku dihabiskan untuk mengurus anak? Sepuluh lagi.. bagaimana bisa?"

"Kau ini tinggal hamil lalu melahirkan yang ngurusnya kan banyak. Pelayanmu saja jumlah puluhan apalagi nanti anak dari putra mahkota." Cynthia berkata dengan santainya. Alena jadi garuk-garuk kepalanya perkataan temannya masuk diakal.

"Sudah jangan berpikiran yang aneh-aneh. Oh ya bagaimana hasil tesnya? Kamu positif ga?"

Alena cemberut "Negatif.. Kasian Nizam dia kelihatannya kecewa sekali. Dokter kandungan itu hampir ditelannya karena marah."

Cynthia menghela nafas panjang. "Berarti belum takdirnya. Aku doakan semoga cepat berhasil"

Mata Alena terbelalak " Kau sekarang ingin Aku punya anak? Kau tidak ingin melanjutkan kuliahmu?"

"Tidak juga. Hanya setelah dipikir-pikir Aku ingin agar Kamu segera punya anak agar lebih dewasa, tingkah kekanak-kanakan kamu terkadang menyebalkan"

Alena cemberut lalu berbalik pergi.

"Mau kemana Alena?" Tanya Cynthia.

"Aku mau tidur lagi, masih ngantuk. Tadi malam Aku kurang tidur, Nizam terus-menerus mengganggu Aku. Terus pagi-pagi setelah sholat Subuh Aku sudah diseret Nizam untuk tes kehamilan. sekarang Aku mau melanjutkan tidur" Cynthia menggelengkan kepalanya. Betapa simpelnya pikiran Alena.

****

Baru saja Alena mau terlelap pintu kamar terbuka. Ia melihat Nizam masuk ke kamar. Pakaian yang dikenakan sudah pakaian siap kerja. jas lengkap dengan dasinya. Ia sangat tampan dan rapih dengan kemeja biru muda dan jas berwarna biru tua. Setelah selesai konsultasi dengan dokter kandungan agaknya dia mau berangkat ke tempat kerjanya.

"Nizam..Aku tidak mau punya anak sepuluh" Alena mulai berkata sambil bangkit dari berbaringnya. Nizam yang sedang mencari-cari sesuatu di laci meja samping tempat tidur menoleh.

"Terus kamu mau punya anak berapa?" Katanya sambil memasukan ID card yang baru diambilnya ke saku kemejanya dari laci meja itu.

"Dinegaraku anak itu cukup dua, laki-laki atau perempuan sama saja." Kata Alena sambil menatap suaminya yang kini duduk di tepi ranjang. Wajah Nizam tampak tidak senang dengan kata-kata Alena.

"Baiklah Alena kalau itu keinginanmu, Aku akan punya anak dua dari mu, dua dari putri Reina, Dua dari putri Alycia dan dua dari yang lainnya kalau aku genapkan sepuluh maka akan ada 5 istri yang harus Aku hamili..."

"Aaakh.... tidak jangan!!! Jangan coba-coba Kau menyentuh wanita lain" Alena berteriak kesal.

"Kalau begitu berikan Aku anak sebanyak Aku mau!"

"Ya...ya.. terserah Kamu" Alena membanting tubuhnya ke kasur kembali. Tapi kemudian Ia lalu bangkit lagi melihat Nizam membuka jasnya dan mulai melepaskan kancing kemejanya.

"K..kamu mau apa??"

"Mau memulai dengan program kehamilan mu" Katanya sambil mulai melepaskan celananya juga. Alena memandang dengan ngeri.

"Bukankah tadi malam sudah?? Aakh..Nizam Kamu keterlaluan. Mengapa Kamu tidak pernah puas...mmmmffff..." Mulut Alena dibungkam oleh ciuman Suaminya.

Suara ranjang yang berderak seakan memecah kesunyian dipagi hari. Suara burung yang berkicau menambah indah suasana. Pagi hari terasa dingin tapi Nizam dan Alena bermandikan keringat.

Setelah Alena mengejang tiga Kali Nizam baru terhempas ke samping tubuhnya.

"Mengapa Kamu begitu kuat dan tidak pernah lelah? Aku dan Cynthia dulu benar-benar salah menuduhmu impoten" Alena bersungut-sungut kesal.

Nizam tertawa mendengar omelan Istrinya.

"Kamu bukannya mau ke kantor mu, Lihat ini sudah mau jam sembilan, nanti Kamu terlambat, Kamu nanti di marahi.."

"Siapa yang berani memarahiku? , Dia mungkin sudah bosan hidup" Nizam berkata sambil memejamkan matanya lalu mulai tertidur dengan perasaan nyaman.

"Ya...ya..Aku lupa, kalau kamu Yang Mulia Pangeran Putra Mahkota.. tidurlah," Alena bangkit dan turun dari ranjangnya. Ia malah kehilangan rasa kantuknya. Ia jadi ingin berendam di air hangat mengusir rasa lelah

avataravatar
Next chapter